Menimbang Dampak Fenomena Brexit Bagi Indonesia
Utama

Menimbang Dampak Fenomena Brexit Bagi Indonesia

Status hubungan Indonesia-Inggris dalam berbagai perjanjian akan terlihat setelah rilis Withdrawal Agreement.

Oleh:
KAR
Bacaan 2 Menit
Foto: corbettreport.com
Foto: corbettreport.com
Brexit, sebuah momentum bersejarah yang menghentak seluruh dunia saat ini. Selama berhari-hari setelah peristiwa tersebut, surat kabar di seluruh negeri masih ramai memperbincangkannya. Tak ketinggalan, berita pengunduran diri Perdana Menteri Inggris David Cameron, menyusul terjadinya Brexit.

Bagaimanapun, Brexit memang layak menjadi perbincangan penting. Sebab, suara mayoritas rakyat Inggris dalam referendum menghendaki negara itu keluar dari keanggaotaan Uni Eropa. Padahal, selama ini berita yang banyak mewarnai adalah upaya negara-negara yang belum bergabung untuk bisa diakui sebagai anggota, seperti Turki.

Fenomena Brexit lantas mengguncang jagad perpolitikan dan ekonomi. Kenyataannya, aspek hukum dari kelarnya Inggris atas keanggotaan Uni Eropa pun menarik ditelisik. Terlebih, hukum Eropa sejatinya telah mengakomodasi kemngkinan bagi negara anggota untuk menarik keanggotaannya.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, Brexit akan melahirkan tatanan politik dan ekonomi baru di Inggris dan Eropa. Namun dampak langsung dari referendum tersebut baru akan terlihat sekitar dua tahun ke depan. Hal ini terkait dengan aturan yang mengikat Inggris maupun negara Uni Eropa lainnya.

"Hasil referendum di Inggris tidak serta-merta langsung berlaku karena Pasal 50 Treaty on European Union harus diaktifkan serta proses negosiasi antara Inggris dan Uni Eropa harus berlangsung untuk menyepakati Withdrawal Agreement," ujar Retno dalam keterangan tertulis, Senin (27/6). 

Pasal 50 Treaty on European Union (Treaty of Lisbon) mengatur bahwa negara anggota yang hendak mengundurkan diri dari kenggotaan Uni Eropa harus memberikan pemberitahuan resmi. Hal ini sekaligus melahirkan kewajiban bagi pihak Uni Eropa untuk menegosiasikan “perjanjian pengunduran diri” dengan negara tersebut. Dengan demikian, setelah Brexit maka Treaty of Lisbon itu mengamanatkan agar Inggris segera dinegosiasikan untuk membuat perjanjian pengunduran diri.

“Withdrawal Agreement diperlukan untuk mengatur tarif perdagangan, kebebasan perpindahan pekerja atau freedom of movement for workers, pengaturan keuangan, serta status hukum Inggris dalam berbagai perjanjian internasional Uni Eropa dengan negara lain,” tambahnya.

Sebuah kesepakatan baru akan terjalin jika pada akhirnya Inggris bersikkuh untuk keluar dari Uni Eropa. Menurut aturan, tenggat waktu untuk hal tersebut adalah dua tahun. Kecuali, ada perjanjian lain yang menyatakan bahwa periode negosiasi diperpanjang lagi.

Jika Inggris benar-benar resmi keluar dari keanggotaan Uni Eropa, maka Inggris tak akan lagi menikmati pasar bebas Eropa. Sebaliknya, kemungkinan besar akan terikat pada aturan-aturan WTO dan relasi dagangnya sendiri.

Selama dua tahun waktu negosiasi, hukum-hukum Uni Eropa tetap berlaku di Inggris. Selain itu, Inggris pun akan tetap terus berpartisipasi dalam hubungan-hubungan dengan Uni Eropa. Semua sendi kehidupan tetap berjalan normal seperti saat Inggris menjadi anggota Uni Eropa. Hanya saja, ada satu yang berbeda. Inggris tidak akan lagi berpartisipasi dalam diskusi ataupun pengambilan keputusan yang bersifat internal bagi Uni Eropa. 

Dari segi politik, menurut Retno, dampak langsung Brexit bagi Indonesia tidak signifikan. Prioritas kemitraan Indonesia-Inggris dan kemitraan Indonesia-Uni Eropa pun diyakini tidak akan berubah. Adapun dari segi ekonomi, dampak dari hasil referendum tersebut baru akan terlihat setelah adanya Withdrawal Agreement.

Selain itu, dampak terhadap berbagai perjanjian yang ada antara Indonesia dengan UE maupun Inggris seperti status Inggris dalam skema RI-UE Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif (CEPA) dan Penegakan Hukum, Tatakelola, dan Perdagangan Hasil Hutan (FLEGT) akan terlihat setelah disepakatinya "Withdrawal Agreement" Inggris-Uni Eropa.

"Kami meyakini hasil referendum tidak akan mempengaruhi hubungan bilateral Indonesia-Inggris. Inggris merupakan mitra strategis Indonesia sejak tahun 2012. Nilai perdagangan kedua negara mencapai 2,35 miliar dolar AS tahun 2015 dan jumlah wisatawan Inggris ke Indonesia tercatat sebesar 69.798 wisatawan pada tahun 2015," katanya.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Luhut Binsar Panjaitan menyatakan, meskipun Brexit tidak berdampak banyak bagi Indonesia, namun pemerintah harus tetap berhati-hati. Saat ini, kata Luhut, pemerintah masih mencermati hasil Brexit. Menurut dia, dampaknya sampai saat ini masih belum bisa dirasakan.

"Mungkin secara langsung dampaknya ke Indonesia tidak banyak. Tapi bagaimana pun kita harus hati-hari melihat ekonomi kita. Dampaknya masih akan kita lihat dalam beberapa waktu ke depan. Namun, pemerintah sudah menyiapkan beberapa pemikiran-pemikiran dari berbagai aspek, ekonomi, politik maupun keamanan," kata dia.

Tags:

Berita Terkait