Lima Poin Revolusi Mental Tipikor ala Bareskrim Polri
Berita

Lima Poin Revolusi Mental Tipikor ala Bareskrim Polri

80 persen penyidik Tipikor Bareskrim Polri pernah bekerja di KPK.

Oleh:
MYS
Bacaan 2 Menit
Bareskrim Mabes Polri. Foto: SGP
Bareskrim Mabes Polri. Foto: SGP
Budaya kerja penyidikan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah terbawa ke Direktorat Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri. Penyidik yang bermain-main akan diproses. Pemeriksaan saksi dan tersangka dilakukan sebagaimana yang dilakukan penyidik di KPK.

Begitulah pengakuan Komisaris Besar (Polisi) Ade Deriyan saat menjadi pembicara dalam semiloka Nasional Partisipasi Publik dalam Peningkatan Kualitas Tata Kelola Penanganan Kasus Korupsi, di Jakarta, Selasa (03/5) kemarin. Penyidik sekaligus pejabat di Direktorat Tipikor Bareskrim Mabes Polri itu mengatakan suasana penyidikan perkara korupsi di KPK terbawa ke Mabes Polri antara lain karena sebagian besar penyidik di sana pernah bertugas di KPK. “80 persen penyidik Tipikor Bareskrim berasal dari KPK,” ujar perwira menengah polisi ini.

Ade sendiri pernah bertugas di KPK, dan pernah menangani penyidikan dugaan korupsi yang dilakukan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dengan latar belakang demikian, tak mengherankan budaya kerja di KPK terbawa ke Bareskrim. “Yang beda gajinya saja,” ujarnya, disambut gelak tawa peserta semiloka.

Ade juga menyampaikan lima poin revolusi mental yang sedang dikembangkan di Direktorat Tipikor Bareskrim. Pertama, pembangunan integritas para penyidik tipikor. Penyidik yang mempermain-mainkan perkara, seperti menghilangkan barang bukti, akan diproses. Kedua, kebebasan berpendapat yang bertanggung jawab. Di KPK, para penyidik punya kebebasan untuk berpendapat mengenai perkara, dan mengajukan argumentasi, yang mungkin berbeda dari pimpinan. Menurut Ade, para penyidik Tipikor Bareskrim juga bebas memberikan pandangan argumentasi dan dalil-dalil yang dapat dipertanggungjawabkan.

Ketiga, transparansi anggaran kegiatan. Penyidikan tipikor Polri memiliki anggaran yang lebih rendah dibanding anggaran penyidikan KPK. Kalau ada perkara yang membutuhkan anggaran besar dan kompleksitas tinggi bisa berkoordinasi dengan KPK. Yang paling penting, penggunaan anggaran harus transparan.

Keempat, peningkatan profesionalitas personil penyidik tipikor. Bareskrim mengikutsertakan para penyidik dalam berbagai pelatihan penyidikan, termasuk di KPK. Kelima, transparansi penanganan perkara korupsi. Pada tahun 2015, Direktorat Tipikor Bareskrim menerima 1198 laporan kasus. Dari jumlah itu dalam proses penyidikan  754 kasus, sudah lengkap alias P-21 407 kasus, dengan kerugian negara senilai 2,4 triliun rupiah.

Tetapi benarkah budaya penyidikan di KPK sudah diadopsi ke ruang penyidikan Tipikor Bareskrim? “Boleh dicek,” kata Ade Derian.
Tags:

Berita Terkait