Menyedihkan, Kekayaan Intelektual Indonesia Sering Dicuri Asing
Utama

Menyedihkan, Kekayaan Intelektual Indonesia Sering Dicuri Asing

Aturan internasional semakin lama semakin melindungi pemegang paten, bukan negara. Indonesia harus segera memiliki policy briefs terkait kekayaan intelektual.

Oleh:
KARTINI LARAS MAKMUR
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi kekayaan intelektual. Foto: RES
Ilustrasi kekayaan intelektual. Foto: RES
Direktur Perjanjian Ekonomi Sosial dan Budaya (Ekososbud) Kementerian Luar Negeri, Abdulkadir Jailani mengatakan bahwa kekayaan intelektual (KI) merupakan salah satu isu strategis dalam rezim hukum internasional saat ini. Ia mencontohkan, dalam perundingan-perundingan free trade agreement dan bilateral investment treaty, selalu ada elemen tama KI. Betapa strategisnya KI, elemen tersebut sering dimanfaatkan negara maju.

“Kita harus hati-hati terkait hal ini. Seringkali isu ini menjadi alat negara maju untuk mendikte negara berkembang terkait dengan standar penegakan hukum. Kita harus melihat wajah lain untuk memiliki pemahaman yang lebih luas,” katanya, dalam Forum Kekayaan Intelektual di Jakarta, Selasa (19/7).

Kadir mengatakan, KI sangat penting. Ia mengingatkan bahwa pemahaman mengenai KI harus melampaui sekadar registrasi hak. KI merupakan alat untuk memajukan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Sebab, KI dapat mendorong inovasi.

“Kekayaan intelektual ini bukan isu netral. Politik di balik KI ini sangat kental dan semakin lama semakin kental. Bagi negara tertentu seperti AS, Jepang, India, Brazil, Afrika Selatan, KI sangat strategis untuk mendukung kepentingan negaranya,” tutur Kadir.

Oleh karena itu, Kadir melihat diplomasi ekonomi juga harus dimanfaatkan sebagai alat dan mekanisme diplomasi untuk kepentingan di bidang KI. Menurutnya, ada dua tipe diplomasi ekonomi yang bisa dioptimalksan terkait KI, yakni ofensif dan defensive.

“Ofensif artinya menggunakan norma-norma hukum baru untuk kepentingan negara berkembang. Ketiadaan norma sering merugikan negara. Misalnya perlindungan terhadap ekspresi budaya, pengetahuan tradisional serta sumber daya genetikal,” tuturnya.

Kadir menjelaskan, Indonesia memiliki sumber daya genetika paling besar di dunia. Sumber daya ini terutama banyak ditemukan di laur. Menurutnya, sumber daya tersebut penting untuk pengembangan bioteknologi.

Sayangnya, sumber daya genetika Indonesia sering dicuri oleh pihak asing. Ia mengungkapkan, mekanisme pencurian yang paling banyak ditempuh adalah melalui pendaftaran KI. Demikian pula dengan pengetahuan tradisional.

“KI ini sering disalahgunakan untuk mencuri. Misalnya, pengetahuan tradisional terkait dengan jamu-jamuan. Ada beberapa yang didaftarkan oleh asing. Malangnya, negara maju menolak sama sekali pengaturan mengenai hal ini. Maka kita harus ofensif. Sebab, hal ini merupakan kepentingan negara Indonesia,” tegasnya.

Sementara itu, metode diplomasi yang bersifat defensif dilakukan dengan memperkecil ketimpangan antara negara maju dan negara berkembang, apalagi berkaitan dengan obat-obatan. Menurut Kadir, paten seringkali menjadi hambatan bagi negara berkembang untuk menyediakan obat murah.

“Aturan internasional semakin lama semakin melindungi pemegang paten, bukan negara. Kita harus segera memiliki policy briefs terkait kekayaan intelektual ini,” tandasnya.

Staf Ahli Menteri Perdagangan, Kasan, menjelaskan bahwa ada tiga kunci agar KI bisa mendorong pertumbuhan ekonomi negara. Pertama, mengamankan pasar, terutama di negara-negara yang dipantau setiap tahun. Hal ini untuk memastikan perlindungan KI di negara tersebut. Ia mencontohkan, pembajakan musik, lagu, maupun film Indonesia di negara Asia Tenggara cukup banyak terjadi.

Kedua, menjaga komitmen dengan negara lain yang merupakan mitra dan menjadi akses, misalnya untuk hasil film-film AS di Indonesia. Kasan mengungkapkan, berdasarkan laporan United States Trade Representative tahun lalu, Indonesia masuk kategori negara prioritas yang harus diawasi. Pasalnya, perlindungan KI di Indonesia dinilai masih rendah.

“Hal ini juga mempengaruhi akses pasar ekspor ke Amerika Serikat. Sekarang ekspor ke sana berdasarkan evaluasi terhadap penegakan hukum dan perlindungan KI. Sehingga keputusan akses pasar Indonesia bagi beberapa produk bergantung pada penilaian KI,” jelasnya.

Ketiga, Kasan mengingatkan bahwa pemerintah bersama pemangku kepentingan harus bisa menyediakan akses pasar agar KI terus berkembang. Ia berharap pemerintah segera membentuk lembaga yang tugasnya memantau, menjaga komitmen, juga menyediakan akses pasar bagi KI.

Tags:

Berita Terkait