Anggotanya Dijadikan Terdakwa, Ini Sikap PERADI
Berita

Anggotanya Dijadikan Terdakwa, Ini Sikap PERADI

Untuk membantu menyelesaikan kasus ini, PERADI kepengurusan Fauzie Yusuf Hasibuan siap menjalin komunikasi dengan organisasi notaris, seperti Ikatan Notaris Indonesia.

Oleh:
KAR
Bacaan 2 Menit
Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) PERADI, Fauzie Yusuf Hasibuan. Foto: RES
Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) PERADI, Fauzie Yusuf Hasibuan. Foto: RES
Dua advokat Sudarmono dan Sutarji tengah duduk sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Keduanya didakwa melanggar Pasal 263 serta Pasal 311 dan 317 KUHP juncto Pasal 55 KUHP. Dua advokat yang terdaftar sebagai anggota Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Sidoarjo, Jawa Timur, itu terjerat kasus dugaan pemalsuan surat dan penghinaan setelah dilaporkan oleh seorang notaris.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) PERADI Fauzie Yusuf Hasibuan mengatakan bahwa pihaknya prihatin terhadap proses penegakan hukum di Indonesia saat ini. Ia mengatakan, kasus yang membelit Sudarmono dan Sutarji merupakan kriminalisasi advokat yang bisa menimbulkan efek penegakan hukum Indonesia tidak dipercaya, terutama dalam kerangka Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

Sebab menurutnya, kasus itu menunjukkan bahwa penegakan hukum Indonesia sudah terancam lantaran para aparat penegak hukumnya sudah tidak saling bekerja sama dengan baik dalam penegakan hukum.

“Sutarji dan Sudarmono ini diperkarakan dalam konteks keduanya sedang dalam melaksanakan tugas profesinya. Tetapi persoalannya, kan bisa diukur apakah ketika dia melaksanakan tugasnya dilakukan dengan iktikad baik atau tidak. Untuk menentukan kesalahannya itu dengan sidang etik,” ujar Fauzie kepada hukumonline, Jumat (20/5).

Fauzie juga menyayangkan polisi yang langsung memproses laporan terhadap keduanya. Padahal, PERADI dan Kepolisian memiliki nota kesepakatan bahwa jika ada laporan polisi terhadap advokat maka terlebih dahulu dilakukan pemanggilan oleh DPC PERADI untuk dilakukan sidang etik. Jika terbukti bersalah, barulah diproses dalam ranah pidana.

“Dewan Kehormatan yang menguji, bukan langsung diproses secara pidana. Ada keinginan sekali untuk menyidangkan suatu proses yang sebetulnya belum jelas secara etika salah atau tidak. Saya menyesalkan tindakan penegak hukum yang semacam itu,” tandas Fauzie.

Menurut Fauzie, masih dimungkinkan perkara ini ditunda dulu sampai pada proses pemeriksaan etika profesi. Ia menilai tindakan hakim yang paling arif dalam menyikapi kasus ini adalah membuat putusan sela untuk melihat apakah aspek proses pelaporan kode etiknya sudah dilakukan atau tidak, serta bagaimana hasilnya.

Di sisi lain, Fauzie juga menilai seharusnya para notaris mengetahui dugaan pelanggaran yang dilakukan advokat selama menjalankan tugas seharusnya diproses dalam sidang etik terlebih dahulu sebelum masuk ranah pidana. Ia mengingatkan, tanpa diberitahu oleh PERADI, notaris punya kewajiban untuk mengetahui bahwa pengujian mengenai iktikad baik itu dilakukan oleh dewan kehormatan terlebih dahulu. Bukan polisi atau pengadilan yang mengujinya.

“Iktikad baik itu yang mengujinya adalah dewan kehormatan. Kalau dinyatan bersalah oleh dewan kehormatan, barulah proses pidananya bisa jalan. Jadi kalau notaris itu tidak tahu hal ini, terlihat bahwa dia tidak memberikan pemahaman terhadap profesi yang sebenarnya,” tambahnya.

Fauzie menjelaskan, pihaknya akan siap jika dalam kasus ini PERADI harus menjalin komunikasi dengan organisasi notaris seperti Ikatan Notaris Indonesia (INI). Ia akan dengan tangan terbuka menyampaikan kepada INI berkaitan dengan mekanisme pengujian etika profesi advokat sebelum disidang secara pidana.

“Kalau memang menjadi suatu keperluan organisasi, saya tidak ada masalah. Kalau memang ini dipentingkan, saya akan langsung menyampaikan ke INI,” tuturnya.

Fauzie mencontohkan, pihaknya telah menjalin komunikasi dengan Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT). Hasil komunikasi kedua organisasi itu adalah kerja sama antara PERADI dengan IPPAT. Menurut Fauzie, PERADI akan senantiasa memberikan bantuan hukum jika PPAT mendapat persoalan terkait dengan litigasi dalam pelaksanaan profesi mereka.

Wakil Ketua Umum DPN PERADI kepengurusan Fauzie Yusuf Hasibuan, Jamaslin James Purba menambahkan pihaknya telah memberikan bantuan hukum kepada Sudarmono dan Sutarji sejak awal mereka ditetapkan sebagai tersangka. Menurut James, PERADI aktif memberikan bantuan hukum bagi keduanya, terutama berupa pendampingan dalam proses beracara.

“Sejak awal mereka dijadikan tersangka, kita sudah berkoordinasi dengan PERADI di Jawa Timur. Sudah pula ada tim kita yang membantu di sana. Setiap ada anggota PERADI yang terkena masalah hukum, pasti kita membantu. Lagi pula, menurut kode etik kita juga, membantu rekan seprofesi yang sedang terkena masalah itu wajib sifatnya,” katanya.

Simpati untuk Sudarmono dan Sutarji juga datang dari Kongres Advokat Indonesia (KAI) yang dinahkodai Tjoetjoe Sandjaja Hernanto. Meskipun keduanya tercatat sebagai anggota PERADI, Tjoetjoe telah menyempatkan diri untuk menunjukkan simpatinya. Dikutip dari laman resmi KAI, http://www.kai.or.id, Tjoetjoe hadir di persidangan kasus Sudarmono dan Sutarji di PN Surabaya.

Jika diperlukan, Tjoetjoe menyatakan siap menjadi penjamin penangguhan penahanan untuk Sutarjo dan Sudarmono. Tjoetjoe mendesak agar segala bentuk kriminalisasi terhadap profesi advokat dihentikan.

Tags:

Berita Terkait