Pengaturan Pembatasan Transaksi Tunai Solusi Minimalisir Praktik Suap
Berita

Pengaturan Pembatasan Transaksi Tunai Solusi Minimalisir Praktik Suap

Pemerintah bersama DPR mesti membuat kesepakatan untuk mempercepat pembentukan RUU tentang Pembatasan Transaksi Tunai.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES
Belakangan terakhir, masyarakat dipertunjukan dengan aksi akrobat oknum aparat penegak hukum mencari keuntungan pribadi dari perkara yang ditangani. Mulai oknum jaksa di Subang, panitera peradilan hingga oknum kepolisian tersandung kasus hukum. Praktik suap menyuap memang bukan jenis pidana baru, namun perlu strategi membatasi perilaku tersebut.

Ketua Badan Legislasi (Baleg) Supratman Andi Agtas berpandangan, tertangkapnya sejumlah oknum aparat penegak hukum merupakan fenoman gunung es. Dengan kata lain, kata Supratman, pihak oknum penegak hukum yang tertangkap mengalami sial. Menurutnya, semua celah tersebut disebabkan buruknya sistem yang berlaku di Indonesia.

“Ini yang harus diperbaiki. Saya tidak kaget kalau ada jaksa, hakim, polisi, politisi (terkena kasus suap menyuap, red), itu karena sistem. Oleh karena itu menurut saya, yang perlu diperbaiki adalah tata kelola menjadi lebih baik,” ujarnya di Gedung DPR, Senin (25/4).

Dikatakan Andi, langkah memperbaiki tata kelola aparatur pemerintah dan masyarakat dengan adanya RUU tentang Pembatasan Transaksi Tunai. Menurutnya, dengan memberlakukan regulasi tersebut bakal mengurangi praktik suap menyuap. Sebab, transaksi tunai dibatasi dengan nominal terbatas, misalnya maksimal berkisar antara Rp5-10 juta. Bila terdapat orang yang mentrasfer uang dalam jumlah besar maka dapat segera terkena alarm merah Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan. (PPATK).

“Oleh karena itu, pemerintah bersama DPR sama-sama buat kesepakatan untuk mempercepat pembentukan RUU tentang Pembatasan Transaksi Tunai,” ujarnya.

Anggota Komisi III itu mengakui memang belum ada inisiatif dari DPR dan pemerintah terkait keberadaan aturan pembatasan transaksi tunai. Namun, wacana keberadaan aturan tersebut mesti disuarakan agar pemerintah dan DPR perduli dengan aturan tersebut. Supratman kekeuh agar aturan terwujud dan dapat segera masuk adanya inisiatif dari DPR atau pemerintah. Sebab dengan begitu, maka bila terdapat naskah akademik draf dapat masuk dalam Prolegnas.

Praktik suap menyuap terakhir yang terjadi menimpa Kepala Satuan (Kasat) Reserse Narkoba Polres Belawan, AKP Ichwan Lubis.  Dia telah ditetapkan sebagai tersangka oleh BNN. Ichwan menerima hasil uang bisnis narkotika dari Togiman alis Toni, bandar besar yang beberapa pekan lalu dibekuk di Lapas Lubukpakam. Penerimaan uang melalui transfer ke rekening. “Satu-satunya adalah batasi transaksi tunai,” politisi Partai Gerindra itu.

Anggota Komisi III Aboebakar Alhabsyi menambahkan, pembatasan transaksi menjadi bagian meminimalisir praktik suap. Menurutnya, penegak hukum menangani perkara kejahatan bandar narkoba berpotensi tergoda suap. Pasalnya, bandar narkoba memiliki uang berlebih untuk mengamankan bisnisnya melalui jaringan.

“Kali ini penegak hukum yang seharusnya memberantas narkoba terbukti kongkalikong dengan para bandar,” ujarnya.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengatakan sebagai penegak hukum, mestinya memiliki komitmen melakukan pemberantasan kejahatan narkoba dan lainnya. Faktanya, masih banyaknya oknum penegak hukum yang berkongsi   dengan para pelaku kejahatan. Ia meminta dalam kasus AKP Ichwan Lubis dan beberapa kasus oknum penegak hukum di instasi lainnya mesti bersikap tegas.

“Aparat tidak boleh hanya menjerat UU Narkoba (untuk Ichwan Lubis, red) namun juga dapat pula dikenakan UU Pencucian Uang. Selain itu, karena yang bersangkutan adalah penegak hukum, dapat dilakukan pidana pemberatan. Hal ini harus dilakukan untuk memberikan efek jera dan pembelajaran untuk penegak hukum lainnya, agar mereka tidak bermain-main dengan kewenangan yang milikinya,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait