Nota Pemeriksaan Pegawai Rahasia atau Bukan? Ini Kata Ahli Perburuhan
Berita

Nota Pemeriksaan Pegawai Rahasia atau Bukan? Ini Kata Ahli Perburuhan

Jalan pikiran Kementerian Ketenagakerjaan dinilai bertentangan dengan putusan MK.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Timboel Siregar. Foto: SGP
Timboel Siregar. Foto: SGP
Pengamat hukum perburuhan Timboel Siregar menilai sifat kerahasiaan nota pemeriksaan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan (PPK) seharusnya bisa diakses para pihak yang berkepentingan. Sebab, nota pemeriksaan pegawai tidak termasuk informasi publik yang dikecualikan (untuk dirahasiakan) sesuai Pasal 17-18 UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).

Timboel didaulat menjadi ahli dalam sidang di Mahkamah Konstitusi dalam pengujian UU KIP. “Seharusnya nota pemeriksaan pegawai boleh diakses pekerja atau pengurus serikat pekerja sepanjang proses penegakan hukum karena bukan informasi publik yang dikecualikan,” ujar Timboel Siregar, Rabu (20/4).

Pada sidang sebelumnya, Pemerintah memang menegaskan nota pemeriksaan pegawai oleh PPK bersifat rahasia, dan termasuk informasi yang dikecualikan dalam konstruksi UU KIP.

Timboel menganggap sebagai pihak yang wajib memberi semua keterangan baik secara lisan maupun tertulis kepada Pengawas Ketenakerjaan, maka pekerja atau pengurus serikat pekerja berhak mendapatkan hasil pemeriksaan pegawai PPK. Faktanya, dokumen hasil pemeriksaan pegawai PPK tidak bisa dimiliki buruh bersangkutan, hanya diperlihatkan.

Dia melanjutkan hasil pemeriksaan pegawai biasanya hanyalah berisi relasi atau hubungan keperdataan antara pekerja dan pengusaha. “Ini masalah umum dalam hubungan industrial yang belum bisa disebut bersifat rahasia karena ranahnya mediasi dan pengadilan hubungan industrial,” lanjut Timboel.

Menurutnya, Pasal 2 ayat (4) UU KIP sebagai dasar Dirjen Pembinaan dan Pengawasan Ketenagakerjaan menerbitkan Surat No. B.20/PPK/I/2014 tanggal 23 Januari 2014 adalah bentuk pelanggaran hak buruh untuk mendapatkan kepastian hukum yang adil. Nota pemeriksaan pegawai yang ditafsirkan sebagai dokumen rahasia dianggap Timboel sebagai jalan pikiran yang keliru dan bertentangan dengan Putusan MK No. 7/PUU-XII/2014.

“Justru, (kerahasiaan) nota pemeriksaan berpotensi besar menjadi instrumen korupsi bagi PPK. Seharusnya terkait penegakan hukum tidak boleh dirahasiakan,” kata dia.

Ahli Pemohon ini mengingatkan putusan MK No. 7/PUU-XI/2014 telah membuka ruang buruh mengajukan permohonan pengesahan Nota Pemeriksaan Pegawai PPK ke pengadilan negeri. Pengesahan ini peralihan status dari PKWT ke PKWTT melalui penetapan pengadilan negeri.

“Putusan MK kekuatan hukumnya sejajar dengan Undang-Undang yang tidak boleh dilanggar. MK bisa meluruskan penafsiran Pasal 2 ayat (4) UU KIP agar nota pemeriksaan pegawai PPK bisa dimiliki buruh (sebagai syarat permohonan ke pengadilan),” pintanya.

Pasal 2 ayat (4) UU KIP menegaskan informasi publik yang dikecualikan bersifat rahasia sesuai dengan Undang-Undang, kepatutan, dan kepentingan umum, didasarkan pada pengujian tentang konsekuensi yang timbul apabila suatu informasi diberikan kepada masyarakat serta setelah dipertimbangkan dengan saksama bahwa menutup informasi publik dapat melindungi kepentingan yang lebih besar daripada membukanya, atau sebaliknya.

Sejumlah pekerja di Kabupaten Karawang, Bogor, Bekasi yakni Agus Humaedi Abdillah, Muhammad Hafidz, Solihin, dan Chairul Eillen Kurniawan mempersoalkan Pasal 2 ayat (4) UU KIP terkait definisi informasi publik yang dirahasiakan. Alasannya, mereka merasa terhalangi memperoleh Nota Pemeriksaan PPK. Akibat berlakunya pasal itu Dirjen Pembinaan dan Pengawasan Ketenagakerjaan menerbitkan Surat No. B.20/PPK/I/2014 tanggal 23 Januari 2014.

Surat itu ditujukan ke Kepala Dinas Tenaga Kerja Provinsi, Kabupaten/Kota seluruh Indonesia yang mengkualifikasi Nota Pemeriksaan sebagai dokumen rahasia sesuai kepatutan dan kepentingan umum. Dengan begitu, Nota Pemeriksaan PPK tidak mungkin dimililki pekerja sebagai akibat titel rahasia. Salah satu akibatnya para pemohon tidak mengetahui informasi peralihan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT).

Padahal, lewat pengujian frasa “demi hukum” Pasal 59 ayat (7), Pasal 65 ayat (8), Pasal 66 ayat (4) UU No. 13 Tahun 2003  tentang Ketenagakerjaan, MK memaknai proses peralihan pekerja dengan PKWT menjadi PKWTT harus melalui penetapan pengadilan negeri setelah memenuhi syarat-syarat tertentu. Putusan ini jaminan hak pekerja termasuk pemohon untuk dapat mengajukan pengesahan Nota Pemeriksaan tersebut ke pengadilan. Karena itu, Para Pemohon meminta MK memaknai pasal itu agar informasi publik yang dikecualikan dan bersifat rahasia dapat digunakan sepanjang sebagai syarat proses penegakan hukum.
Tags:

Berita Terkait