PSHK: Nurhadi Sudah Bisa Ditetapkan Tersangka
Berita

PSHK: Nurhadi Sudah Bisa Ditetapkan Tersangka

Bahkan bisa dijerat pasal berlapis.

Oleh:
ANT
Bacaan 2 Menit
Peneliti PSHK Miko Susanto Ginting. Foto: pshk.or.id
Peneliti PSHK Miko Susanto Ginting. Foto: pshk.or.id
Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia menilai Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi sudah bisa ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap pengurusan perkara yang melibatkan seorang pejabat MA dan panitera PN Jakarta Pusat. Peneliti PSHK Miko Susanto Ginting membeberkan sejumlah hal dapat menjadi dasar untuk penetapan tersangka.

"Nurhadi kan kena pencegahan dan penyitaan, itu kan upaya paksa dan itu bukti permulaan yang cukup untuk dijadikan tersangka," kata peneliti PSHK Miko Susanto Ginting saat dihubungi dari Jakarta, Kamis (5/5).

Terlebih, lanjut Miko, jika dirunut, yang bersangkutan telah banyak melakukan pelanggaran hukum antara lain dugaan korupsi (penyuapan), dugaan tindak pidana pencucian uang dan dugaan menghalang-halangi upaya operasi tangkap tangan KPK baik oleh keluarga, maupun oknum kepolisian. Serangkaian perbuatan ini bisa menjadi alasan dijeratnya pasal berlapis.

"Ketiga pasal itu bisa dikenakan secara berlapis. Dengan demikian gradasi (tingkatan)-nya sudah sangat tinggi untuk ditetapkan sebagai tersangka," ujar dia.

KPK juga, lanjut Miko, harus cepat dan tepat dalam menangani kasus ini, pasalnya menurut Miko, kasus dugaan korupsi berbeda dengan kasus lainnya terutama tindak kriminal biasa. "Dalam korupsi itu, selalu ada kuasa yaitu kuasa kewenangan, kapital, sumber daya jabatan," katanya.

Dengan kuasa itu, Miko mengatakan, bisa ada pengkonsolidasian kekuatan untuk penghilangan barang bukti dan pengkondisian saksi yang potensial untuk ditanya. "Kalau tidak cepat-cepat KPK menanganinya, bisa hilang barang bukti yang penting," ucapnya.

KPK beberapa waktu lalu menangkap Andri Tristianto yang merupakan seorang pegawai Mahkamah Agung dan Edy Nasution yang merupakan panitera di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Keduanya ditangkap dalam perkara terpisah karena diduga menerima suap untuk pengurusan perkara.

Dalam kasus Edy Nasution, Sekretaris MA Nurhadi ikut terseret dalam kasus tersebut. Dari hasil operas tangkap tangan (OTT) Edy dan Doddy Aryanto Supeno, KPK menyita uang sejumlah Rp50 juta. Pemberian uang Rp50 juta itu diduga bukan yang pertama kali. Pemberian pertama, yaitu sebesar Rp100 juta diduga dilakukan pada Desember 2015. Sementara, pemberian yang dijanjikan kepada Edy adalah sebanyak Rp500 juta, tetapi belum terpenuhi semuanya.

Pemberian uang diduga berkaitan dengan permohonan PK suatu perkara perdata yang didaftarkan di PN Jakarta Pusat. Namun, KPK belum mau mengungkapkan perkara perdata apa yang dimaksud karena penyidik masih melakukan pendalaman. Yang pasti, perkara perdata itu menyangkut dua perusahaan.

KPK menganggap kasus Edy merupakan pembuka untuk kasus yang lebih besar. KPK telah menggeledah kantor PT Paramount Enterprise International, kantor di PN Jakarta Pusat, serta rumah dan ruang kerja Nurhadi di MA. KPK juga telah mencegah Nurhadi dan Chairperson Chairperson PT Paramount Enterprise International, Eddy Sindoro berpergian ke luar negeri.

Ketika menggeledah rumah Nurhadi, KPK menemukan uang sekitar Rp1,7 miliar yang terdiri dari pecahan rupiah dan mata uang asing, yakni AS$37.603, Sing$85.800, ¥170.00, Saudi Arabia Riyal (SAR)7.501, Euro 1.335, dan Rp354,3 juta. Meski uang-uang itu sudah disita KPK, penyidik masih mendalami sumber uang tersebut.
Tags:

Berita Terkait