BNSP Berikan Lisensi kepada Lembaga Sertifikasi Profesi Pengacara
Utama

BNSP Berikan Lisensi kepada Lembaga Sertifikasi Profesi Pengacara

Melalui Keputusan Ketua BNSP, lisensi diberikan agar LSP Pengacara Indonesia dapat menyelenggarakan sertifikasi kompetensi pada advokat.

Oleh:
RIA
Bacaan 2 Menit
Gedung BNSP. Foto: www.bnsp.go.id
Gedung BNSP. Foto: www.bnsp.go.id

Pada halaman facebook Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI), beredar sebuah post berisikan empat buat foto berisi Keputusan Ketua Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) tentang Lisensi kepada Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Pengacara Indonesia. Surat yang ditandatangani Sumarna F Abdurahman itu memutuskan untuk memberikan lisensi kepada LSP Pengacara Indonesia agar dapat menyelenggarakan uji kompetensi.

Lisensi diberikan kepada LSP Pengacara Indonesia dengan persyaratan LSP wajib melaksanakan sertifikasi profesi melalui uji kompetensi sesuai dengan Pedoman BNSP 201 dan Pedoman BNSP lain yang terkait,” begitu bunyi salah satu butir keputusan tertanggal 24 Mei 2016 itu.

Untuk diketahui, BNSP sendiri merupakan sebuah lembaga independen yang dibentuk pemerintah berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan lewat PP Nomor 23 Tahun 2004. Badan ini bekerja untuk menjamin mutu kompetensi dan pengakuan tenaga kerja pada seluruh sektor bidang profesi di Indonesia melalui proses sertifikasi kompetensi.

Dalam Pasal 4 PP BNSP disebutkan bahwa guna terlaksananya tugas sertifikasi kompetensi, BNSP dapat memberikan lisensi kepada lembaga sertifikasi profesi yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan untuk melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja. Melalui Keputusan Ketua BNSP Nomor Kep. 0562/BNSP/V/2016 izin diberikan LSP Pengacara Indonesia.

Sebagaimana tertuang dalam Keputusan tersebut, terdapat empat skema sertifikasi bagi para advokat. Skema pertama meliputi sertifikasi advokat muda, skema kedua diperuntukkan bagi advokat, skema ketiga bagi advokat senior, dan skema terakhir bagi advokat utama.

Perbedaan unit kompetensi terlihat jelas dalam masing-masing skema. Sebagai contoh, advokat muda harus mengikuti unit kompetensi konsultasi pra kontrak, membuat kontrak kerja layanan hukum, mengumpulkan sumber hukum dalam menangani klien, dan melaksanakan audit hukum. Sementara itu, untuk advokat senior unit kompetensi yang akan diujikan ada evaluasi, penyerahan, dan pengarsipan hasil kerja layanan advokasi.

Dokumen yang diunggah oleh salah satu pengguna facebook bernama Hasan Sodikin ini membuat geger penghuni grup facebook PERADI. Hanya dalam satu hari saja, post ini sudah menuai sekitar 150 komentar. Mayoritas komentar yang masuk menyatakan ketidaksepakatan mereka atas Keputusan Ketua BNSP yang memberi lisensi kepada LSP Pengacara Indonesia.

“Duh bikin pusing ah,” ujar seorang pengguna dengan nama akun Dede Fitrie Crew. Ia pun melanjutkan dalam kolom komentar berikutnya, “bisnis paling ini. Jangan kafikan (jadikan, red) kami korban, kami sudah ujian UPA dengan susah payah dan murni.”

Komentar lain yang ramai membanjiri adalah soal fakta bahwa BNSP tidak menyinggung UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat sebagai dasar pertimbangan dalam mengeluarkan keputusan ini. BNSP juga dipersalahkan karena dianggap tidak paham mengenai profesi advokat yang secara jelas telah diatur dalam undang-undang.

“Produk cacat hukum, para advokat tidak perlu tanggapi! UU Advokat tidak mengatur tentang profesi kita ini harus disertifikasi oleh lembaga manapun,” kata Bambang Singambara. “Dari segi hierarki UU, mana bisa aturan tersebut mengalahkan UU?” sambung Henky Sony.

Senada, akun dengan nama Emile Lawyer mencoba memberikan rasionalisasi kepada para komentator. “BNSP hanya menerbitkan surat keputusan, sedangkan advokat diatur oleh UU Advokat. Jika UU Advokat tidak mengatur tentang sertifikasi maka advokat tidak (wajib) patuh dengan surat Keputusan...,” tulisnya.

Untuk diketahui, memperbanyak program sertifikasi profesi memang sudah direncanakan BNSP. Hal ini dilakukan untuk menghadapi era pasar bebas pada Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Setidaknya, terdapat 12 sektor yang profesinya mendesak untuk segera diadakan program sertifikasi. Sektor-sektor tersebut adalah agro, karet, kayu yang masuk kategori sektor produksi. Lalu ada lima sektor jasa yaitu logistik, kesehatan, pariwisata, perhubungan udara, dan komunikasi informasi.
Tags:

Berita Terkait