Merusak Sistem Peradilan, Pengacara dan Pengusaha Divonis 3,5 Tahun
Utama

Merusak Sistem Peradilan, Pengacara dan Pengusaha Divonis 3,5 Tahun

Lantaran keduanya terbukti menyuap Kasubdit Kasasi Perdata MA untuk menunda pengiriman salinan putusan kasasi.

Oleh:
ANT
Bacaan 2 Menit
Awang Lazuardi menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jumat (26/2). Awang yang berprofesi sebagai advokat terjaring operasi tangkap tangan oleh KPK dalam kasus dugaan suap terhadap pegawai Mahkamah Agung untuk penundaan pengiriman salinan putusan kasasi.
Awang Lazuardi menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jumat (26/2). Awang yang berprofesi sebagai advokat terjaring operasi tangkap tangan oleh KPK dalam kasus dugaan suap terhadap pegawai Mahkamah Agung untuk penundaan pengiriman salinan putusan kasasi.
Pemilik PT Citra Gading Asritama Ichsan Suaid dan pengacaranya Awang Lazuardi Embat masing-masing divonis 3,5 tahun penjara ditambah denda Rp50 juta subsider satu bulan kurungan. Keduanya dinilai terbukti menyuap Kasubdit Kasasi Perdata Mahkamah Agung (MA) Andri Tristianto Sutrisna untuk menunda pengiriman salinan putusan kasasi.

"Menyatakan terdakwa 1 Ichsan Suaidi dan terdakwa 2 Awang Lazuardi Embat tersebut terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata ketua majelis hakim Jhon Halasan Butar-butar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (20/6).

Vonis itu lebih rendah dibanding tuntutan jaksa KPK yang meminta keduanya dihukum selama empat tahun ditambah denda Rp100 juta subsider tiga bulan kurungan. Meski begitu, majelis menilai, terdapat sejumlah hal yang memberatkan dalam perbuatan kedua terdakwa.

Pertama, perbuatan para terdakwa tidak mendukung program pemerintah yang sedang gencar-gencarnya memberantas korupsi. Kedua, perbuatan para terdakwa merusak sistem peradilan yang sudah dibangun oleh MA. Ketiga, perbuatan para terdakwa merusak citra dan wibawa lembaga peradilan.

“Terdakwa 1 pernah melakukan perbuatan tindak pidana korupsi yaitu proyek pembangunan Pelabuhan Labuhan Haji Lombok Timur dan pada tingkat kasasi dijatuhkan pidana selama 5 tahun penjara dan terdakwa 2 sebagai advokat seharusnya turut menegakkan hukum," kata anggota majelis hakim Sigit Herman Winandi.

Tujuan pemberian uang tersebut adalah agar Andri mengusahakan penundaan pengiriman salinan putusan kasasi atas nama terdakwa Ichsan Suadi tidak segera dieksekusi oleh jaksa untuk mempersiapkan memori Peninjauan Kembali (PK) dalam perkara Tindak Pidana Korupsi Proyek Pembangunan Pelabuhan Labuhan Haji di Lombok Timur.

Awalnya Awang selaku pengacara Ichsan menyampaikan bahwa ia mengenal Andri Tristianto Sutrisna selaku pegawai MA yang dapat membantu menunda pengiriman salinan putusan Kasasi.Awang pun bertemu Andri pada 26 Januari di hotel Atria Gading Serpong dan menyampaikan permintaan Ichsan untuk menunda pengiriman salinan putusan dan agar bertemu dengan Ichsan. Atas permintaan tersebut, Andri menyanggupinya.

Pertemuan ketiganya dilakukan di Hotel JW Marriot Surabaya pada 6 Februari 2016. Saat itu Ichsan menyampaikan permintaannya kepada Andri dan Andri menyanggupinya dengan imbalan uang sebesar Rp400 juta untuk jangka waktu penundaan selama 3 bulan. Ichsan bahkan pada 7 Februari 2016 memberikan uang saku lebih dulu kepada Andri sebesar Rp20 juta.

"Setelah mendapat kepastian akan mendapat Rp400 juta dari terdakwa 1, saksi Andri menghubungi kembali staf pegawai kepaniteraan muda pidana khusus MA Kosidah dan menanyakan status kasus terdakwa 1 apakah masih aman atau sudah inkracht, dan Kosidah menjawab belum turun artinya masih aman. Selanjutnya Andri menghubungi Awang dan mengatakan sudah mengamankan penundaan putusan untuk 3 bulan dan minta disiapkan dana Rp400 juta sebagaimana disepakati dalam pertemuan di Surabaya," kata anggota majelis hakim Titik Samsiwi.

Cara pemberian uang adalah diberikan melalui anak buah Ichsan bernama Sunaryo. Ichsan memerintahkan agar menyerahkan uang Rp450 juta diserahkan pada 12 Februari sore di hotel Atria Gading Serpong Tangerang. Pembagiannya, Rp400 juta diserahkan kepada Andri sedangkan Rp50 juta diserahkan kepada Awang.

"Selain perkara terdakwa 1, Andri juga mengarahkan dan berusaha mengatur komposisi hakim agung dan menghindari hakim agung tertentu sesuai dengan transkrip dan kesaksian di persidangan seperti dalam perkara Bengkulu atas nama Andi Reman, perkara Pekanbaru atas nama H Zakri dan perkara Tasikmalaya," tegas hakim Titik.

Untuk itu, perbuatan Andri tersebut bertentangan dengan kewenangannya sebagai PNS. “Andri juga memanfaatkan waktu penyelesaian perkara dari pencari keadilan terutama pencari keadilan dari daerah yang tidak paham untuk mencari dari direktori putusan di website Mahkamah Agung sehingga pencari keadilan tidak perlu kasak-kusuk ke sana kemari secara manual," jelas hakim Sigit.

Atas putusan tersebut Awang menyatakan menerimanya. "Kami menerima putusan," kata pengacara Awang, Khaerul Anwar. Sedangkan Ichsan masih pikir-pikir. "Kami pikir-pikir," kata pengacara Ichsan, Jhon Redo. Jaksa KPK juga menyatakan pikir-pikir atas putusan ini.
Tags:

Berita Terkait