Begini Pandangan 6 Bacaketum INI Soal Money Politic dan Sengketa Kongres
Berita

Begini Pandangan 6 Bacaketum INI Soal Money Politic dan Sengketa Kongres

Seluruh bacaketum sepakat satu suara, tolak money politic!

Oleh:
NNP
Bacaan 2 Menit
Spanduk pesan larangan money politics dalam Kongres XXII INI di Palembang. Foto: NNP
Spanduk pesan larangan money politics dalam Kongres XXII INI di Palembang. Foto: NNP
Penyelenggaraan Kongres XXII Ikatan Notaris Indonesia (INI) memasuki hari kedua. Pada hari ini, akan dibuka pemilihan Ketua Umum INI periode 2016-2019. Namun, sebelum pemilihan, terdapat satu sesi tentang sosialisasi atau kampanye bagi para bakal calon ketua umum (bacaketum). Tujuannya agar peserta bisa lebih mengenal jauh masing-masing kandidat.

Dalam sesi sosialisasi, para bacaketum tampil sesuai dengan nomor urut yang diundi sebelum acara dimulai. Masing-masing calon diminta memaparkan pendapatnya sesuai dengan tema yang ditetapkan oleh Tim Pemilih selama 15 menit. Ada dua tema yang diangkat, yakni terkait pandangan bacaketum praktik money politic dan tentang gugatan terhadap hasil kongres ke pengadilan pasca dibentuk Mahkamah Perkumpulan.

Merujuk pada ketentuan sosialisasi bacaketum, dalam sesi ini semestinya juga dilakukan lempar pertanyaan antar bacaketum dengan bacaketum lainnya. Namun, oleh karena acara ini sempat molor beberapa jam dari jadwal yang ditetapkan, akhirnya sesi tanya jawab antar para bacaketum ditiadakan dengan pertimbangan masih ada rangkaian acara penting, yakni pembukaan sidang pleno Kongres XXII INI.

Mendapat giliran pertama, Abdul Syukur Hasan tegas menolak praktik money politic. Syukur mengingatkan bahwa dugaan politik uang pernah terjadi pada Kongres XXI Yogyakarta. Dari sejarah itu, Syukur meminta agar kondisi serupa jangan terulang kembali. Untuk memerangi hal itu, dilakukan perbaikan beberapa poin dalam Anggaran Dasar (AD-INI) dan ART-INI dimana muncul peran Tim Verifikasi, Tim Pemilih, dan Tim Pengawas sebagai pengawas ketika ada kecurangan dari bacaketum dalam kongres.

“Kalau ada yang merasa saya bayari datang ke sini, jangan pilih saya,” ujar Syukur di Palembang, Jumat (20/5).

Terkait dengan sengketa kongres, Syukur tegas menyatakan bahwa tujuan dibentuknya Mahkamah Perkumpulan salah satunya agar sengketa dalam kongres bisa diselesaikan secara internal. Meski begitu, ia menghargai bahwa setiap orang punya hak untuk men-challenge itu ke ranah pengadilan semisal lewat Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Syukur sendiri akan menerima apapun hasil kongres, dan tidak akan membawa sengketa ke pengadilan.

“Mudah-mudahan Mahkamah Perkumpulan tidak bekerja karena hasilkan keputusan kongres terbaik. Semua punya hak gugat ke pengadilan, tapi secara etika organisasi itu tidak tepat. Saya terima semua hasil kongres,” tukasnya.

Hal senada juga disampaikan bacaketum yang mendapat giliran kedua, Herdimansyah Chaidirsyah. Menurutnya, money politic tak selalu terkait dengan pemberian uang. Misalnya, menyalahgunakan jabatannya untuk berkampanye juga tergolong sebagai politik uang meskipun hingga saat ini belum pernah terbukti ada praktik tercela itu dalam penyelenggaraan Kongres INI. “Saya Herdimansyah tolakcmoney politic. No Way politik uang buat saya,” tegasnya.

Akan tetapi, terkait dengan sengketa kongres ia punya pandangan berbeda. Meski keputusan yang diambil oleh Mahkamah Perkumpulan adalah bersifat final dan mengikat. Ia menilai setiap orang berhak untuk mempermasalahkan itu ke ranah pengadilan. Alasannya, berangkat dari dugaan kemungkinan pelaksanaan yang mungkin tidak dijalankan dengan baik oleh Tim Verifikasi, Tim Pemilih, dan Tim Pengawas terkait dengan penyelenggaraan kongres. “Itu sah-sah saja walaupun itu final dan binding,’ katanya.

