Kompetensi Itu Penting Dimiliki Lawyer !!
Berita

Kompetensi Itu Penting Dimiliki Lawyer !!

Bareskrim Polri pun sedang menyusun standar kompetensi. Acuan standar MEA mesti adanya kompetensi.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Dari kiri ke kanan. Kedua dari Kiri Anggota dewan kehormatan APPTHI Prof Faisal Santiago, Presiden KAI Tjoetjoe S Hernanto, dan mantan Komisioner BNSP Dasril Yadir Rangkuti. Foto: RFQ
Dari kiri ke kanan. Kedua dari Kiri Anggota dewan kehormatan APPTHI Prof Faisal Santiago, Presiden KAI Tjoetjoe S Hernanto, dan mantan Komisioner BNSP Dasril Yadir Rangkuti. Foto: RFQ
Memasuki era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) berbagai profesi mesti meningkatkan kemampuannya, tidak terkecuali profesi advokat. Profesi yang memberikan penyedia jasa hukum mesti bersaing dengan advokat dari negara luar. Maka itu, peningkatan kemampuan profesi menjadi tuntutan menghadpai perubahan pasar.

“Kompetensi itu penting dimiliki lawyer,” ujar Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Prof. Hikmahanto Juwana, dalam sebuah seminar memperingat hari ulang tahun Kongres Advokat Indonesia (KAI) bertajuk ‘Kompetensi Advokat di Era MEA’ di Solo, Jawa Tengah, Sabtu (4/6).

Meski sependapat penguatan kompetensi yang digagas KAI dengan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Pengacara Indonesia, Hikmahanto menyarankan cara itu dilakukan di tingkat Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA). Misalnya, memberikan pemahaman serta membuat kontrak perjanjian dan legal drafting. Mekanisme tersebut mestinya juga dilakukan ketika masih melakukan kuliah hukum di kampus.

Sarjana hukum dalam negeri yang berprofesi menjadi advokat pun bersaing dengan orang yang meraih gelar sarjana hukum dari universitas luar negeri. Terlebih, di era MEA advokat Indonesia mesti bersaing dengan advokat asing yang masuk ke dalam negeri. Dengan begitu, alat bersaing di era MEA melalui kompetensi dan ditunjukkan melalui sertifikasi. Namun tak hanya berbekal sertifikasi kompetensi, advokat wajib mengantongi lisensi.

Menurutnya, kompetensi tak saja berlaku di Indonesia, namun juga di negara luar. Bahasa asing pun menjadi persoalan. Makanya, advokat dalam negeri mesti memiliki kompetensi bahasa asing. Selain itu, tantangan ke depan lawyer mesti memiliki spesifikasi kompetensi di bidang tertentu. Misalnya, di bidang pertambangan dan privat.

“Tantangan di luar negeri, tidak penting ada lawyernya, tapi firmanya. Kalau lawyernya bisa digaji. Tetapi lawfirm kan bisnis. Menjadi tantangan apakah kita mau bersaing dengan lawfirm asing. Ini tantangan dan kita harus punya kompetensi. Ini tantangan di era MEA terkait perundingan jasa hukum,” ujarnya.

Dekan Fakultas Hukum Universitas Borobudur, Prof. Faisal Santiago, menambahkan peran pendidikan tinggi amatlah penting. Pasalnya, profesi advokat melekat di perguruan tinggi. Menurutnya, berbicara profesi maka melekat dengan sertifikasi kompetensi. Ia pun menggagas untuk mendapatkan sarjana hukum mesti terdapat surat pendamping.

“Kalau dosennya sudah tersertifikasi, advokat harusnya tersertifikasi,” ujarnya.

Memasuki era MEA, bukan tidak mungkin bakal menuai pertanyaan sertifikasi. Memang, kini belum terdapat persoalan. Namun ke depan, advokat yang belum bersertifikasi bukan tidak mungkin akan menjadi persoalan. Menurutnya, sertifikasi adalah upaya peningkatan kompetensi. Sekaligus menunjukan advokat bersertifikasi memiliki kompetensi di atas rata-rata.

“Lima tahun ke depan orang yang bersertifikasi akan lebih maju. Di negara maju orang sudah bicara itu, kita memang terlambat,” ujarnya.

Mantan Komisioner Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), Dasril Yadir Rangkuti,  menilai langkah KAI pimpinan Tjoetjoe sudah tepat dengan meningkatkan kemampuan anggotanya dengan sertifikasi kompetensi. Menurutnya, acuan standar dalam MEA mesti adanya kompetensi. Sebab dengan adanya serifikasi kompetensi, maka atas dasar itulah para lawyer Indonesia dapat membuka lawfirm di negara luar.

“Jadi bukan saja perpindangan barang saja, tapi jasa,” ujarnya.

Menurutnya, Bareskrim Polri pun sedang mengurus standar khusus kompetensi bagi penyidiknya. Pasalnya, bila tidak diberikan standar kompetensi, boleh jadi hasil penyidikannya bakal dipersoalkan. Makanya, lawyer pun dapat mempersoalkan hasil penyidikan penyidik polisi dan tuntutan jaksa.

“Ke depan kalau beracara advokat bisa ditanya, apakah anda sudah bersertifikasi. Jadi secara segala sesuatu profesi itu ada kompetensinya,” ujarnya.

Presiden Kongres Advokat Indonesia (KAI), Tjoetjoe S Hernanto, mengamini pandangan Hikmahanto, Faisal dan Dasril. Menurutnya bila advokat tidak bersiap menghadapi MEA maka akan menjadi sebuah ancaman. Masalahnya, lawfirm asing yang masuk ke Indonesia merupakan lawfirm yang memiliki jam terbang tinggi.

“KAI berpikir bagaimana meningkatkan skill teman-teman di KAI. Kita mengimbau mengambil sekolah magister hingga doktor, atau mengikuti uji kompetensi advokat. Saat ini kita punya melalui LSP,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait