Di Masa Sidang V, DPR Setujui 3 RUU Jadi Undang-Undang
Utama

Di Masa Sidang V, DPR Setujui 3 RUU Jadi Undang-Undang

Mulai Perppu Pilkada, RUU Pengampunan Pajak hingga RUU Paten.

Oleh:
ROFIQ HIDAYAT
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES
DPR telah merampungkan 3 rancangan undang-undang (RUU) menjadi undang-undang pada masa sidang V di tahun 2016. Setidaknya, hal ini menambah penyelesaian daftar RUU yang masuk dalam Prolegnas 2014-2019. Hal ini disampaikan Ketua DPR Ade Komarudin dalam pidato penutupan masa sidang V di Gedung DPR, Kamis (28/7).

Ketiga RUU itu adalah RUU tentang Perubahan Kedua Atas UU No.1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu No.1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota. Menurut Ade, setidaknya terdapat beberapa penyempurnaan.

Undang-undang itu mengatur antara lain mengenai persyaratan, pengaturan terkait pelaksanaan, penegasan tentang pelaksanaan nomenklatur petahana, pendanaan, penyederhanaan penyelesaian sengketa hingga sanksi yang melakukan politik uang. RUU tersebut menyempurnakan ketentuan teknis lainnya terkait dengan penyelenggaraan pemilihan.

“Dengan adanya penyempurnaan RUU ini, hajat penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dapat berjalan dengan baik,” ujar Ade

Kedua, RUU tentang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty). Dengan disahkannya menjadi UU, pengampunan pajak diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan dan restrukturisasi ekonomi melalui repatriasi harta yang berdampak terhadap likuiditas domestik, perbaikan nilai tukar rupiah, penurunan suku bunga, peningkatan investasi. (Baca Juga: Disetujui DPR, Ini Poin Penting UU Pengampunan Pajak)

Tak kalah penting, mendorong reformasi perpajakan menuju sistem perpajakan yang valid, komprehensif, terintegrasi sehingga dapat meningkatkan penerimaan pajak bagi pembiayaan pembangunan dan kesejahteraan rakyat.

Ketiga, RUU teranyar yang disetujui menjadi UU adalah RUU Paten. Substansi penting dalam RUU Paten terkait dengan lingkup perlindungan Paten, subjek Paten, pemakai tedahulu, invensi yang berkaitan dengan dana atau berasal dari sumber daya genetik. Kemudian pengetahuan tradisional, komisi banding paten, kewajiban pemegang paten membuat produk dan menggunakannya di dalam wilayah Indonesia. Terpenting, ketentuan yang mengatur terhadap pelanggar paten dengan pidana. (Baca Juga: Disetujui Jadi UU, Ini Hal Penting yang Diatur dalam UU Paten)

DPR, khususnya Komisi VIII telah melakukan pembahasan Perppu No.1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.  Namun, lantaran Perppu yang diterima DPR pada masa sidang V, maka sesuai aturan persetujuan DPR dilakukan pada masa sidang berikutnya. Dalam pembahasan tingkat satu di Komisi VIII, seluruh fraksi telah memberikan pandangannya. Mesti tidak secara bulan memberikan persetujuan terhadap Perppu tersebut, namun dipastikan Perppu bakal diambil persetujuan dalam sidang paripurna pada masa sidang berikutnya.

Selain ketiga RUU yang resmi disetujui menjadi UU, terdapat RUU usul inisiatif Komisi VIII yakni RUU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah menjadi RUU inisiatif DPR. RUU tersebut bakal ditindaklanjuti dalam pembahasan di tingkat pertama bersama dengan pemerintah.

Politisi Partai Golkar itu lebih lanjut mengatakan, DPR dan pemerintah telah menyepakati 10 RUU perubahan Prolegnas 2016. Bahkan lembaga yang dipimpinnya pun sedang melakukan penyusunan terhadpa 15 RUU dan melanjutkan pembahasan terhadap 20 RUU yang menjadi prioritas DPR dan pemerintah.

“Sementara, RUU yang masih dalam proses harmonisasi di Badan Legislasi ada 2 RUU. Sedangkan RUU yang saat ini masih menunggu surat presiden ada 1 RUU dan terdapat 7 RUU ratifikasi yang masih dalam proses pembahasan komisi-komisi,” pungkasnya.

Seperti diketahui, Kinerja DPR dalam bidang legislasi menjadi perhatian tersendiri bagi masyarakat. Pusat Studi Hukum dan Kebiajakan (PSHK) mencatat, sepanjang tahun 2015, kinerja legislasi DPR jauh panggang dari api. (Baca Juga: Ini Penyebab Kinerja Legislasi DPR Anjlok di 2015)

Direktur Monitoring, Evaluasi, dan Penguatan Jaringan PSHK, Ronald Rofiandri, mengatakan pihaknya menemukan beberapa temuan akibat kemunduran kinerja DPR dalam bidang legislasi. Mulai dari ketidakpatuhan terhadap syarat prosedur sebagaimana diatur dalam UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, hingga minimnya anggota dewan hadir dalam pembahasan RUU.

“Beberapa temuan PSHK mengkonfirmasi adanya sejumlah kemunduran akibat ketidakpatuhan terhadap syarat prosedur sebagaimana diatur dalam UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan hingga absennya politik legislasi,” ujar Ronald.

Tags:

Berita Terkait