Pattiro: Tim Tujuh Harus Objektif
Aktual

Pattiro: Tim Tujuh Harus Objektif

Oleh:
MYS
Bacaan 2 Menit
Pattiro: Tim Tujuh Harus Objektif
Hukumonline
Para calon pendamping desa yang dinyatakan lulus tes administratif dan tertulis, telah mengikuti psikotes pada 4 Juni lalu. Jika lulus lagi, para calon menghadapi tes terakhir, tes evaluasi kualifikasi. Pada tahap ini, nasib para calon sepenuhnya berada di tangan Tim Tujuh.

Tim Tujuh adalah tujuh anggota panitia seleksi caon pendamping desa. Anggota tim berasal dari unsur pemerintah pusat (2 orang), pemerintah daerah (2), dan perguruan tingg (3). Pada tahap ini, para calon pendamping desa sudah tidak lagi bisa berbuat apa-apa karena keputusan diterima atau tidaknya mereka sepenuhnya ada di tangan Tim Tujuh. “Karena itulah,  pengambilan keputusan penerimaan calon pendamping desa secara subjektif sangat mungkin terjadi,” ujar Direktur Eksekutif PATTIRO Sad Dian Utomo.

Tidak hanya itu, ucap Sad Dian, tingginya potensi pengambilan keputusan secara subjektif oleh Tim Tujuh juga dapat  terjadi karena data peserta yang akan dievaluasi atau dinilai sesuai kualifikasi yang tercantum di dalam Petunjuk Pelaksanaan Rekrutmen Tenaga Pendamping Profesional Desa hanya berdasarkan tingkat pendidikan, pengalaman pemberdayaan, dan lama pengalaman pemberdayaan. “Indikator yang digunakan ini masih kurang terperinci. Bagaimana jika ada calon pendamping yang memiliki tingkat pendidikan yang sama, pengalaman yang sama banyaknya, dan lama pengalaman yang sama?,” tambah Sad Dian.

Meski dalam petunjuk pelaksanaan mengamanatkan tim seleksi  mendahulukan calon pendamping perempuan jika terdapat nilai yang sama dari ranking berdasarkan evaluasi data sesuai kualifikasi, menurut Sad Dian hal itu belumlah cukup. “Bagaimana jika ada tiga calon pendamping desa perempuan yang memiliki nilai yang sama?

Sad Dian menuturkan, pada saat pengumuman hasil tes terakhir, tim seleksi sebaiknya membuat tabel nilai yang meliputi nilai tes tertulis, psikotes, dan nilai evaluasi kualifikasi dalam bentuk table peringkat. “Dengan begitu, seluruh peserta tes dapat mengetahui nilainya. Dengan adanya transparansi tersebut, kecurigaan peserta kepada tim seleksi dan kepada peserta lainnya dapat dihindari,” imbuh Sad Dian.

Peneliti Pattiro, Agus Salim mengungkapkan, ada masalah lain yang muncul saat pelaksanaan tahapan tes sebelumnya, terutama tes tertulis. Pada tahap pelaksanaan tes tertulis, Pattiro menemukan banyak calon pendamping desa yang tidak dapat mengikuti ujian karena terlambat sampai di lokasi tes. Misalnya terjadi di Nusa Tenggara Barat. “Bukan karena mereka malas atau bagaimana, tapi, banyak yang terlambat hadir karena mereka mendapat informasi pelaksanaan tes secara mendadak,” ungkap Agus.

Meskipun pelaksanaan rekrutmen pendamping desa tahun ini masih diwarnai kegaduhan, Pattiro mengapresiasi pemerintah karena telah menerapkan skema penyaringan calon pendamping desa yang lebih akuntabel dan transparan dari sebelumnya.

Pada seleksi tenaga pendamping desa tahun 2015 lalu, panitia seleksi hanya terdiri dari unsur pemerintah. Kini pemda dan perguruan tinggi sudah dilibatkan.
Tags: