2 Masalah Utama di Balik Wacana Perppu Kebiri
Berita

2 Masalah Utama di Balik Wacana Perppu Kebiri

Sampai saat ini tidak ada kajian yang menunjukkan bahwa sanksi kebiri mampu secara efektif menekan tindakan kekerasan seksual.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Foto: SGP
Foto: SGP
Wacana hukuman kebiri atau kastrasi terhadap pelaku kejahatan seksual kembali menghangat seiring dengan terungkapnya kasus seorang siswi di Bengkulu yang menjadi korban perkosaan dan pembunuhan. Rencananya, Pemerintah akan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang yang mengatur tentang sanksi kebiri (Perppu Kebiri).

Menanggapi wacana Perppu Kebiri, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) tegas menentang. Menurut PSHK, wacana Perppu Kebiri mengandung dua aspek masalah yakni materil dan formil. Dari aspek materil, Perppu Kebiri dinilai berpotensi melanggar prinsip HAM.

“Alih-alih menawarkan solusi mujarab, Pemerintah justru mendorong jalan keluar yang kontraproduktif berupa penerbitan Perppu,” kata peneliti PSHK, Fajri Nursyamsi, dalam siaran pers yang diterima hukumonline, Minggu (15/5).

Ditegaskan Fajri, Perppu Kebiri dapat berdampak pada hilangnya hak seseorang untuk melanjutkan keturunan dan terpenuhi kebutuhan dasarnya yang dijamin dalam UUD 1945. Selain itu, sampai saat ini tidak ada kajian yang menunjukkan bahwa sanksi kebiri mampu secara efektif menekan tindakan kekerasan seksual.

“Kekerasan seksual adalah hal kompleks yang tidak bisa serta merta hilang dengan mengebiri pelaku,” ujarnya.

Sebagai komparasi, Fajri menyebut pengalaman California di Amerika Serikat yang meneraPerppu Kebirian kebijakan sanksi kebiri atas pelaku kekerasan seksual. Di negara bagian yang terkenal dengan Golden State Bridge itu, penerapan sanksi kebiri justru dikecam setelah berjalan selama 20 tahun.

Kalangan yang mengkritik mempersoalkan penerapan sanksi kebiri yang tidak membedakan usia pelaku dari anak sampai dewasa. Selain itu, efektivitasnya pun dipertanyakan. Sanksi kebiri dinilai hanya akan berdampak pada pelaku yang sudah melakukan kekerasan seksual, bukan pada calon pelaku yang justru perbuatannya harus mampu dicegah.

“Selain itu, sampai saat ini tidak ada kajian yang menunjukkan bahwa sanksi kebiri mampu secara efektif menekan tindakan kekerasan seksual. Kekerasan seksual adalah hal kompleks yang tidak bisa serta merta hilang dengan mengebiri pelaku,” papar Fajri.

Dari aspek formil, pilihan bentuk perppu sebagai dasar hukum sanksi kebiri juga bermasalah. Menurut Fajri, gagasan Perppu Kebiri tidak didasari pertimbangan yang kuat akan pemenuhan syarat hal ihwal kegentingan yang memaksa, yang menjadi syarat pembentukan Perpu oleh Presiden.

PSHK menduga bentuk Perpu untuk sanksi kebiri dipilih hanya karena ingin peraturan segera berlaku, yang justru mengenyampingkan prinsip demokrasi dalam pembentukannya. Pilihan perppu juga dianggap minim pertanggungjawaban karena perppu hanya disusun sepihak oleh Pemerintah, sementara pengaturan yang akan mengikat seluruh warga negara dengan membatasi HAM seharusnya dibahas bersama DPR.

“Keputusan untuk memilih bentuk peraturan tidaklah hanya didasarkan pada durasi proses pembentukan, tetapi juga harus memikirkan seberapa jauh peraturan itu memberikan solusi atas permasalahan,” kata Fajri.

Dia menambahkan, gagasan pembentukan suatu perppu harus dihindari. Sebaiknya, dalam hal membentuk peraturan yang akan membatasi hak warga negara, Pemerintah harus selalu mengutamakan pembahasannya bersama DPR dalam bentuk RUU.

“Kekerasan seksual pada anak jelas merupakan kejahatan serius, tetapi menanggulanginya dengan membentuk Perppu Kebiri tidak akan menghilangkan permasalahan. Pemerintah perlu mempercepat agenda pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual agar prosedur penyelesaian masalah ini menjadi lebih demokratis, melibatkan pemangku kepentingan yang lebih luas, serta menghasilkan solusi yang lebih nyata,” tuturnya.

Turut menentang, Aliansi 99 dan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) meminta Presiden Jokowi mempertimbangkan lagi Perppu Kebiri yang sudah dipastikan akan salah sasaran tersebut. Aliansi 99 Tolak Perppu Kebiri mendorong agar pemerintah lebih berfokus pada agenda besar penyelamatan anak korban kekerasan seksual.

“Langkah awal bisa dilakukan dengan melupakan bisikan rencana Perppu Kebiri dan beranjak pada persoalan pemulihan anak korban kekerasan seksual yang lebih mendesak,” sebut Aliansi 99 dan ICJR dalam siaran pers.
Tags:

Berita Terkait