Akhirnya, Syarat Calon Independen Diuji ke MK
Berita

Akhirnya, Syarat Calon Independen Diuji ke MK

Aturan syarat calon independen dan verifikasi faktual dalam revisi UU Pilkada menyulitkan calon perseorangan.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Andi Syafrani dan Amalia Ayuningtyas, dua penggerak relawan Teman Ahok. Foto: ASH
Andi Syafrani dan Amalia Ayuningtyas, dua penggerak relawan Teman Ahok. Foto: ASH
Belum lama disahkan revisi UU No. 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas UU No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (Pilkada) dipersoalkan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Beleid yang belum bernomor ini dipersoalkan Teman Ahok, Gerakan Nasional Calon Independen, Perkumpulan Kebangkitan Indonesia Baru, dan Tsamara Amani, Nong Darol Mahmada.

Mereka menilai revisi UU Pilkada yang memuat syarat calon independen dan verifikasi faktual memberatkan. Hal ini dapat mengakibatkan warga negara kehilangan haknya dalam Pilkada DKI Jakarta 2017. “Hari ini mewakili 5 pemohon, kami baru saja mendaftarkan uji materi Pasal 41 dan Pasal 48 UU Pilkada yang baru saja disahkan DPR,” ujar kuasa hukum para pemohon, Andi Syafrani, usai mendaftarkan permohonan di gedung MK, Jum’at (17/6).

Intinya, Pasal 41 UU Pilkada menyebutkan pengusung pasangan calon kepala daerah harus terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan telah terdaftar dalam DPT pemilu/pilkada sebelumnya. Sedangkan Pasal 48 disebutkan proses verifikasi faktual dengan jangka waktu 14 hari.

Andi Syafrani menilai Pasal 41 UU Pilkada membatasi ruang gerak warga negara yang hendak mengusung paslon perseorangan tertentu. Dia beralasan pemilih pemula yang baru saja menginjak 17 tahun keatas terancam gagal berpartisipasi dalam Pilkada DKI 2017. Sebab, bagaimana mungkin pemilih pemula telah terdaftar dalam Pilkada Pemilu/Pilkada sebelumnya. “Pemilih pemula sudah pasti tidak terdaftar dalam DPT sebelumnya,” dalihnya.

Dia mengingatkan putusan MK No. 60/PUU/2015 disebutkan persentase syarat dukungan calon independen/perseorangan mengacu pada jumlah DPT, tidak pada daftar nama pemilihnya. “Saya rasa ini bisa menjadi acuan dalam permohonan ini,” lanjutnya.

Pasal 48 UU Pilkada terkait teknis verifikasi faktual diberi tenggang waktu 14 hari yang didalamnya ada waktu 3 hari untuk verifikasi para pendukung. Sementara Para pendukung paslon tidak pernah tahu kapan mereka akan didatangi petugas PPPS? Dengan dmasukannya 3 hari dalam 14 hari menimbulkan hak informasi kepada pemilih. Untuk itu, pemohon meminta 3 hari ini ditafsirkan di luar dari jangka waktu 14 hari, bukan di dalam.

“Belum lagi, Pasal 48 disebutkan hasil verifikasi berdasarkan nama ‘tidak diumumkan’ adalah sesuai yang janggal. Sebab, hal ini dapat menciptakan distorsi atau transaksi proses politiknya tidak baik. Kita minta kata ‘tidak’ bisa dibatalkan,” pintanya.

Di tempat yang sama, Juru Bicara Teman Ahok, Amalia Ayuningtyas menilai aturan syarat calon independen dan verifikasi faktual dalam revisi UU Pilkada menyulitkan calon perseorangan. “Ini pukulan telak bagi gerakan Teman Ahok karena banyak pemilih pemula yang potensial ‘dibegal’ hak politiknya,” kata dia.

“UU Pilkada bukanlah Jakarta sentris, intinya kita tidak ingin teman-teman daerah lain juga kesulitan mendukung calon yang memiliki kualitas, kapasitas, integritas untuk maju dalam pilkada melalui jalur independen.”

Amalia mengatakan proses verifikasi faktual yang dimaksud Pasal 48 bisa menciderai wajah demokrasi Indonesia lantaran adanya pembatasan waktu yang singkat dan mengancam gagalnya dukungan yang dberikan untuk calon perseorangan. Menurutnya, dengan metode sensus tentu banyak yang harus diverifikasi KPUD.

“Kadangkala kita tidak bisa ditemui, hanya diberi batasan waktu 3 hari untuk bisa hadir di PPS Kelurahan. Belum lagi, kalau 3 hari itu ditentukan pada hari kerja. Masa dukungan orang bisa batal gara-gara nggak sempat ke kelurahan. Ini kan bahaya bagi demokrasi,” cetusnya.

Apalagi, hasil verifikasi faktual ini, nantinya tidak dibuka atau diumumkan ke publik. “Jadi, kita tidak tahu mana dukungan yang terverifikasi dan mana yang tidak?”
Tags:

Berita Terkait