Sepanjang 2016, Tiap Bulan KPK Lakukan Operasi Tangkap Tangan
Berita

Sepanjang 2016, Tiap Bulan KPK Lakukan Operasi Tangkap Tangan

Dari legislator hingga panitera/sekretaris pengadilan, dari pengusaha hingga jaksa. Ada yang dalam sebulan satu OTT, bahkan ada yang dua OTT.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS
Dari tahun 2016 hingga sekarang, hampir tiap bulan KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT). Pelaku yang ditangkap pun beragam latar belakangnya. Mulai dari legislator hingga panitera/sekretaris pengadilan. Mulai dari pengusaha hingga jaksa. Tak ketinggalan, advokat pun ikut dicokok.

Tempat kejadian perkara juga tersebar di sejumlah wilayah. Berikut OTT KPK yang terjadi hampir di setiap bulan dari awal tahun ini.Ada yang dalam sebulan satu OTT, bahkan ada yang dua OTT.

1.    Damayanti Cs
Awal tahun 2016, tepatnya pada tanggal 13 Januari, publik dikejutkan dengan penangkapan Anggota Komisi V DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Damayanti Wisnu Putranti oleh KPK. Selain Damayanti, KPK juga mengamankan lima orang lainnya, yakni Julia Prasetyarini dan Dessy A Edwin keduanya staf Damayanti, Direktur PT Windu Tunggal Utama Abdul Khoir dan dua orang sopir.

Penangkapan dilakukan di empat lokasi terpisah. Namun, dari enam orang tersebut, KPK menetapkan empat orang tersangka yang memiliki peran berbeda-beda. Keempatnya adalah Damayanti, Julia, Dessy dan Abdul. Kasus ini telah bergulir ke persidangan. Uang ribuan dolar Singapura diduga sebagai suap yang bertujuan untuk mengamankan proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk tahun anggaran 2016.

2.    Pegawai MA dan Advokat
Bergulir ke bulan Februari, tepatnya tanggal 12, KPK kembali melakukan OTT. Kali ini, seorang pegawai Mahkamah Agung (MA), yakni Kepala Sub Direktorat Kasasi Perdata MA Andri Tristianto Sutrisna bersama lima orang lainya terjaring OTT KPK. Namun setelah diperiksa secara intensif, KPK hanya menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus ini.

Ketiganya adalah Andri, seorang advokat asal Malang Awang Lazuardi Embat dan Direktur PT Citra Gading Asritama (CGA) Ichsan Suaidi. Dalam perkara ini, KPK memperoleh ang Rp400 juta yang diduga sebagai suap agar Andri menunda pemberian salinan putusan perkara korupsi ke Pengadilan Negeri (PN) Mataram. Kasus ini masih dalam penyidikan KPK.

3.    Suap Raperda Reklamasi dan Petinggi BUMN
Di penghujung bulan Maret 2016, KPK kembali menunjukkan ‘taringnya’. Tak tanggung-tanggung, kali ini KPK melakukan dua OTT. Kedua operasi tersebut berkaitan dengan dua kasus yang berbeda. Pertama, penangkapan terhadap Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta M Sanusi, Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land  (APL) Ariesman Widjaja dan karyawan PT APL Trinanda Prihantoro.

Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan suap pembahasan Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Jakarta Tahun 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara (Reklamasi). Dalam penangkapan, KPK berhasil mengamankan barang bukti uag sebesar Rp1,14 miliar. Kasus ini masih dalam penyidikan KPK.

Di hari yang sama juga terjadi OTT lain. Kali ini, KPK menangkap Direktur Keuangan PT Brantas Abipraya (BUMN) Sudi Wantoko, Senior Manajer PT Brantas Abipraya Dandung Pamularno  dan seorang swasta, Marudut. Ketiganya ditangkap usai melakukan serah terima uang sejumlah AS$148.835 di sebuah hotel di bilangan Cawang, Jakarta Timur.

