Untuk Bangun Kilang Minyak, Korporasi Butuh Insentif
Berita

Untuk Bangun Kilang Minyak, Korporasi Butuh Insentif

Partisipasi korporasi dan muatan produk lokal menjadi substansi penting aturan pembangunan kilang minyak dalam negeri.

Oleh:
KAR/RZK/YOZ
Bacaan 2 Menit
Chief Legal Counsel & Compliance PT Pertamina (Persero), Genades Panjaitan. Foto: RES
Chief Legal Counsel & Compliance PT Pertamina (Persero), Genades Panjaitan. Foto: RES
Pada akhir tahun lalu, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 146 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Pembangunan dan Pengembangan Kilang Minyak di Dalam Negeri. Di dalam Pasal 6 ayat (1) dan (2) diatur bahwa pembangunan kilang minyak dapat dilakukan oleh pemerintah atau badan usaha dengan cara kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) atau penugasan. Kemudian, pembangunan kilang minyak dengan cara penugasan bisa dilakukan melalui pembiayaan pemerintah atau pembiayaan korporasi.

Chief Legal Counsel & Compliance PT Pertamina (Persero), Genades Panjaitan, menilai pengaturan mengenai pembangunan kilang minyak tersebut membuka kesempatan lebih luas bagi para pihak untuk bisa berpartisipasi. Pasalnya, Genades mengatakan bahwa dalam ketentuan-ketentuan sebelumnya hanya pemerintah yang bisa melakukan. Kini, dengan terbitnya Perpres itu pihak swasta juga bisa membangun kilang.

“Pemerintah sendiri ada lagi opsi penanganannya sehingga bisa melalui skema penugasan. Penugasan pun masih ada opsi dengan pembiayaan pemerintah itu sendiri atau dengan pembiayaan korporasi. Korporasi disini termasuk Pertamina, bahkan bisa kerjasama dengan pihak lain. Sehingga ruang lingkupnya untuk berpartisipasi jadi lebih lebar,” katanya kepada hukumonline di kantornya, Jakarta, Kamis (14/4).

Genades menilai aturan yang membolehkan pihak korporasi berpartisipasi menjadi substansi penting dari terbitnya Perpres tersebut. Ia mengatakan, hal itu merefleksikan terbukanya peluang untuk ikut membangun dan mengembangkan negara. Menurutnya, hal ini perlu dikaitkan dengan fasilitas-fasilitas semacam insentif yang diberikan negara kepada pemangku kepentingan tersebut.

“Ini perlu dikaitkan dengan peraturan lain terkait fasilias-fasilitas semacam insentif. Misalnya, untuk skema tertentu bisa mendapat insentif tertentu. Sehingga diharapkan apa yang menjadi keluhan itu setidak-tidaknya bisa diakomodasi. Artinya kalau kita tidak siap membangun itu menjadi kontraproduktif, responnya dari investor ini jadi beban. Ini fakta yang sebenarnya,” ujarnya.

Selain dengan membuka peluang bagi korporasi untuk membangun kilang, Genades juga melihat ketentuan mengutamakan produk dalam negeri menjadi sesuatu yang penting bagi pembangunan negara. Ia pun mengingatkan bahwa sebenarnya ketentuan semacam itu sudah dimulai sejak lama. Sehingga, menurutnya tak perlu lagi ada perdebatan mengenai hal itu.

Dia mengakui bahwa pembangunan kilang minyak membutuhkan investasi besar. Dengan demikian, secara umum investasi tersebut melibatkan negara asing. Biasanya, negara yang menjadi investor juga lebih memilih untuk mempergunakan produk atau jasa yang dari negara asalnya.

Kendati demikian, menurut Genades, partisipasi asing tidak bisa sepenuhnya melepaskan penggunaan produk dalam negeri. Sebab, ia mengatakan bahwa investor asing tak boleh seratus persen menggunakan barang dan jasa dari negara asalnya saja. Bahkan, menurutnya wajar jika ada kewajiban untuk menggunakan produk maupun tenaga kerja asal Indonesia.

“Biasanya asing juga mau mempergunakan produk atau jasa yang dari mereka. Tapi ya tidak boleh begitu juga. Boleh partisipasi asing, tapi penggunaan barang dalam negeri juga harus,” tambahnya.

Dia juga tidak mempermasalahkan klausula mengutamakan yang digunakan di dalam Perpres. Menurutnya, meskipun rumusan norma yang diatur tidak bersifat imperatif tetapi hal itu sudah ada manajemen dalam pengadaan barang dan jasa. Dengan demikian, ketentuan tersebut menurutnya tetap harus dipatuhi. “Saya sepakat, barang-barang dalam negeri juga bagus,” katanya.

Genades juga optimis aturan yang memuat ketentuan untuk mengutamakan produk dalam negeri tidak akan membawa dampak negatif bagi investor asing. Hanya saja, ia memberi catatan agar ketentuan teknis mengenai hal itu harus rasional. Terlebih, sesuai dengan kemampuan dalam negeri.

“Sepanjang rasional dan merepresentasikan kemampuan kita, saya pikir investor tidak akan mundur. Kalau kualitasnya kompetitif, saya pikir itu untuk kepentingan mereka juga kan,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait