Ini Materi Pokok Perppu Kebiri
Berita

Ini Materi Pokok Perppu Kebiri

Meningkatnya jumlah kekerasan yang berujung pada keselamatan jiwa anak menjadi salah satu alasan presiden menerbitkan Perppu Kebiri.

Oleh:
RED
Bacaan 2 Menit
Presiden Joko Widodo. Foto: RES
Presiden Joko Widodo. Foto: RES
Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Meningkatnya jumlah kekerasan yang berujung pada keselamatan jiwa anak menjadi salah satu alasan presiden menerbitkan Perppu. Lalu, apa saja materi pokok yang ada dalam aturan yang dikenal dengan sebutan Perppu Kebiri itu?

Laman Setkab, Kamis (26/5) menjelaskan materi-materi pokok yang terdapat dalam Perppu Kebiri. Perubahan yang dilakukan dalam Perppu ini adalah Pasal 81 UU No.23 Tahun 2002, sehingga berbunyi:

1. Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D (setiap orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah);

2. Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi setiap Orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain;

3. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1);

4. Selain terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penambahan 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana juga dikenakan kepada pelaku yang pernah dipidana karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D;

5. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pelaku dipidana mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 10 (sepuluh) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun;

6. Selain dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku; 7. Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud ayat (4) dan ayat (5) dapat dikenai tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan pendeteksi elektronik; 8. Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diputuskan bersama-sama dengan pidana pokok dengan memuat jangka waktu pelaksanaan tindakan;  9. Pidana tambahan dan tindakan dikecualikan bagi pelaku Anak.

Selain itu, di antara Pasal 81 dan Pasal 82 disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 81A yang berbunyi sebagai berikut: 1. Tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (7) (dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku) dikenakan untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun dan dilaksanakan setelah terpidana menjalani pidana pokok;

2. Pelaksanaan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bawah pengawasan secara berkala oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum, sosial, dan kesehatan;  3. Pelaksanaan kebiri kimia disertai dengan rehabilitasi; 4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan tindakan dan rehabilitasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Selain itu ketentuan Pasal 82 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:  1. Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E (setiap orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah);

2. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1);

3. Selain terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penambahan 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana juga dikenakan kepada pelaku yang pernah dipidana karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E;

4. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1);

5. Selain dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4), pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku; 6. Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (4) dapat dikenai tindakan berupa rehabilitasi dan pemasangan alat pendeteksi elektronik; 7. Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diputuskan bersama-sama dengan pidana pokok dengan memuat jangka waktu pelaksanaan tindakan; 8. Pidana tambahan dikecualikan bagi pelaku Anak.

Di antara Pasal 82 dan Pasal 83, menurut Perppu itu, disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 82A yang berbunyi sebagai berikut: 1. Tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (6) (dilaksanakan selama dan/atau setelah terpidana menjalani pidana pokok; 2. Pelaksanaan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bawah pengawasan secara berkala oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum, sosial, dan kesehatan; 3. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan tindakan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Perppu No.1 Tahun 2016 itu mulai berlaku pada tanggal diundangkan, sesuai bunyi Pasal II Perppu itu diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly pada tanggal 25 Mei 2016 itu.

Tags:

Berita Terkait