Sementara itu, Risbert S Soeleiman pada giliran yang ketiga berpandangan bahwa praktik money politic yang terbukti mestinya juga dilacak hingga ke tim sukses para bacaketum. Sebab, Pasal 16 ayat (7) ART-INI melarang bacaketum untuk memberikan fasilitas bagi anggota untuk datang ke kongres. “Kita sudah tandatangani pakta integritas. Jadi pemimpin itu tidak harus dengan cara yang dilarang oleh ART-INI,” katanya.

Terkait dengan sengketa kongres, Risbert sepakat bahwa sengketa terkait pemilihan Ketua Umum mestinya tak perlu sampai ke pengadilan. Jika ada yang merasa dirugikan, tujuh hari setelah kongres dapat melakukan upaya ke Mahkamah Perkumpulan. “Jangan sedikit-sedikit ke polisi, sedikit-sedikit ke pengadilan. Ini adalah ranahnya organisasi. Dan kalau terjadi sengketa, cukuplah di Mahkamah Perkumpulan,” tegasnya.

Bacaketum yang keempat, Julius Purnawan juga mengklaim pencalonannya kali ini murni tanpa adanya politik uang. Menurutnya, jika ada bacaketum yang ‘bermain’, itu hanya akan menambah masalah bagi organisasi profesi notaris. Ini dampaknya tak cuma dialami notaris itu sendiri, melainkan lebih luas. Profesi notaris akan tercoreng jika dalam kongres terbukti bermain uang.

Selain itu, berkaitan dengan sengketa kongres ia cukup keras menyuarakan agar ketika terjadi sengketa untuk diselesaikan lewat Mahkamah Perkumpulan. Ia berpendapat, jika tidak setuju dengan keberadaan Mahkamah Perkumpulan, mestinya yang bersangkutan sejak awal dibahas memberikan masukan dan solusi yang dirasa lebih tepat.

“Sangat memalukan, sedikit-sedikit bawa ke pengadilan. Di mana harkat dan martabat kita? Harus gentle dong kalau terbukti,” kata Julius.

Giliran kelima, Firdhonal juga sepakat agar sengketa kongres diselesaikan secara internal tanpa perlu dibawa keluar. Menurutnya, sepanjang bisa diselesaikan dalam Mahkamah Perkumpulan tak perlu lagi dibawa ke ranah pengadilan. “Tak perlu dibawa keluar,” singkatnya.

Terakhir giliran Yualita Widyadhari. Satu-satunya perempuan dalam bacaketum ini punya pandangan yang sama dengan Herdimansyah. Menurutnya, juga mesti ditelusuri apakah ada permainan itu lewat tim sukses. Selain itu, money politic versinya juga termasuk di dalamnya penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan pribadi saat berkampanye. “Makanya saya waktu itu vacuum jadi Sekretaris Umum PP INI,” katanya.

Berkaitan dengan sengketa kongres, Yualita sepakat bahwa ketika ada sengketa akan menempuh jalur penyelesaian di Mahkamah Perkumpulan sepanjang diputuskan secara objektif. Sebab, ia mengkritisi anggota Mahkamah Perkumpulan karena di dalamnya terdapat bacaketum, yakni Abdul Syukur Hasan yang juga masuk dalam anggota Mahkamah Perkumpulan mewakili unsur PP INI. “Ini bisa jadi conflict of interest karena Pak Syukur jadi anggota. Tapi setiap anggota punya hak gugat kalau Mahkamah Perkumpulan tidak transparan prosesnya,” katanya.

Untuk diketahui, Mahkamah Perkumpulan terbentuk pasca Kongres Luar Biasa di Banten. Di mana pada Pra Kongres Makasar pada tahun 2015 telah ditetapkan anggotanya, yakni Habib Adjie sebagai Ketua merangkap anggota, I. D. N. Agung Diatmika sebagai Wakil Ketua merangkap anggota, dan Erna Anggraini sebagai Sekretaris merangkap anggota. Lalu para anggota antara lain Alia Gani, Abdul Syukur Hasan, Badar Baraba, Kemas Abdullah, Sugianto, dan Arry S.
Tags:

Berita Terkait