Begini Kunci Sukses Kebijakan Pengampunan Pajak Ala Gubernur BI
Berita

Begini Kunci Sukses Kebijakan Pengampunan Pajak Ala Gubernur BI

Mulai merancang sistem perpajakan melalui rekonsiliasi data, hingga penegakan hukum tanpa pandang bulu.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Gubernur Bank Indonesia, Agus DW Martowadojo. Foto: SGP
Gubernur Bank Indonesia, Agus DW Martowadojo. Foto: SGP

Dana yang berhasil ditarik melalui mekanisme pengampunan pajak (Tax Amnesty) berpotensi terhadap penerimaan pajak, bahkan bermanfaat bila diinvestasikan di dalam negeri. Perbaikan sistem administrasi perpajakan pun dapat meningkatkan tax ratio. Dengan begitu, tax amnesty berperan penting dalam pembangunan sektor keuangan. Hal ini disampaikan Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Dermawan Wintarto Martowadojo dalam rapat dengar pendapat di Komisi XI Gedung DPR, Senin (25/4).

Menurut Agus, pengampunan pajak sejalan dengan berbagai upaya pembangunan. Sedangkan BI fokus pendalaman sektor keuangan. Ia menilai pengampunan pajak lazim dilakukan di berbagai negara. Menurutnya, beberapa negara telah mencoba menerapkan kebijakan pengampunan pajak dan relatif berhasil. Misalnya, India, Irlandia dan Italia di periode 2009 dan 2015.

“Kalau kita mau susun UU Tax Amnesty kita, intinya akan memberikan pembangunan kepada badan atau perorangan yang selama ini mengelak membayar pajak penghasilannya,” katanya.

Mantan Menteri Keuangan itu mengatakan terhadap penghasilan yang selama ini tidakdilaporkan lengkap sekaligus tidak membayar pajak akan diampuni dengan pengampunan pajak. Bila sebelumnya dikenakan sanksi, maka dengan kebijakan pengampunan pajak akan diberikan kemudahan. Dengan begitu, wajib pajak bakal segera melaporkan pajaknya kepada negara.

Agus membeberkan kunci sukses pelaksanaan kebijakan pengampunan pajak. Pertama, Tax Amnesty dirancang sebagai titik tolak dari sistem perpajakan yang baru melalui rekonsiliasi data, atau tax reform. Menurutya, sebelum adanya sistem perpajakan yang baru itulah negara memberikan pengampunan pajak. Kedua, sebelum dilakukannya pengampunan pajak, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mesti memiliki data akurat. Selain itu, DJP berkewajiban membangun sistem administrasi yang kuat dan efektif. Sehingga wajib pajak yang mendapat pengampunan dapat diawasi ketat.

Ketiga, perlu didukung dengan pelaksanaan mekanisme yang jelas dan mengikat terhadap semua wajib pajak yang mengajukan pengampunan pajak. Keempat, pengampunan pajak dilaksanakan mendadak dan dalam jangka waktu pendek, maksimal 1 tahun. Selain itu diikuti dengan peningkatan audit dan pengenaan sanksi yang lebih berat terhadap wajib pajak yang tidak mengajukan pengampunan. Kelima, sebagai instrument terakhir dengan melakukan penegakan hukum yang tegas.

Tak hanya itu, pengampunan pajak hanya diberlakukan sekali dan tidak diberikan kesempakan kedua kalinya. Tujuannya dalam rangka menjaga efektifitas pengampunan yang diberikan pemerintah. Tax Amnesty oleh banyak pihak tak akan popular. Pasalnya dengan memberikan keringan wajib pajak seolah menghukum mereka wajib pajak yang patuh dan taat memenuhi kewajibannya

“Kami juga cermati bahwa pengampunan pajak akan sulit menarik uang terkait pidana korupsi TPPU atau pun hasil perdagangan narkoba, kecuali disertai skema pengampunan perbuatan pidananya. Apalagi aparat penegak hukum mau mengampuni tindak pidana seperti korupsi TPPU atau narkoba. Malah ada pengamatan kalau pengampunan tindak pidana tersebut tidak dilakukan maka uang dalam jumlah besar tidak masuk walaupun Tax Amnesty,” ujarnya.

Dikatakan Agus, kepastian hukum dalam penerapan kebijakan pengampunan pajak perlu diperhatikan agar tidak menimbulkan persoalan. Tak saja persoalan kredibilitas pemerintah, namunmengurangi gejolak aliran modal. “Pelaksanaan Tax Amnesty ini bukan kebijakan yang terlepas dari kebijakan lain di makro ekonomi, tapi usaha harus konsisten dengan pengelolaan makro ekonomi,” ujarnya.

Anggota Komisi XI Johnny G Plate berpandangan akan mendukung kebijakan pemerintah. Ia khawatir UU Pengampunan Pajak menjadi lemah tanpa dibarengi dengan instrument penguatan pendapatan pajak. Ia berharap adanya kesiapan domestic dan sistem perpajakan yang kuat. “Tanpa itu UU kita tidak ada gunanya. Kami khawatir UU ini layu sebelum berkembang. Kami khawatir kalau pun disetujui, UU ini akan lemah,” ujar politisi Nasdem itu.

Anggota Komisi XI lainnya Eva Kusuma Sundari menambahkan target pemerintah mestinya tak hanya sekedar likuiditas, namun perbaikan sistem. Kesiapan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan perbankan mesti dapat memastikan dalam jangka panjang terkait dengan kepatuhan wajib pajak.

”Transformasi seperti apa untuk pastikan dampak pengampunan pajak ini. Jika DPR menerima Tax Amnesty, tapi tidak ada perbaikan struktur akan percuma,” tukas politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.

Tags:

Berita Terkait