Tidak Ada Kerugian Konstitusional, Pengujian UU Perkebunan Kandas
Berita

Tidak Ada Kerugian Konstitusional, Pengujian UU Perkebunan Kandas

Pasal 12 ayat (1) UU Perkebunan justru melindungi hak masyarakat hukum adat dengan mewajibkan musyawarah.

Oleh:
RED
Bacaan 2 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES
Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan tidak dapat menerima permohonan perkara pengujian UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan yang dimohonkan oleh M. Nur bin (Alm) Abdul Razak, AJ Dahlan, dan Theresia Yes, Selasa (31/5). Mahkamah menilai kerugian yang dialami para pemohon yang berdomisili di wilayah perkebunan bukanlah kerugian konstitusional, melainkan kerugian akibat penerapan norma.

Akhir 2015 lalu, para pemohon menggugat ketentuan dalam Pasal 11 ayat (2), Pasal 12 ayat (1), Pasal 55 huruf a, huruf c, huruf d dan Pasal 107 huruf a, huruf c, huruf d UU Perkebunan. Gugatan tersebut dilayangkan sebab para pemohon kerap berselisih dengan perusahan perkebunan setempat terkait dengan pengelolaan lahan.

Para pemohon menilai ketentuan tersebut tidak dapat memberikan kepastian hukum atas kewenangan penerbitan hak atas tanah yang berasal dari kawasan hutan dan tanah terlantar. Menurut para pemohon, ketentuan Pasal 12 ayat (1) undang-undang a quo dirumuskan secara samar-samar, tidak jelas, dan multitafsir sehingga berpotensi disalahgunakan dan menimbulkan ketidakpastian hukum.

Selain itu, para pemohon berpendapat bahwa ketentuan pidana dalam undang-undang tersebut telah membatasi hak-hak konstitusional warga negara untuk mengembangkan diri demi memenuhi kebutuhan dasar hidup serta hak atas rasa aman dan untuk bebas dari rasa takut. Para Pemohon menilai penjatuhan sanksi pidana dinilai tidak tepat jika dikenakan terhadap orang yang menduduki tanah berdasarkan hukum adat.

Usai menggelar serangkaian sidang dan pemeriksaan bukti-bukti, Mahkamah menilai para pemohon tidak mengalami kerugian konstitusional seperti yang disyaratkan dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK.

“Bahwa telah terang bagi Mahkamah apa yang dialami oleh para pemohon bukanlah kerugian konstitusional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK. Kalaupun benar para Pemohon merasa dirugikan oleh peristiwa yang dialaminya, kerugian itu bukanlah disebabkan oleh inkonstitusionalnya norma Undang-Undang yang dimohonkan pengujian in casu Pasal 12 ayat (1), Pasal 55 huruf a, huruf c, dan huruf d serta Pasal 107 huruf a, huruf c, dan huruf d UU Perkebunan melainkan masalah penerapan norma Undang-Undang itu dalam praktik,” ujar Hakim Konstitusi Suhartoyo mengucapkan petikan putusan Mahkamah.

Kesimpulan tersebut diperoleh Mahkamah setelah melihat substansi ketentuan yang digugat oleh para pemohon. Pasal 12 ayat (1) UU Perkebunan misalnya, pasal tersebut mengatur penguasaan/penggunaan lahan masyarakat hukum adat oleh pelaku usaha perkebunan harus melalui musyawarah. Apabila pemohon meminta pasal a quo dinyatakan inkonstitusional, Mahkamah menilai justru hal tersebut merugikan para pemohon dan masyarakat hukum adat pada umumnya.

Sebab, Pasal 12 ayat (1) UU Perkebunan justru melindungi hak masyarakat hukum adat dengan mewajibkan musyawarah. Artinya, ketentuan a quo justru mewujudkan kepastian hukum dan perlindungan atas hak termasuk hak asasi masyarakat hukum adat.

Demikian pula dengan ketentuan pidana dalam Pasal 55 UU Perkebunan. Dengan adanya ketentuan pidana yang mengancam perbuatan mengerjakan, menggunakan, menduduki, dan/atau menguasai tanah atau tanah hak ulayat masyarakat hukum adat, justru telah mewujudkan kepastian hukum bagi masyarakat hukum adat dan pelaku usaha perkebunan.

Oleh karena itu, Mahkamah dalam amar putusannya menyatakan tidak dapat menerima permohonan para Pemohon. “Amar Putusan. Mengadili, permohonan para pemohon tidak dapat diterima,” tukas Ketua MK, Arief Hidayat yang memimpin langsung sidang pengucapan putusan dengan didampingi tujuh orang Hakim Konstitusi lainnya.
Tags: