Ternyata, Begini Peran Tiga Pegawai Peradilan yang Dipecat Bawas MA
Utama

Ternyata, Begini Peran Tiga Pegawai Peradilan yang Dipecat Bawas MA

Ketiganya diduga turut membantu pengurusan perkara.

Oleh:
Novrieza Rahmi
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS
Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA) telah memecat tiga pegawai peradilan karena terlibat dalam kasus suap yang ditangani KPK. Ketiganya adalah Kosidah (Kd), pegawai pada Panitera Muda Pidana Khusus MA, serta Irdiansyah (Ir) dan Sarwo Edy (SE), keduanya merupakan pegawai pada Kepaniteraan Niaga Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

Kepala Bawas MA Sunarto mengatakan, Kosidah dikenakan sanksi pemberhentian karena terlibat dalam kasus dugaan suap yang dilakukan Kasubdit Kasasi Perdata MA Andri Tristianto Sutrisna, sedangkan Ir alias Iw dan SE diberhentikan karena terlibat dalam kasus dugaan suap panitera PN Jakarta Pusat Edy Nasution.

Namun, bagaimana sebenarnya peran dari Kosidah, Irdiansyah dan Sarwo Edy? Dalam surat dakwaan Andri, Kosidah disebut bersama-sama Andri melakukan perbuatan menerima hadiah atau janji, yaitu menerima uang sebesar Rp400 juta dari seorang terpidana kasus korupsi, Ichsan Suaidi melalui Awang Lazuardi Embat, dan Sunaryo.

Bahkan, sejak awal, Kosidah lah yang dihubungi Andri ketika menerima "order" dari Awang. Awang sendiri merupakan pengacara Ichsan. Ichsan meminta penundaan pengiriman salinan putusan kasasi perkaranya ke PN Mataram agar tidak segera dieksekusi jaksa dan dapat mempersiapkan memori peninjauan kembali (PK).

Andri menghubungi Kosidah melalui Blackberry Messenger (BBM) menanyakan nomor perkara Ichsan sekaligus "biaya" penundaan pengiriman putusan. Kosidah pun menjawab penundaan pengiriman putusan kasasi bisa dilakukan dengan imbalan Rp50 juta. "Biaya" itu dipatok untuk penundaan pengiriman putusan selama enam bulan.

Komunikasi Andri dan Kosidah ini sempat ditunjukan penuntut umum KPK di hadapan majelis hakim persidangan Ichsan dan Awang. Dalam komunikasi, Kosidah menimbang-nimbang, berapa "biaya" yang cocok. "Berapa ya? Kalau 25 bagaimana," tanyanya kepada Andri, lalu dijawab, "Saya sudah ada di situ belum?".

Hingga akhirnya, Kosidah menyarankan Andri meminta Rp50 juta, dimana Rp30 juta akan diberikan kepada panitera pengganti. Dalam percakapan itu juga, Kosidah dan Andri sama-sama berharap agar majelis hakim yang memegang perkara Ichsan bukan seorang hakim berinisial AA (diduga sebagai Artidjo Alkostar).

Setelah sepakat dengan angka Rp50 juta, Andri kembali menaikan harga delapan kali lipat, menjadi Rp400 juta. Angka itu disampaikan Andri kepada Ichsan melalui Awang. Ichsan pun setuju dan memberikan uang Rp400 juta kepada Andri sebagai imbalan atas penundaan pengiriman putusan untuk tiga bulan pertama.

Meski terlibat dalam kasus Andri, Kosidah belum berstatus tersangka. Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati Iskak mengatakan, penetapan tersangka dilakukan kalau telah terdapat alat bukti yang cukup. "Selama kita belum menemukan, ya tidak bisa ditetapkan sebagai tersangka," katanya, Jumat (24/6).

Dua pegawai PN Jakpus
Begitu pula dengan dua pegawai pada Kepaniteraan PN Jakarta Pusat, Irdiansyah dan Sarwo Edy. Meski terlibat dalam kasus suap Edy Nasution, Irdiansyah dan Sarwo Edy hanya berstatus sebagai saksi. Walau begitu, keduanya tidak lolos dari sanksi administrasi. Bawas MA telah menghukum keduanya dengan sanksi pemberhentian.

Sunarto mengungkapkan, keduanya diberhentikan karena terbukti membantu Edy Nasution dalam kasus pengurusan perkara yang sekarang sedang disidik KPK. "Betul," ujarnya kepada hukumonline. Ia menambahkan, kedua pegawai Kepaniteraan Niaga PN Jakarta Pusat resmi diberhentikan sejak minggu kedua bulan Juni 2016.

Akan tetapi, Humas PN Jakarta Pusat Jamaluddin mengaku pihaknya belum menerima surat resmi dari MA. "Belum sampai, kita belum tahu pastinya. Kita belum tahu juga substansinya karena yang memeriksa MA dan belum memberi tahu ke kita. Belum (diberhentikan), tunggu tiba (surat) aslinya dulu. Jadi, masih bekerja," tuturnya.

Di lain pihak, Yuyuk menyatakan, Irdiansyah dan Sarwo Edy memang diduga membantu Edy Nasution dalam menjalankan aksinya. Keduanya pernah diperiksa KPK sebagai saksi. "Iya, dugaannya begitu. (Makanya) Penyidik perlu keterangan dari mereka, sejauh mana mereka membantu EN dalam kasus ini," tandasnya.

Sebagaimana diketahui, Edy Nasution diduga menerima suap dalam pengurusan dua perkara niaga terkait Lippo Group, yaitu perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) PT Kymco Lippo Motor Indonesia dan pailit AcrossAsia Limited melawan PT First Media Tbk. Terkait PK atas pailit AcrossAsia Limited hingga kini masih berproses di MA.

Dalam kasus ini, KPK baru menetapkan dua orang tersangka, yaitu Edy Nasution dan seorang swasta bernama Doddy Aryanto Supeno. Keduanya terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK. Dari hasil OTT, KPK menyita uang sejumlah Rp50 juta. Pemberian uang Rp50 juta itu diduga bukan yang pertama kali.

Pemberian pertama, yakni Rp100 juta diduga dilakukan pada Desember 2015. Sementara, pemberian yang dijanjikan kepada Edy Nasution sebanyak Rp500 juta. Pasca OTT, KPK langsung menggeledah sejumlah tempat, antara lain kantor PT Paramount Enterprise International dan rumah Sekretaris MA Nurhadi.

KPK menganggap kasus Edy Nasution sebagai pembuka kasus besar. Kasus ini juga turut menyeret Nurhadi. Dari hasil penggeledahan rumah Nurhadi, KPK menemukan uang sejumlah Rp1,7 miliar dalam bentuk pecahan mata uang asing dan rupiah. Nurhadi dan Chairperson PT Paramount Eddy Sindoro pun telah dicegah berpergian ke luar negeri.
Tags:

Berita Terkait