Begini Rumus Hakim Hitung Ganti Rugi Kebakaran Lahan di Riau
Berita

Begini Rumus Hakim Hitung Ganti Rugi Kebakaran Lahan di Riau

Meski mengapresiasi putusan PN Jakarta Utara, Walhi Riau masih memberikan kritik terutama menyangkut metode penghitungan besar ganti rugi dan biaya pemulihan yang harus dibayar oleh tergugat.

Oleh:
KAR
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi kebakaran lahan di Sumatera Selatan. Foto: RES
Ilustrasi kebakaran lahan di Sumatera Selatan. Foto: RES
Pekan lalu, Pengadilan Negeri Jakarta Utara memutus perkara kebakaran lahan di daerah Riau. Dalam vonisnya, majelis hakim yang diketuai Inrawaldi menyatakan bahwa PT Jatim Jaya Perkasa (JJP) terbukti melakukan perbuatan melawan hukum (PMH). Dengan demikian, PT JJP harus bertanggung jawab membayar ganti rugi dan biaya pemulihan.

Dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim berpendapat bahwa sumber api penyebab kebakaran berada di lahan perkebunan milik masyarakat. Sehingga hakim menilai kebakaran yang terbukti terjadi di lahan perkebunan PT JJP hanya 120 hektar. Selain itu, tidak terbukti ada unsur kesengajaan dalam kebakaran lahan perusahaan tersebut.

Hakim juga berkeyakinan PT JJP telah melakukan pemadaman kebakaran secara maksimal dan sesuai prosedur. Usaha korporasi itu menurut hakim dibantu oleh masyarakat sekitar. Hanya saja, pada kenyataannya pemadaman tersebut tidak berhasil.

Berdasarkan berbagai pertimbangan itu, hakim berpendapat bahwa PT JJP tetap harus bertanggungjawab secara mutlak atas kebakaran di lahan perkebunan yang dikuasainya seluas 120 hektar. Menurut hakim, alasan force majeure tidak dapat dijadikan alasan untuk menghindari tanggungjawabnya. Sebab, lahan perkebunan itu memang rawan kebakaran sehingga sudah seharusnya sudah dapat diprediksi dan diantisipasi.

Atas kebakaran hutan seluas 120 hektar itu, PT JJP dihukum untuk membayar ganti rugi sekitar Rp7 miliar. Padahal, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menuntut ganti rugi sekitar Rp.119 miliar. Perhitungan yang digunakan hakim adalah nilai gugatan dibagi pembagian antara total luas lahan terbakar dengan milik PT JJP. Hasilnya, dibagi dua kembali karena sebagian adalah lahan masyarakat.

Rumus matematika sederhana itu juga berlaku untuk penghitungan biaya pemulihan yang harus dibayar PT JJP. Gugatan KLHK sebesar Rp371 miliar dibagi 8 hektar yang merupakan hasil pembagian total luas lahan terbakar 1000 hektar dibagi lahan milik JJP 120 hektar. Hasilnya kembali dibagi 2 karena terdiri atas lahan masyarakat dan lahan milik JJP.

Deputi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Riau, Boy Jerry Even Sembiring, mengatakan pihaknya memberikan apreasiasi atas putusan hakim PN Jakut itu. Pasalnya, putusan tersebut membawa implikasi positif bahwa mekanisme pembuktian kebakaran hutan dan lahan sudah berjalan. Hanya saja, menurutnya putusan ini masih harus dikritisi. Terutama, menyangkut metode penghitungan besar ganti rugi dan biaya pemulihan yang harus dibayar oleh tergugat.

“Seharusnya hakim tidak serta merta melakukan terobosan hukum yang tidak berdasar. Sebab, metode penghitungan ganti rugi itu sudah ada pengaturannya. Dalam pendekatan kepastian hukum, hakim harus merujuk pada aturan yang ada,” jelasnya kepada hukumonline, Rabu (22/6).

Sebagaimana diketahui, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.7 Tahun 2014 tentang Kerugian Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup mengatur penghitungan tersebut. Di dalam Permen itu secara rinci disebutkan komponen yang harus masuk dalam penghitungan ganti rugi dan biaya pemulihan, termasuk rumus penghitungannya.

“Hakim dalam hal ini kurang cermat. Dalam hukum, rumusan matematika sederhana yang digunakan hakim itu bisa dikategorikan asumsi. Sebab, tidak ada landasan hukumnya,” tambah Boy.

Ia melanjutkan, seharusnya perusahaan juga dimintai tanggung jawab atas lahan terbakar di luar konsensinya. Sebab, menurut Boy hal itu sudah masuk dalam hukum positif. Dirinya pun berharap KLHK mengajukan banding dan hakim di pengadilan tinggi dapat mengoreksi putusan itu atas dasar norma dan alat bukti.

Kuasa hukum KLHK, Fauzul Abrar mengatakan pihaknya sedang mempertimbangkan upaya hukum banding. Ia mengakui, nilai ganti rugi dan biaya pemulihan yang dikabulkan hakim sangat kecil. Nilai itu menurutnya jauh dari hasil penghitungan ahli.

“Nilai itu jauh sekali dengan hasil perhitungan ahli yang kami mintai pendapatnya. Saat ini kami sedang mempertimbangkan untuk mengajukan banding,” ujar Fauzul kepada hukumonline.

Tags:

Berita Terkait