RUU Migas Diharapkan Jadi Solusi Masalah Hukum Sektor Migas
Berita

RUU Migas Diharapkan Jadi Solusi Masalah Hukum Sektor Migas

Mulai dari perizinan, aturan yang tumpang tindih hingga kepastian dan penegakan hukum.

Oleh:
KAR/RZK/YOZ
Bacaan 2 Menit
Chief Legal Counsel & Compliance PT Pertamina (Persero). Genades Panjaitan. Foto: RES
Chief Legal Counsel & Compliance PT Pertamina (Persero). Genades Panjaitan. Foto: RES
Pemerintah menargetkan untuk merampungkan draft rancangan undang-undang tentang minyak dan gas bumi (RUU Migas). Dengan demikian, pembahasan revisi UU No. 22 Tahun 2001 tentang Migas bisa dimulai segera. Salah satu yang menjadi perhatian dalam perumusan RUU Migas tersebut adalah posisi PT Pertamina (Persero). Sempat mencuat wacana bahwa Pertamina akan memegang fungsi regulator yang kini dipegang Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yaitu mencakup melelang blok dan menandatangani kontrak.

Sayangnya, Chief Legal Counsel & Compliance Pertamina Genades Panjaitan enggan mengungkapkan bagaimana rumusan posisi Pertamina dalam draf RUU migas itu. Ia mengatakan, pada intinya semua dipikirkan agar pengelolaan migas di masa mendatang menjadi lebih baik. Dirinya memastikan, ketika nanti pembahasan sudah mulai maka semua gagasan akan disampaikan kepada publik.

“Kita di Pertamina masih sedang melakukan pengkajian untuk memberikan aspirasi. Kebetulan saya ketua tim RUU Migas di Pertamina ini. Kita hold aja sampai nanti sudah masuk pembahasan,” katanya saat berbincang dengan hukumonline di Jakarta, Kamis (14/4).

Kendati demikian, Genades menyampaikan bahwa dalam proses perancangan revisi UU Migas ini, Pertamina tidak harus mengambil posisi yang mewakili pemerintah. Dia mengatakan, jika memang dinilai terpisah dari pemerintah maka penilaian itu menjadi kewenangan DPR. Di sisi lain, menurutnya saat membuat draf RUU Migas pemerintah tentu akan meminta masukan pula dari para pemangku kepentingan.

Genades berharap revisi UU Migas bisa menjawab problema pengelolaan migas yang hingga kini masih menjadi momok. Ia menyampaikan, secara umum masalah di sektor migas masih kental soal perizinan. Terlebih lagi, pelaksanaan otonomi daerah yang menimbulkan situasi banyak pemerintah daerah membuat aturan berbeda dengan pemerintah pusat.

“Otonomi ini seperti dua mata pisau. Di satu sisi diharapkan untuk memberikan percepatan dalam memfasilitasi warga negaranya. Tetapi, di sisi lain juga sering pemerintah daerah mengeluarkan peraturan yang sepertinya tidak menghiraukan acuannya,” keluh Genades.

Ia melihat persoalan peraturan yang tumpang tindih sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan bisnis migas. Menurutnya, pemerintah harus segera membenahi masalah itu. Ia berharap, apabila ada peraturan-peraturan daerah yang bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat maka harus dianggap tidak berlaku oleh menteri dalam negeri.

Selain masalah perizinan, kepastian hukum juga masih menjadi kendala yang harus dicarikan solusi. Ia mengilustrasikan, sebuah investasi migas yang cukup besar harus berhadapan dengan peraturan yang berubah-ubah. Akibatnya, hal ini menjadi beban sehingga mengganggu produksi.

“Seringnya perubahan itu bukan memudahkan tapi jadi beban. Misalnya, tiba-tiba ada pajak tambahan. Ya hasilnya jadi tidak sesuai apa yang dirancang di awal,” ujarnya.

Lebih lanjut, Genades mengatakan masalah kepastian hukum juga berkaitan dengan penegakan hukum. Ia menyebut, ada 69 perkara yang melibatkan Pertamina baik di tingkatan perseroan maupun unit. Mulai dari perkara hubungan industrial tanah, hingga perdata umum.

Dalam penanganan perkara-perkara itu, Genades mengungkapkan bahwa pengalaman di lapangan menunjukan masih ada ketidakpastian dalam penegakan hukum. Misalnya, perkara-perkara yang seharusnya diselesaikan di arbitrase, bisa dibawa ke pengadilan. Entah kenapa hakim tidak mempertimbangkan hal itu. Bahkan, hakim tersebut menafsirkan seolah-olah klausula itu tidak berlaku.

Selain itu, jika perkara diselesaikan di hadapan majelis arbitrase pun masalah tak berhenti. Sebab, perusahaan masih harus berhadapan dengan pelaksanaan eksekusi. “Ini ketidakpastian hukum sudah ke taraf penegakan dan pelaksanaan,” ungkapnya.

Dia menambahkan, pihaknya mulai melakukan upaya pemenuhan kepatuhan hukum di lingkungan perusahaan. Genades menyampaikan, Pertamina telah menjalin kerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mencegah pelanggaran hukum. KPK terlibat dalam proyek-proyek besar Pertamina untuk mendampingi pelaksanaannya agar sesuai dengan hukum yang berlaku.

“Supaya bisa mencegah pelanggaran hukum. Nah, itu kalau yang sudah offside, sudah melakukan pelanggaran, ‘dor’ saja langsung. Tidak ada tawar-menawar soal itu,” tandasnya.

Tags:

Berita Terkait