Dijatuhi Sanksi Etik, Arief Hidayat: Tanya Saja ke Dewan Etik
Utama

Dijatuhi Sanksi Etik, Arief Hidayat: Tanya Saja ke Dewan Etik

Merasa tidak etis kalau membela diri di hadapan publik karena perilaku hakim konstitusi sudah dijaga Dewan Etik.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Ketua MK Arief Hidayat. Foto: RES
Ketua MK Arief Hidayat. Foto: RES
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat enggan mengomentari sanksi etik yang dijatuhkan kepadanya lantaran pernah mengeluarkan memo katebelece kepada Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan Widyo Pramono untuk menitipkan keponakannya, M. Zainur Rochman yang berprofesi sebagai jaksa pada Kejaksaan Negeri Trenggalek.

“Itu nanti tanya Dewan Etik MK yang bisa menjelaskan,” kata Arief usai menerima kunjungan Presiden MK Austria, Prof Gerhart Holzhinger di gedung MK, Senin (02/5).

Arief mengatakan dirinya merasa tidak etis kalau membela diri di hadapan publik. “Saya kalau membela diri tidak baik karena kita sudah dijaga Dewan Etik. Nanti tanya saja Dewan Etik, ketuanya Pak Mukhtie,” tegasnya.

Namun, saat dikonfirmasi Ketua Dewan Etik Abdul Muktie Fadjar tidak bisa dihubungi. Hingga berita ini diturunkan upaya hukumonline, menghubungi telepon selular Abdul Mukhtie Fadjar tidak membuahkan hasil alias tidak direspon.

Kasus ini bermula adanya pemberitaan media nasional yang menyebutkan adanya dugaan Ketua MK Arief Hidayat membuat memo katabelece/surat pengantar, pada Januari 2016, yang ditujukan kepada R Widyo Pramono. Dalam pemberitaan itu intinya Arief meminta bantuan promosi M. Zainur Rochman yang masih famili sang ketua MK itu.

Dalam pemberitaan itu tertulis “Saya hadapkan famili saya yang mengantar berkas ini bernama M. Zainur Rochman. Ybs adalah Jaksa di Kejari Trenggalek dengan jabatan Kasie Perdatun dengan pangkat Jaksa Pratama/Penata Muda IIIc. Mohon titip dan dibina dijadikan Anak Bapak.

Saat diperiksa Dewan Etik dan saksi-saksi lain, Arief mengakui pernah meminta tolong Zainur mengantarkan dokumen hasil penilaian karya ilmiah Widyo Pramono sebagai syarat pengusulan calon guru besar di Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dari dokumen itu sekaligus melampirkan surat/memo tertanggal 16 April 2015 yang diantaranya berisi pesan agar M. Zainur Rochman “dibina sebagai anak bapak”.

Pesan ini dimaksudkan agar Widyo sebagai jaksa senior yang bakal menjadi guru besar dapat membimbing Zainur dalam rangka meningkatkan integritas dan ilmu pengetahuan yang dimiliki. Jadi, memo itu bukan untuk menitipkan atau meminta bantuan Widyo agar bisa mempromosi atau memutasi tanpa memperhatikan persyaratan yang semestinya. Lagipula, kewenangan promosi-mutasi ada pada Jaksa Agung Muda Pembinaan.

Dalam memonya tertulis “Saya hadapkan famili saya yang mengantar berkas ini bernama M. Zainur Rochman. Ybs adalah Jaksa di Kejari Trenggalek dengan jabatan Kasie Perdatun dengan pangkat Jaksa Pratama/Penata Muda IIIc. Mohon titip dan dibina dijadikan Anak Bapak.

Dalam keputusannya, Dewan Etik tak sependapat dengan pembelaan atau klarifikasi Arief. Sebab, bagaimanapun isi memo itu bisa menimbulkan multiintepretasi negatif. Meski Dewan Etik belum menemukan motif sesungguhnya dari butir dua memo tersebut, tetapi tindakan ini menunjukkan kekuranghati-hatian Hakim Terlapor dalam membuat memo yang isinya bisa ditafsirkan negatif bagi seseorang yang baru saja dikenal.

Lepas dari itu, menurut Dewan Etik, tindakan Hakim Terlapor itu tidak sesuai Kode Etik Prinsip Keempat “Kepantasan dan Kesopanan”, penerapan butir kedelapan berbunyi: “Hakim Konstitusi dilarang memanfaatkan atau memberikan kesempatan kepada orang lain untuk memanfaatkan wibawa Mahkamah bagi kepentingan pribadi Hakim Konstitusi atau anggota keluarganya, atau siapapun juga…..”.

“Hakim Terduga telah melanggar Kode Etik, Prinsip Keempat ‘Kepantasan dan Kesopanan’, penerapan butir 8,” sebut Majelis Dewan Etik dalam keputusannya.

Dewan Etik pun mengingatkan Hakim Terduga selaku Ketua MK harus selalu menjadi tauladan dalam mematuhi Kode Etik serta senantiasa menjaga wibawa dan marwah MK.“Hal yang meringankan yaitu Hakim Terduga mengakui perbuatannya. Motif dan niatnya baik untuk mendorong seseorang terus belajar untuk meraih kemajuan serta tidak terbukti tindakannya untuk tujuan yang negatif.”
Tags:

Berita Terkait