Ini Trik Ngeles Advokat Hindari Suap di Pengadilan
Berita

Ini Trik Ngeles Advokat Hindari Suap di Pengadilan

Bisa menolak secara ‘halus’ atau tegas dari awal.

Oleh:
RIA
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS
Maraknya kasus korupsi yang melibatkan berbagai pihak di persidangan, mulai dari advokat, jaksa, panitera, sampai dengan hakim, sedikit banyak telah menguak kusamnya sistem peradilan Indonesia. Advokat senior Frans Hendra Winarta bahkan terang-terangan menyatakan bahwa permainan di belakang ruang persidangan itu sudah bukan rahasia umum lagi.

Dalam suatu kasus yang sedang diperiksa, kongkalikong bisa terjadi. Cara mainnya pun beragam, ada yang lewat pihak ketiga atau calo untuk menghubungkan pihak yang berperkara dengan hakim, namun tidak jarang pula hakim yang turun tangan langsung menawarkan kepada pihak yang berperkara atau kuasa hukumnya dengan iming-iming kemenangan perkara.

“Ya sebenarnya macam-macam saja yang mereka tawarkan. Kita bisa memilih mau hakim yang mana yang menangani perkara kita, meminta supaya tuntutan diringankan oleh jaksa, atau memohon kepada hakim supaya putusan sesuai kemauan kita,” cerita Frans saat dihubungi hukumonline beberapa waktu lalu.

Caranya bagaimana? Pemilik kantor Frans Winarta & Partners ini menjawab ada yang mencoba menelepon ke ponsel pribadi hingga ke telepon kantornya. Ada juga yang memanggil langsung ke ruang hakim.

Senada, advokat M. Agus Riza Hufaida bercerita bahwa dirinya pernah dipanggil ke ruang hakim dan dimintai langsung. Lain waktu, permintaan itu datang lewat panitera.

“Untuk kasus pidana biasanya dimintanya sepaket: dalam tanda kutip jaksa bermain, segalanya bermain, pokoknya semuanya dijelaskan sama mereka. Nanti jaksa yang akan ambil bagian menuntut ringan, lanjut ke hakim juga. Masing-masing dapat bagiannya sediri… Parah lah pokoknya,” kata Riza.

Nah, mengatasi tawaran-tawaran tersebut, ini dia trik yang biasa Riza lakukan. Riza bercerita saat dulu ia masih menjadi anak buah dalam suatu kantor hukum, ia akan bilang kepada yang menawarkan bahwa dirinya akan menanyakan pertimbangan atasannya terlebih dulu.

Sementara, setelah memiliki kantor hukum sendiri dengan nama Riza Hufaida & Partners, dalih pria yang juga aktif dalam Asosiasi Pesebakbola Profesional Indonesia (APPI) ini berubah dengan mengatakan akan mendiskusikan tawaran itu dengan kliennya terlebih dulu.

“Saya katakan, ‘nanti saya sampaikan ke klien dulu ya pak, sebab saya tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan’. Ya saya ngomong begitu tapi sebenarnya udah pasti kami tolak akhirnya,” tuturnya.

Jika Riza menolak permintaan tersebut dengan ‘halus’ yang seolah-olah memberi harapan kepada pihak yang berharap bisa mendapat untung dari perkara tersebut, lain pula cara yang diterapkan Frans. Ia secara tegas menolak tawaran-tawaran yang masuk untuk kasus yang sedang ditanganinya.

“Seandainya ada telepon atau orang datang kepada saya terus nanya ‘berani bayar berapa?’, saya bilang ‘ah saya nggak main-main gitu. Maaf aja.’ Biasanya setelah itu saya diam atau telepon saya tutup. Nggak perlu kasar ngomongnya, yang penting tegas,” ungkapnya seraya memberi nasihat supaya advokat terhindar dari praktik semacam ini.

Diakui oleh Frans saat ini hakim dan panitera peradilan sudah memahami bahwa ia adalah sosok advokat yang tidak bisa disentuh dan diajak bekerja sama. Namun, ia berujar bahwa tidak jarang juga ditemukan oknum-oknum memanggil kliennya untuk menemui mereka secara langsung.

Kalau sudah begitu, Frans akan meminta kliennya untuk segera menolak meski ada risiko mereka akan kalah dalam persidangan. “Kalau memang tau akan kalah karena menolak hakim, ya saya bilang sama klien, ‘kita nanti maju ke pengadilan tinggi ke mahkamah agung’,” tutup Frans.
Tags:

Berita Terkait