Info Penting!! 5 Pedoman Pemberian THR Tahun 2016
Utama

Info Penting!! 5 Pedoman Pemberian THR Tahun 2016

Edaran sudah disampaikan kepada gubernur dan bupati/walikota seluruh Indonesia. Diminta membentuk Posko Peduli Lebaran.

Oleh:
ADY TD ACHMAD
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi THR. Ilustrator: BAS
Ilustrasi THR. Ilustrator: BAS
Lazimnya Pemerintah menerbitkan regulasi yang mengatur pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) oleh perusahaan kepada para pekerja. Untuk tahun ini, Pemerintah sudah menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No. 6 Tahun 2016 tentang THR Bagi Pekerja di Perusahaan. Beleid ini merevisi Permenaker No. Per.04/Men/1994.

Khusus tahun 2016, ada kebijakan yang berbeda dari ketentuan terdahulu. Pekerja yang baru bekerja sebulan pun sudah berhak mendapatkan THR. Perhitungannya proporsional sesuai dengan masa kerja. Inilah salah satu yang menjadi poin penting dalam pedoman pemberian THR yang tertuang dalam Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan No.1/MEN/VI/2016 tentang Pembayaran Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2016 (SE THR).

SE Menaker tertanggal 6 Juni 2016 itu menegaskan kembali ketentuan pembayaran THR sebagaimana amanat Permenaker No. 6 Tahun 2016. Setidaknya ada lima pedoman yang dimuat dalam SE THR. Pertama, itu tadi, setiap pekerja yang telah mempunyai masa kerja satu bulan atau lebih secara terus menerus berhak mendapatkan THR. Pedoman pertama ini mendorong pertanyaan lebih lanjut tentang nasib pekerja harian lepas. (Baca artikel: Ketentuan THR Bagi Buruh Harian).

Kedua, besaran THR diberikan dengan perhitungan tertentu. Bagi yang sudah bekerja selama 12 bulan atau lebih secara terus menerus diberikan THR satu bulan upah. Bagi buruh yang baru bekerja satu bulan atau lebih tetapi kurang dari 12 bulan maka besaran THR dihitung proporsional: lamanya masa kerja dibagi 12 bulan, lalu dikalikan 1 bulan upah.

Ketiga, perusahaan bisa memberikan THR lebih besar dari yang seharusnya. Bagi perusahaan yang telah menetapkan THR dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau kebiasaan yang telah dilakukan lebih besar dari nilai THR yang disebutkan pada pedoman kedua, maka THR disesuikan dengan apa yang diperjanjikan tersebut

Keempat, THR keagamaan diberikan satu kali dalam satu tahun dan pembayarannya disesuaikan dengan hari raya keagamaan masing-masing pekerja.

Pedoman kelima adalah waktu pembayaran THR. Ditegaskan bahwa THR harus dibayarkan paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan. Jika lebaran Idul Fitri tahun 2016 jatuh pada 6 Juli, maka THR paling lambat dibayar pada akhir Juni 2016.

Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri mengirimkan SE THR itu kepada para kepala daerah: gubernur, bupati/walikota untuk dilaksanakan. Menteri juga mengamanatkan agar dibentuk Posko Satgas Ketenagakerjaan Peduli Lebaran Tahun 2016. Pembentukan posko pada dasarnya untuk menerima keluhan atau pengaduan pekerja dan pengusaha yang menghadapi masalah pembayaran THR. Misalnya, jika perusahaan tidak menjalankan pembayaran THR sebagaimana diatur dalam pedoman ini. (Baca artikel: Langkah Hukum Jika Pengusaha Tidak Bayar THR).

Respons
Ketua Umum DPN Apindo, Hariyadi B Sukamdani, mengatakan Permenaker No.6 Tahun 2016 dan SE Menaker No.1 Tahun 2016 mengatur THR secara berlebihan. Sebab pekerja/buruh yang masa kerjanya 1 bulan sebelum hari raya keagamaan jumlahnya tidak banyak.

