MA Bentuk Satgassus, KPP: Fokuslah pada Akar Masalah
Berita

MA Bentuk Satgassus, KPP: Fokuslah pada Akar Masalah

Diminta fokus menyelesaikan akar masalah di lembaga peradilan saat ini.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
KPK merilis hasil tangkapan OTT Panitera PN Jakarta Pusat. MA diminta berbenah. Foto: RES
KPK merilis hasil tangkapan OTT Panitera PN Jakarta Pusat. MA diminta berbenah. Foto: RES
Mahkamah Agung (MA) telah membentuk Satgas Khusus Pengawasan terutama mengawasi proses penanganan perkara. Satgas ini merupakan organ di bawah Badan Pengawasan MA yang bertanggung jawab langsung kepada Ketua MA. Satgas Pengawasan ini berisi hakim pengawas yang umumnya tidak dikenal. Fokus tugasnya mengawasi proses penanganan perkara di MA sejak  pendaftaran hingga minutasi putusan.

Satgas Khusus Pengawasan dibentuk setelah berkali-kali aparat pengadilan kesandung perkara antara lain terkena operasi tangkap tangan KPK, dan permintaan THR ke pengusaha. Sebagian dari orang yang diperiksa KPK pasca operasi tangkap tangan mengindikasikan ada yang tidak beres dalam penanganan perkara.

Pembentukan Satgas Khusus (Satgassus) dikritik Choky Ramadhan. Anggota Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) ini menilai upaya Mahkamah Agung (MA) membentuk Satgas Khusus Pengawasan sebagai ‘kosmetik’ yang tidak akan menyelesaikan akar permasalahan korupsi di peradilan. Karena itu, KPP mendesak MA untuk membubarkan Satgas Khusus Pengawasan ini. “Kita menolak tegas pembentukan Satgas Pengawasan yang dibentuk MA. Karena itu, MA harus Bubarkan Satgas Pengawasan ‘kosmetik’. Fokus saja pada akar masalah,” ujar salah satu anggota KPP, Choky Ramadhan dalam keterangan tertulis, Jum’at, (01/7).

Choky mengatakan operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Panitera Pengganti PN Jakarta Pusat Santoso semakin memperpanjang daftar pegawai pengadilan yang diduga terlibat kasus korupsi. Hal ini menandakan lembaga pengadilan sedang dalam kondisi darurat. “Namun, Ketua MA Hatta Ali justru merespon rentetan kasus ini dengan membentuk Satuan Tugas Khusus Pengawasan,” kata Choky. 

Koordinator Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI FHUI) itu menganggap pembentukan Satgas Pengawasan belum dibutuhkan. Pembentukan Satgas Khusus Pengawasan tersebut mencerminkan perspektif MA yang melihat rangkaian permasalahan sebagai masalah kasus per kasus, bukan masalah struktural yang segera diselesaikan.

Koalisi berpandangan mendesain pengawasan terhadap hakim, seharusnya MA mengikutkan Komisi Yudisial, KPK, dan masyarakat sipil untuk terlibat secara aktif dan partisipatif mendesain pengawasan yang lebih efektif. “Bukan dengan cara menutup diri dan menunjuk pihak-pihak di internal yang tidak diketahui rekam jejaknya oleh publik,” kritiknya.

Dia melanjutkan upaya MA menutup diri dan membuat semacam lembaga pengawasan kosmetik itu terlihat dalam kasus Nurhadi. Meski MA sudah membentuk tim investigasi, namun sampai saat ini publik belum tahu sejauh mana kinerja dan hasil yang sudah dicapai tim investigasi yang menyelidiki dugaan keterlibatan Sekretaris MA tersebut.

“Berkaca pengalaman tersebut, Satgas Khusus Pengawasan yang dibentuk MA potensial menjadi semacam lembaga kosmetik. Seakan hadir namun sebenarnya bertujuan mengaburkan dan melokalisasi masalah yang ada. Seharusnya, hasil temuan investigasi terkait Sekretaris Nurhadi dibuka ke publik.”

KPP, kata Choky, berharap MA fokus menyelesaikan akar masalah di lembaga peradilan saat ini, seperti belum transparannya sistem promosi mutasi hakim dan pegawai, menyederhanakan sistem penyelesaian dan pengawasan penanganan perkara, dan merestrukturisasi Badan Pengawasan sebagai lembaga yang tidak di bawah Sekretaris MA. “Ide-ide semacam itu sudah ada dalam Cetak Biru Reformasi MA, namun sampai detik ini tidak pernah dijalankan,” ujarnya mengingatkan.

Karena itu, dia menyarankan agar MA lebih terbuka dengan mengajak publik dan lembaga terbaik seperti Komisi Yudisal, KPK dan masyarakat sipil untuk terlibat secara aktif dalam membenahi permasalahan di internal MA.
Tags:

Berita Terkait