Pemberian itu diduga untuk menghentikan penyelidikan atau penyidikan tindak pidana korupsi PT Brantas Abipraya di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Dalam kasus ini, KPK juga memeriksa Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta Sudung Situmorang dan Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati DKI Jakarta Tomo Sitepu sebagai saksi. KPK masih mendalami siapa penerima suap kasus ini.

4.    Dua Jaksa dan Panitera/Sekretaris Pengadilan
Di bulan April ini, KPK kembali melakukan dua OTT. Pertama, pada Senin 9 April, KPK menangkap seorang jaksa dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat Devianti Roachaeni. Selain Devi, KPK juga telah menetapkan seorang jaksa lainnya, Fahri Nurmallo. Devi dan Fahri diduga sebagai penerima suap dalam kasus ini.

Sedangkan Bupati Subang Ojang Suhandi, Jajang Abdul Holik dan Lenih Marliani (istri Jajang) adalah sebagai tersangka pemberi suap. Jajang adalah salah seorang terdakwa dalam perkara korupsi dana BPJS yang ditangani Kejati Jawa Barat dan tengah disidang di Pengadilan Tipikor Bandung. Dalam penangkapan, KPK mengamankan uang Rp528 juta yang diduga sebagai suap. KPK menduga pemberian uang itu dimaksudkan untuk meringankan tuntutan Jajang dan mengamankan Ojang agar tidak tersangkut kasus korupsi penyalahgunaan dana BPJS tahun anggaran 2014 yang tengah disidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung.

OTT kedua di bulan April terjadi pada tanggal 20. Kali ini, KPK menangkap Panitera/Sekretaris (Pansek) Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Edy Nasution dan seorang swasta bernama Doddy Aryanto Supeno. KPK menyita uang sejumlah Rp50 juta. Pemberian uang tersebut diduga bukan yang pertama kali.

Pemberian pertama, yaitu sebesar Rp100 juta diduga dilakukan pada Desember 2015. Sementara, pemberian yang dijanjikan kepada Edy adalah sebanyak Rp500 juta. Pemberian uang diduga berkaitan dengan permohonan peninjauan kembali (PK) suatu perkara perdata yang didaftarkan di PN Jakarta Pusat.

Penindakan “Big Fish”
Sebelumnya, usai pengambilan sumpah, Nahkoda KPK Jilid IV, Agus Rahardjo menegaskan bahwa dirinya sudah siap dengan segala risiko menjadi Ketua KPK. Agus menyampaikan hal ini terkait nasib ketua sebelumnya, Abraham Samad, yang mengalami dugaan kriminalisasi. “Itu sudah risiko dari jabatan kan, jadi mestinya nggak perlu ketakutan,” kata Agus.

Sementara itu, usai menjalani prosesi serah terima jabatan di Gedung KPK, Agus juga menegaskan bahwa bidang penindakan KPK tidak boleh dilemahkan. Agus ingin terjadi keseimbangan antara aspek pencegahan dan penindakan. "Hampir semua dari kita (lima Pimpinan KPK Jilid IV) walau yang dikedepankan hal-hal yang bukan penindakan, kami ingin menyimbangkan pencegahan dan penindakan. Penindakan sama sekali tidak boleh dilemahkan dan harus diperkuat," paparnya.

Meski menyatakan aspek penindakan perlu diperkuat, Agus berpendapat KPK perlu memilih kasus. Menurut dia, kasus dengan lingkup kecil dapat diserahkan ke aparat penegak hukum yang lain.Sebaliknya, jika kasus tersebut berdampak luas bagi pemberantasan korupsi, maka KPK siap menanganinya.

"Perkara 'big fish' atau menangani perkara yang kecil itu penting, kalau saya pribadi akan sangat indah kalau bisa memposisikan di kasus-kasus yang besar di KPK sedangkan kasus kecil didelegasikan ke lembaga lain dengan pengawasan dari KPK," tutup Agus.
Tags:

Berita Terkait