4 Ajudan Nurhadi yang Jadi Saksi KPK Dipindahtugaskan ke Poso
Utama

4 Ajudan Nurhadi yang Jadi Saksi KPK Dipindahtugaskan ke Poso

KPK buka kemungkinan jemput paksa empat ajudan Nurhadi.

Oleh:
NOV
Bacaan 2 Menit
4 Ajudan Nurhadi yang Jadi Saksi KPK Dipindahtugaskan ke Poso
Hukumonline
Empat ajudan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi kembali tak memenuhi panggilan pemeriksaan penyidik KPK. Padahal, keterangan keempat anggota Brimob Polri tersebut dibutuhkan penyidik untuk mengkonfirmasi beberapa hal penting terkait peristiwa yang berhubungan dengan dugaan pemberian Doddy Aryanto Supeno.

Keempat ajudan Nurhadi yang dimaksud adalah Brigadir (Pol) Ari Kuswanto, Brigadir (Pol) Dwianto Budiawan, Brigadir (Pol) Fauzi Hadi Nugroho, dan Ipda Andi Yulianto. Keempatnya berasal dari kesatuan Brimob Polri. Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati mengatakan, keempat ajudan Nurhadi tidak hadir tanpa keterangan.

Mengingat ini merupakan panggilan kedua, KPK mempertimbangkan untuk penjemputan paksa. Namun, Yuyuk mengaku pihaknya masih mengupayakan untuk menghadirkan keempat saksi itu. "Kami akan mengupayakan untuk berkoordinasi lagi dengan Polri, seperti sebelumnya kami sampaikan pemanggilan lewat Kapolri," katanya, Selasa (7/6).

Sementara, Kepala Divisi Humas Mabes Polri Boy Rafli Amar menyatakan bahwa keempat anggota Brimob tersebut sedang ditugaskan dalam Operasi Tinombala di Poso, Sulawesi Tengah. Operasi Tinombala di Poso merupakan operasi yang dilakukan Polri dalam rangka penangkapan kelompok teroris pimpinan Santoso.

Boy mengungkapkan, Brigadir (Pol) Ari Kuswanto, Brigadir (Pol) Dwianto Budiawan, Brigadir (Pol) Fauzi Hadi Nugroho, dan Ipda Andi Yulianto ditugaskan di Poso sejak akhir Mei lalu. Lantas, apa Polri akan membantu menghadirkan mereka? "Nanti, akan dikoordinasikan dengan atasannya dulu yang menerbitkan surat tugasnya," ujarnya saat dihubungi hukumonline.

Tak hanya keempat ajudan Nurhadi, KPK juga mengalami kesulitan untuk menghadirkan pegawia MA sekaligus sopir Nurhadi, Royani. Mereka ini merupakan salah satu saksi penting untuk mengungkap pemberian-pemberian lain dari Doddy. Doddy sendiri adalah tersangka penyuap panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Edy Nasution.

Berdasarkan informasi yang diperoleh penyidik, pemberian uang yang berkaitan dengan pengurusan perkara yang dilakukan Doddy tidak hanya sekali dan tidak hanya kepada satu orang, yaitu Edy Nasution. Masih ada pihak lainnya yang diduga menerima uang dari Doddy. Akan tetapi, belum diketahui siapa pihak lain yang dimaksud.

Walau begitu, pasca penangkapan Edy dan Doddy, KPK telah melakukan penggeledahan di sejumlah lokasi, antara lain kantor PT Paramount Enterprise International dan rumah Nurhadi di Hang Lekir, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Dari hasil penggeledahan di rumah Nurhadi, KPK menyita uang Rp1,7 miliar dan sejumlah dokumen.

Saat penggeledahan di rumah Nurhadi, penyidik mendapati sejumlah dokumen yang diduga dicoba disembunyikan. Bahkan, ada yang disobek-sobek dan dibuang ke kloset toilet. Dari hasil penemuan dokumen tersebut, penyidik berupaya merangkai, hingga tergambar dokumen apa yang dicoba disembunyikan.

Nurhadi sendiri telah diperiksa penyidik KPK sebanyak tiga kali. Pada pemeriksaan ketiga, Jumat (3/6), penyidik mengkonfirmasi soal pemberian uang yang berkaitan dengan pengurusan perkara yang dilakukan Doddy. Penyidik juga mengkonfirmasi soal sejumlah dokumen dan uang Rp1,7 miliar  yang ditemukan saat penggeledahan rumah Nurhadi.

Dalam kasus ini, KPK baru menetapkan Edy dan Doddy sebagai tersangka. Namun, KPK membuka penyelidikan baru terkait penemuan uang Rp1,7 miliar dan dokumen di rumah Nurhadi. Beberapa waktu lalu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyatakan bahwa KPK tengah melakukan penyelidikan terhadap Nurhadi.

Nurhadi diduga memiliki keterkaitan dengan kasus Edy dan Doddy. Edy dan Doddy diduga mengurus sejumlah perkara anak usaha Lippo Group, yakni perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) PT Kymco Lippo Motor Indonesia dan pailit AcrossAsia Limited melawan PT First Media Tbk (anak usaha Lippo Group).

Terkait pengurusan perkara PK AccrosAsia Limited, Nurhadi diduga menghubungi Edy untuk meminta percepatan pengiriman berkas PK ke MA. Berkas PK itu tercatat masuk ke MA pada 11 April 2016 dan sekarang sedang dalam pemeriksaan tim KHS MA. Ketika dikonfirmasi soal pengurusan perkara Lippo Group, usai menjalani pemeriksaan, Nurhadi selalu bungkam. Begitu pula ketika ditanyakan mengenai komunikasi dengan Edy. Nurhadi hanya menjelaskan dirinya ditanyakan seputar tugas dan fungsi sebagai Sekretaris MA. Selebihnya, Nurhadi tidak menjawab dan hanya berjalan cepat menuju mobilnya.

Setali tiga uang, istri Nurhadi, Tin Zuraida juga bungkam usai menjalani pemeriksaan di KPK. Kepala Pusat Pendidikan Manajemen dan Kepemimpinan Badan Litbang Diklat Hukum MA ini hanya menutupi wajah dengan rambutnya. Tin diperiksa penyidik seputar pengetahuannya terkait dengan kasus di PN Jakarta Pusat dan penggeledahan di rumah Nurhadi.

Kendati demikian, Yuyuk sempat mengungkapkan bahwa Nurhadi diduga pernah bertemu dengan Doddy. Doddy sendiri merupakan pegawai PT Artha Pratama Anugrah dan pernah menjabat Direktur di PT Kreasi Dunia Keluarga (anak usaha Lippo Group). Beberapa saksi dalam kasus ini pun pernah menjadi petinggi di anak usaha Lippo Group.

Sebut saja, bos PT Paramount Enterprise International, Eddy Sindoro. Eddy pernah menjadi Komisaris PT Lippo Karawaci Tbk. Eddy juga pernah menduduki jabatan penting di sejumlah anak usaha Lippo Group, seperti Presiden Komisaris PT Lippo Cikarang Tbk, PT Pacific Utama Tbk, PT Lippo Land Development Tbk, Chairman dan Presiden Direktur PT Bank Lippo Tbk, PT Siloam Healthcare Tbk, serta Komisaris PT Multipolar Tbk dan PT Matahari Putra Prima Tbk.

KPK telah mencegah Eddy berpergian ke luar negeri per 4 Mei 2016. Eddy sudah dua kali dipanggil KPK sebagai saksi, tetapi tidak pernah hadir tanpa keterangan. Eddy diduga mengetahui beberapa perkara sengketa yang melibatkan korporasi besar dalam kasus Edy dan Doddy. Eddy juga diduga berhubungan dengan Doddy melalui beberapa perantara yang saat ini sudah diperiksa sebagai saksi.

Beberapa saksi lain yang diperiksa KPK, antara lain Suhendra Atmadja, Heri, dan Rudy Nanggulangi. Para saksi itu diketahui sebagai mantan-mantan petinggi di anak usaha Lippo Group. Suhendra tercatat pernah menjadi Wakil Presiden Komisaris di Lippo Cikarang dan Presiden Komisaris di Lippo Securities. Sementara, Rudy, pada 2015, menjabat Presiden Komisaris PT Multi Prima Sejahtera Tbk yang dahulu bernama PT Lippo Enterprise Tbk.

Rudy menjabat pula sebagai Presiden Direktur PT Metropolitan Tirta Perdana, sedangkan Heri adalah Komisaris PT Metropolitan Tirta Perdana. PT Metropolitan Tirta Perdana adalah anak usaha PT Multi Prima Sejahtera. PT Metropolitan merupakan salah satu pemegang saham PT Kymco Lippo Motor Indonesia.
Tags:

Berita Terkait