Menurut Hariyadi, ketentuan yang mengatur pembayaran THR kepada pekerja dengan masa kerja 1 bulan itu muncul karena dikhawatirkan perusahaan melakukan PHK pada pekerja yang baru direkrut mendekati hari raya keagamaan. Lagi-lagi ia menilai hal itu berlebihan. “Semakin ketat peraturan yang diterbitkan maka penyerapan tenaga kerja semakin rendah karena perusahaan kesulitan mau merekrut pekerja baru,” katanya kepada hukumonline lewat telpon, Jumat (10/6).

Hariyadi lebih sepakat dengan Permenaker No. 04 Tahun 1994 yang mewajibkan perusahaan untuk memberikan THR kepada buruh yang masa kerjanya minimal 3 bulan secara terus menerus. Pasalnya, dalam merekrut buruh baru ada masa percobaan (probation) selama 3 bulan. Jika lolos masa percobaan, buruh yang bersangkutan diangkat jadi buruh tetap.

Dalam membayar THR, Hariyadi menjelaskan anggota Apindo biasanya memberikan THR kepada buruh dua pekan sebelum hari raya. Besarannya mengikuti ketentuan yang diatur peraturan perundang-undangan.

Sekjen OPSI, Timboel Siregar, menilai SE Menaker itu tidak mampu menjamin buruh mendapat THR sesuai ketentuan. Persoalan yang ada selama ini seputar THR terkait kepastian buruh mendapat THR sesuai peraturan. Walau Permenaker No.6 Tahun 2016 membenahi beberapa ketentuan soal THR tapi dirasa belum bisa memberi dampak signifikan terhadap buruh.

Beberapa ketentuan yang diubah dalam Permenaker No. 6 Tahun 2016 diantaranya buruh yang mendapat THR masa kerjanya minimal 1 bulan, dalam ketentuan sebelumnya 3 bulan. Kemudian, ada sanksi denda dan administratif yang dapat dijatuhkan kepada pemberi kerja yang tidak patuh membayar THR. “Penerapan sanksi belum jelas, padahal itu penting untuk mendorong adanya kepastian agar perusahaan membayar THR kepada buruh yang besarannya paling sedikit sesuai ketentuan,” tukas Timboel.

SE Menaker itu menurut Timboel sama seperti SE sebelumnya yang diterbitkan Menaker setiap tahun menjelang hari raya keagamaan. Intinya, tidak ada terobosan yang dihadirkan untuk memberi kepastian pembayaran THR oleh pengusaha kepada buruh. Mestinya, regulasi yang diterbitkan diarahkan untuk mengantisipasi tindakan perusahaan yang tidak patuh aturan THR seperti THR dibayar sebagian, tidak dibayar seluruhnya atau malah buruh diputus hubungan kerja (PHK).

Pembentukan Posko Satgas THR yang diamanatkan SE Menaker itu menurut Timboel tidak efektif. Sebab, buruh baru bisa mengetahui THR tidak dibayar oleh pengusaha saat tujuh hari sebelum hari raya keagamaan. Pada hari keenam, buruh melapor ke Posko Satgas, kemudian petugas melakukan tindak lanjut di hari berikutnya. Itu tidak akan efektif karena beberapa hari menjelang hari raya keagamaan perusahaan sudah libur, begitu pula dengan instansi pemerintahan.

Timboel mengusulkan agar Kemenaker dan dinas ketenagakerjaan di daerah aktif memantau berbagai perusahaan yang sering dilaporkan karena masalah THR. Selama ini pengawasan yang dilakukan sifatya pasif, hanya menerima pengaduan yang masuk. Akibatnya, banyak persoalan pembayaran THR tidak bisa dituntaskan, penyelesaiannya berlarut sampai ke pengadilan hubungan industrial (PHI).
Tags:

Berita Terkait