Fessy Alwi, News Anchor Beken ‘Banting Stir’ Jadi Notaris
Berita

Fessy Alwi, News Anchor Beken ‘Banting Stir’ Jadi Notaris

Hasrat kembali mengudara lewat layar televisi agaknya tak terbendung. Saat ini, Fessy tak benar-benar hilang dari layar kaca. Dalam sebuah program dialog “Pro dan Kontra” yang ditayangkan di JakTV, Fessy masih dipercaya memandu acara tersebut sebagai host.

Oleh:
Nanda Narendra Putra
Bacaan 2 Menit
Fessy Farizqoh Alwi. Foto: www.pinterest.com
Fessy Farizqoh Alwi. Foto: www.pinterest.com
Masih ingat dengan sosok Fessy Alwi? Sosok wanita cantik yang sering muncul dalam layar kaca dan membawakan sebuah program acara berita di salah satu stasiun televisi swasta ini memang tak banyak lagi menghiasi layar televisi Anda. Kini, news anchor yang dikenal cerdas, kritis, dan lihai melakukan imporvisasi dalam membawakan acara itu ‘banting stir’ dan memilih menekuni profesinya yang baru sebagai notaris dan PPAT.

Sejak tahun 2011, pemilik nama lengkap Fessy Farizqoh Alwi resmi berkarier sebagai notaris dan PPAT. Setelah kurang lebih 11 tahun jatuh bangun menjalani profesinya di dunia jurnalisme televisi sekaligus mengantarkan namanya dikenal publik secara luas. Tentunya, pertanyaan besar bagi sebagian orang adalah apa sebetulnya alasan dibalik berhentinya wanita kelahiran Malang, 18 Juli 1980 ini sebagai pembawa berita?

Kepada hukumonline, Fessy mengaku cukup berat hati saat harus melepas profesinya sebagai wartawan televisi. Soalnya, antara karier jurnalisitik dan karirr sebagai notaris dan PPAT tak bisa berjalaan beriringan. Selain soal kesulitan waktu, Undang-Undang Jabatan Notaris melarang setiap notaris untuk merangkap sebagai profesi lain, tidak terbatas tetapi termasuk pegawai swasta.

“Ya udah aku harus memilih salah satu. Bismillah, akhirnya menekuni profesi baru notaris dan PPAT,” ujar Fessy saat dihubungi, Jumat (29/7).

Fessy mengatakan tak punya momentum khusus mengapa ia akhirnya terjun ke dunia kenotariatan. Tapi yang pasti, persiapan menjadi notaris telah ia persiapkan ketika tahun 2004. Saat usianya genap 24 tahun, Fessy mulai mengenyam pendidikan pada program Magister Kenotariatan (M.Kn) di Universitas Indonesia setelah menuruti nasihat dari kedua orang tuanya.

Menariknya, di tengah kesibukan Fessy sebagai jurnalis televisi, ia masih menyempatkan untuk mengikuti perkelasan yang dilangsungkan di kampus UI, Depok. “Oke, silakan jadi wartawan sampai bosen tapi udahlah kuliah notaris,” ucap Fessy menirukan perkataan orang tuanya.

Diakui Fessy, kuliah yang ia lakoni saat itu memang tak selalu berjalan mulus. Maksudnya, bukan berarti ia tak bisa mengikuti pembelajaran yang diajarkan oleh dosen melainkan waktu tempuh rata-rata mahasiswa yang mengambil program magister umumnya dua tahun. Namun, Fessy sedikit ‘molor’ menyelesaikan jenjang studi S2-nya pada tahun 2007. Sebetulnya, secara nurani itu bisa ‘dimaklumi’ melihat kesibukan luar biasa sebagai jurnalis plus editor di media masa. (Baca juga: Ini News Anchor Bergelar Sarjana Hukum)

Namun, Fessy menegaskan bahwa dirinya memang sengaja tak meminta semacam dispensasi, baik kepada kantor tempatnya bekerja atau dosen yang mengampu mata kuliah kenotariatan tertentu. Buktinya, ia tak bisa mengikuti ujian akhir pada mata kuliah tertentu akibat komposisi absensi yang ditetapkan dosen tidak dipenuhi olehnya.

“Ya, pinter-pinter membagi waktu aja dan banyak bergaul dengan teman-teman angkatan, kalau kita ngga masuk bisa dikasih bahan. Akhirnya menjadi tiga tahun, karena sering ngga masuk terus terang,” selorohnya

Meski mengalami sedikit tantangan saat menempuh studi lanjutannya, agaknya hal itu tak mempengaruhi kualitas alumni Fakultas Hukum Universitas Airlangga itu saat menjalankan tugas dan jabatannya selaku profesi notaris dan PPAT.

Sama halnya saat menjadi jurnalis, ia tetap memegang teguh serta standar tinggi dalam setiap profesi yang dilakoninya. Nyatanya, tak lama membuka kantor notaris dan PPAT di wilayah kerja Depok sejak 2011, lima tahun kemudian, permohonan perpindahan jabatan yang ia ajukan disetujui. Resmi, per Maret 2016 ia menjadi notaris dan PPAT untuk wilayah kerja Jakarta Selatan dan membuka kantor di Jl Prof Dr Satrio Kav. C4 No.9 – Kuningan Timur, Jakarta Selatan.

