Pemerintah Minta Penegakan Hukum Kasus Incest Harus Tegas
Berita

Pemerintah Minta Penegakan Hukum Kasus Incest Harus Tegas

Walaupun kasus incest umumnya lebih sulit ditangani, karena biasanya ada upaya menutup-nutupi kejadian yang sebenarnya.

Oleh:
ANT
Bacaan 2 Menit
Pemerintah Minta Penegakan Hukum Kasus Incest Harus Tegas
Hukumonline
Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan,kasus persetubuhan sedarah (incest) harus mendapatkan penegasan dan perhatian serius dalam proses hukum. "Ini problem lain lagi dari kasus pemerkosaan terhadap anak, karena pelakunya adalah orang tua atau saudara kandung," katanya di Gorontalo, Kamis(5/5).

Menurutnya,kasus incest akan lebih sulit untuk ditangani, karena biasanya ada upaya menutup-nutupi kejadian yang sebenarnya dan keluarga akan meminta maaf dalam persidangan."Nanti kalau sudah tidak tahan baru korban melapor. Incest itu pelaku tertinggi adalah ayah kandung, kemudian ayah tiri, lalu kakak kandung atau orang terdekat lainnya," katanya.

Biasanya, lanjut Khofifah,kasus incest dalam bentuk pemerkosaan terjadi dalam waktu lama, dan korban baru melapor saat tidak tahan dengan perlakuan pelaku. Ia berharap dalam kasus incest, pengadilan bisa menjatuhkan hukuman maksimal untuk memberikan efek jera terhadap pelaku.

Sebelumnya, Khofifah juga menilai saatnya ada hukuman sosial bagi pelaku pemerkosaan terhadap anak, misalnya dengan mempublikasikan foto pelaku kepada khalayak. "Saya pernah menyampaikan sebelumnya dan hal ini sudah dilakukan di berbagai negara. Foto wajah pelaku harus dipublis, termasuk di media sosial," tukasnya.

Selain itu, juga bisa dilakukan dengan hukum kebiri. Di beberapa negara, lanjutnya, kebiri dilakukan dengan mengoleskan zat kimia untuk mengurangi hasrat seksual para pelaku tersebut. Zat kimia tersebut memiliki masa berlaku yang bervariasi 10 hingga 20 tahun, sehingga dianggap efektif untuk menekan jumlah pemerkosaan terhadap anak.

Untuk sekedar diketahui, dalam KUHP telah diatur sanksi pidana untuk kasus pemerkosaan atau persetubuhan yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak (termasuk anak kandung). Pertama, Pasal 287 KUHP mengenai pemerkosaan anak yang belum berumur 15 tahun. Pasal itu berbunyi, “Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun, atau kalau umumnya tidak jelas, bahwa belum waktunya untuk dikawin, diancam dengan pidana penjarapaling lama sembilan tahun.”

Ayat duanya menyebutkan, Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali jika umur wanita belum sampai dua belas tahun atau jika ada salah satu hal berdasarkan pasal 291 dan pasal 294."

Sedangkan yang kedua, dijerat Pasal 294 KUHP, yang berbunyi, “Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya, anak angkatnya, anak di bawah pengawasannya yang belum dewasa, atau dengan orang yang belum dewasa yang pemeliharaannya, pendidikan atau penjagaannya diserahkan kepadanya ataupun dengan bujangnya atau bawahannya yang belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.”

Selain itu, sejak berlakunya UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, disebutkan bahwa pelaku pemerkosa anak (termasuk anak kandung) dapat dijerat dengan Pasal 81 ayat (1) jo. Pasal 76D.

Pasal 76D menyebutkan, “Setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasanmemaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.”Sedangkan Pasal 81 ayat (1) menyebutkan, “Setiap orangyang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Tags:

Berita Terkait