Hukum Pidana Tak Dapat Sentuh Seseorang Sebelum Terdapat Tindak Pidana
Berita

Hukum Pidana Tak Dapat Sentuh Seseorang Sebelum Terdapat Tindak Pidana

Panja dan pemerintah mesti teliti dan berhati-hati merumuskan pasal demi pasal RKUHP. Jangan sampai RKUHP dibuat untuk menakut-nakuti masyarakat.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES
Niat seseorang bersifat sengaja maupun sebaliknya tak dapat disentuh oleh hukum pidana sebelum terjadinya perbuatan tindak pidana. Hukum pidana mengedepankan prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability). Hal ini disampaikan anggota tim perumus RKUHP dari pemerintah, Prof Harkristuti Harkrisnowo dalam pembahasan RKUHP dengan Panja Komisi III di Gedung DPR, Rabu (27/4).

Pandangan Prof Harkristuti muncul ketika membahas Pasal 40 ayat (1). Ayat (1) menyebutkan, Seseorang hanya dapat dipertanggungjawabkan jika orang tersebut melakukan tindak pidana dengan sengaja atau karena kealpaan”.Perdebatan pun muncul.  Perempuan biasa disapa Tuti itu menganalogikan ketika seseorang berdoa dengan niat sesuatu dan belum melakukan perbuatan, maka tidak dapat dipidana.

Berbeda halnya ketika sudah terdapat niat jahat, kemudian dilanjutkan dengan perbuatan pidana, maka hukum pidana dapat menyentuhnya. Dalam kasus Afriyani yang menabrak sekian orang hingga melayang nyawa menjadi contoh bagi Tuti. Menurutnya mestinya Afriyani sudah dapat menduga dengan menkonsumsi narkoba dapat berdampak buruk ketika mengendarai kendaraan.

Namun bila sudah mengetahui dampak penggunaan narkoba ketika mengendarai kendaraan masuk ke dalam unsur kesengajaan setelah adanya unsur kesengajaan. “Niat disini sengaja atau tid ak sengaja. Niat tidak bisa disentuh oleh hukum pidana sebelum dilakukan perbuatan nyata,” ujar matan Direktur Jenderal (Dirjen) Hak Asasi Manusia (HAM) Kementerian Hukum dan HAM itu.

Ketua Panja RKUHP Benny Kabur Harman berpandangan, dalam UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) bila seseorang melakukan kelalaian hingga menyebabkan kerugian negara, maka pelaku dapat dijerat hukum pidana. Sementara dalam KUHP yang bersifat umum terhadap orang yang ‘peralat’ mengantar barang yang ternyata ilegal dapat dijerat pidana. Padahal pengantar barang tidak mengetahui jelas barang yang diantar.

“Misalnya Gojek, dia antar barang tidak tahu isinya, tahunya barang ilegal. Jadi dia (driver Gojek, red) kena. Nah, bagaimana hukum pidana kita lindungi orang-orang kaya gini,” ujar Benny yang juga menjawab Wakil Ketua Komisi III itu.

Anggota Panja RKUHP Muhammad Syafi’i berpandangan praktik di lapangan ketika orang yang disuruh mengantarkan sesuatu belakangan diketahui narkoba berdampak negatif. Pihak yang disuruh tersebut terkena jeratan hukum dengan anggapan membantu pelaku intelektual. Memang perihal membuktikan adanya kesengajaan, motif dan niat menjadi tugas hakim di pengadilan untuk membuktikannya.

Anggota tim perumus RKUHP Muzakir angkat bicara. Ia berpandangan mesti dibedakan antara motif, niat dan tujuan. Misalnya seseorang melakukan kejahatan dengan motif memenuhi kebutuhan makan keluarga. Namun hukum pidana tetap dapat menjangkaunya. Penyidik kepolisian pun bakal menilai adanya niat jahat. Padahal, dalam hukum pidana perlu dikonstruksikan antara unsur kesengajaan dan kealpaan.

“Tapi ada terminologi keduanya, yakni sepatutnya menduga. Jadi setengah sengaha setengah alpa,” katanya.

Pengajar hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu berpandangan ketika terdapat korban akibat pelaku kejahatan, maka akan dilakukan konstruksi. Dalam kasus pengantar barang yang tidak mengetahui detail barang tersebut dan tidak adanya unsur kesengajaan maka tak dapat dimintakan pertangungjawaban secara hukum.

“Tapi kalau dia tahu isinya (itu barang yang diantar, -red) apa atau ditambah upahnya mungkin patut diduga. Gjek kalau misalnya tidak tahu sama sekali, bisa kita ketahui dari etika baik, etika tidak baik atau etika buruk. Sehingga ada motif kriminal persiapan berbuat kejahatan bsia diketahui,” ujarnya.

Di ujung pembahasan, Benny K Harman mewanti-wanti agar Panja dan pemerintah teliti dan tidak serampangan dalam merumuskan pasal demi pasal. Tujuannya RKUHP ketika diundangkan dapat melindungi masyarakat. “Kita harus hati-hati rumuskan ini (RKUHP, -red) ini untuk lindungi warga. Jangan sampai RKUHP dibuat untuk takut-takuti orang-orang,” pungkas politisi Partai Demokrat itu.

Tags:

Berita Terkait