Ini yang Perlu Diperhatikan Pemerintah Sebelum Terbitkan Perppu Kebiri
Berita

Ini yang Perlu Diperhatikan Pemerintah Sebelum Terbitkan Perppu Kebiri

Memasukan jenis kejahatan anak ke dalam kategori kejahatan luar biasa akan memiliki dampak yang luar biasa.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Ini yang Perlu Diperhatikan Pemerintah Sebelum Terbitkan Perppu Kebiri
Hukumonline
Pemerintah berencana menerbitkan Peraturan Pengganti Perundangan-Undangan (Perppu) terkait penanganan kejahatan seksual antara lain dengan hukuman pengebirian pelaku. Sejumlah sanksi hukuman pemberatan, mulai dari pengebirian hingga hukuman mati dinilai bakal dapat menimbulkan efek jera. Terhadap rencana itu, masyarakat terbelah pandangan menjadi dua, antara pendukung dan menolak rencana tersebut.

Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengatakan, rencana penerbitan Perppu mesti dipandang dari berbagai aspek. Meski Hidayat sependapat dengan penerbitan Perppu tersebut, pembahasan dan pengkajian mesti mendalam. Ia menilai wacana hukuman mati terhadap pelaku, faktanya di lapangan masih terjadi peristiwa kekerasan seksual terhadap anak.

“Janganlah ini menjadi hanya Perppu saja. Sebab, saya khawatir ini kalau memang Perppu, Indonesia lagi darurat. Apa-apa dengan Perppu. Harusnya kembalikan pada dasar bahwa ini negara hukum,” ujarnya di Gedung MPR.

Menurutnya, persoalan penanganan melalui aturan hukum tak berhenti di tingkat Perppu. Ia berpandangan bila saja Perppu diterbitkan kemudian disahkan menjadi UU, maka mesti dimasukan ke dalam UU No.35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Setidaknya UU Perlindungan Anak mesti di revisi. Dengan begitu, ketika hakim menangani perkara asusila terhadap anak menggunakan UU Perlindungan Anak versi terbaru.

Hidayat yang tercatat sebagai anggota Komisi VIII itu mengatakan, setiap kejahatan terhadap anak tidak melulu mengarah pada seksual. Kasus Angeline di Bali, bukan karena seksual. Makanya, tidak melulu sanksi hukuman dengan pengebirian. Terkait dengan wacana penggunaan microchip diterapkan terhadap mereka yang sudah terbukti melakukan kejahatan seksual terhadap anak.

“Sekali lagi pemerintah mengeluarkan Perppu betul-betul mesti menjawab kondisi darurat ini. Jangan dengan adanya Perppu ini, calon penjahat malah tertawa. Hanya 20 tahun, hukuman mati saja tidak takut,” kata politisi Partai Keadilan Sejahtera itu.

Ketua Komisi VIII Saleh Partaonan Daulay mengatakan, pemerintah di bawah komando Presiden Joko Widodo mesti mempertimbangkan dan mengkaji mendalam rencana penerbitan Perppu, khususnya terkait dengan istilah kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Ia berpandangan memasukan jenis kejahatan anak masuk dalam kategori kejahatan luar biasa akan memiliki dampak yang luar biasa.

Kejahatan luar biasa, kata Saleh, mesti berkaitan dengan situasi dan kegentingan yang memaksa. Oleh sebab itulah Presiden tak boleh serampangan menerbitkan Perppu. Meski Perppu menjadi ranah kewenangan presiden, namun Perppu mesti terdapat UU terkait sebelumnya sebagai cantolan.

“Kebiri kan belum ada UU-nya.Kecuali, kalau yang dimaksud untuk mengganti UU No.35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak (PA), maka Perppu kebiri tersebut bisa dimasukkan ke dalam revisi UU PA karena Perppu itu mengadopsi UU yang sudah ada” ujarnya dalam sebuah diskusi di Gedung DPR.

Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu berpandangan, selain adanya UU Perlindungan Anak, masih terdapat RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) yang masuk dalam daftar Prolegnas 2015-2019 dengan nomor urut 167 dari total jumlah 169 RUU. Meski tidak masuk dalam daftar Prolegnas prioritas 2016, desakan agar Baleg memasukan RUU PKS ke dalam daftar Prolegnas 2016 kian menguat setelah muncul kasus pemerkosaan terhadap anak di bawah umur bernama Yuyun di Bengkulu.

Ia khawatir bila tidak diharmonisasikan dengan UU Perlindungan Anak, RUU PKS akan menjadi tumpang tindih. Meski semangat RUU PKS sebagai payung hukum dalam menindak kejahatan seksual terhadap anak, mesti di kaji mendalam. UU No.35 Tahun 2014 tentang Perlindungan meski sudah diundangkan, ironisnya hingga kini belum juga terdapat aturan turunan berupa Peraturan Pemerintah.

“Jadi, untuk apa mengesahkan UU yang baru kalau tidak ada PP-nya, karena UU itu nanti tidak bisa dijalankan di masyarakat. Ini menunjukkan bahwa Pemerintah belum maksimal dalam merespon isu-isu kejahatan seksual anak. Tapi, kalau Perppu Kebiri ini didukung secara nasional, DPR pasti mendukung,” ujarnya.

Terkait pemberatan hukuman pengebirian berupa disfungsi seksual terhadap pelaku, mengharuskan seorang dokter melanggar kode etik kedokteran. Terlebih, pengebirian berlaku tidak permanen. Tak hanya itu, hal lain yang perlu dikaji yakni anggaran. Menurutnya sekali suntik kebiri membutuhkan dana sebesar Rp700 ribu hingga Rp7 juta

“Kalau dipenjara 5 tahun, setiap 3 bulan disuntik, maka membutuhkan biaaya sekitar Rp 20 juta. Sementara untuk operasi testis biayanya Rp 20-40 juta. Kalau dipasang chip, berapa yang dibutuhkan, dan siapa yang memantau? Semua itu harus dikaji dengan matang,” katanya.

Sementara Aliansi 99 yang terdiri dari puluhan organisasi masyarakat sipil melayangkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo. Dalam suratnya, Aliansi menolak dimasukannya hukuman pengebirian dalam Perppu yang sedang disusun tim dari pemerintah. “Kami keberatan dengan rencana tersbut, karena beberapa hal. Namun yang utama adalah kebijakan tersebut tidak layak didorong karena situasi emosional semata,” sebut aliansi dalam surat terbuka yang diterima hukumonline.

Aliansi berpandangan penggunaan hukuman kebiri dengan metode chemical castration tidak pernah berhasil menurunkan angka kejahatan seksual di negara-negara yang menerapkan hukuman tersebut. Dengan kata lain, penerapan hukuman kebiri bentuk aturan yang buruk. Sebaliknya, rencana presiden dinilai Aliansi bukan sebuah solusi. Namun sengaja melompati akar masalah yang justru dihadapi para korban kejahatan seksual.

“Yang lebih memprihatinkan lagi, rancangan Perppu yang disusun tim bapak -presiden- justru melupakan nasib korban kejahatan seksual. Tidak ada satu pun pasal yang menaruh perhatian akan hak-hak korban kejahatan seksual,” tutup Aliansi.

Tags:

Berita Terkait