Jadi ‘Modal’ Tambahan
Belasan tahun berkarier dalam dunia jurnalistik agaknya menjadi modal tambahan yang bermanfaat bagi Fessy ketika melakoni profesi yang digelutinya belakangan ini. Kebiasaan melontarkan pertanyaan-pertanyaan kritis kepada narasumber untuk menggali suatu informasi, nampaknya terbawa saat menghadapi klien untuk kepentingan pembuatan akta. Dikatakan Fessy, hal itu kadangkala diperlukan agar notaris tidak ‘dimanfaatkan’ oleh klien yang datang menghadap. “Cukup membantu. Termasuk bisa ‘gaet’ klien,” ujarnya santai.

Fessy melanjutkan, memang ada keuntungan tambahan semisal bisa memiliki klien potensial yang lebih luas mengingat pengalamannya pada profesi sebelumnya yang tidak bisa dianggap remeh. Namun, hal itu tak berarti mengurangi kecermatan dan kehati-hatiannya serta kualitas akta yang dibuatnya. Soalnya, tantangan di dunia notaris cukup berat. Jika notaris tak pernah meng-update kemampuan minimal melalui seminar dan pelatihan, maka dipastikan akan tergerus dengan rekan sejawatnya.

Apalagi, keadaan belakangan ini tak banyak menguntungkan baik bagi notaris ataupun PPAT. Sebab, tak sedikit notaris dan PPAT yang mesti berurusan dengan penegak hukum berkenaan dengan akta yang dibuatnya meskipun telah ada peran Majelis Kehormatan Notaris (MKN). (Baca Juga: Waspada! Ini Pasal-pasal yang Sering Menjerat Profesi Notaris dan PPAT)

“Notaris harus teliti dan betul-betul hati-hati karena pertanggungjawab saat membuat akta itu seumur hidup ya, paling tidak sampai usia pensiun 65 tahun atau kalau mau diperpanjang 67 tahun. Kita harus hati-hati dan teliti di setiap akta yang dibuat,” jelas ibu dua anak ini.

Selain itu, istri advokat yang juga politikus Partai Nasional Demokrat, Taufik Basari, ini menilai antara jurnalis dan notaris dari segi tertentu memiliki persamaan, misalnya sama-sama berada di tengah para pihak atau tidak memihak, sehingga tak begitu sulit menyesuaikan. Namun, alasan keluarga juga yang akhirnya membulatkan tekad ibu dari dua orang anak ini untuk mantap berhenti dari dinamika dalam dunia jurnalistik.

“This is the time untuk buka kantor sendiri, mengimplementasikan ilmu yang sudah didapat dan bisa berbagi waktu dengan keluarga,” terangnya.

‘Haus’ Masuk Layar Kaca
Hasrat untuk kembali mengudara lewat layar televisi agaknya tak terbendung. Saat ini, Fessy tak benar-benar hilang dari layar kaca. Dalam sebuah program dialog “Pro dan Kontra” yang ditayangkan di JakTV, Fessy masih dipercaya memandu acara tersebut sebagai host. Kembalinya Fessy ke layar kaca tak terlepas dari restu Taufik Basari yang mempersilahkannya untuk kembali menghiasi layar televisi.

“Tobas (sapaan akrab Taufi Basari,- red) bilang kalau sudah bisa handle kantor kembali ke TB biar ‘ngga langsung ilang’,” katanya.

Fessy memang banyak melibatkan sang suami sebelum menentukan langkah besar yang akan ditempuh, termasuk saat berhenti dari Metro TV tahun 2013. Sepak terjang karier Fessy memang telah dimulai sejak bangku kuliah. Saat  masih mahasiswa, ia sudah menjadi penyiar berita di TVRI Surabaya sekira tahun 2001.

Pengalaman pertama masuk ke dunia media masa semakin terbuka ketika ia hijrah ke Jakarta. Tak lama berselang setelah mengantongi gelar sarjana hukum, pada tahun yang sama ia resmi bergabung sebagai reporter dan presenter RCTI tahun 2002.

Selama berkarier di RCTI, satu tugas liputan yang mengesankan buat Fessy adalah saat meliput konflik di Aceh sekira tahun 2003 selama kurang lebih 14 hari. Lantaran tugas yang berbahaya itulah, sang ibunda menasehatinya agar melanjutkan kuliah dengan mengambil program studi kenotariatan (M.Kn). Maklum, Fessy merupakan anak perempuan semata wayang. Tak heran jika sang ibu khawatir setiap kali sang anak mendapat penugasan untuk meliput kegiatan di luar kota.

Setelah kejadian itu, Fessy memang sempat berpindah dari divisi pemberitaan ke divisi Legal RCTI. Tapi, itupun tak bertahan lama, ia hanya ‘kuat’ berkutat sebagai Legal selama satu tahun lebih. Paruh Agustus 2005, Fessy kembali aktif sebagai jurnalis TV namun pindah ke ANTV. Dari penelusuran hukumonline, pada suatu program special di ANTV, Fessy berkesempatan melakukan wawancara dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam acara berjudul “Minum Teh Bersama Presiden SBY”.

Tiga tahun berselang, Fessy akhirnya memutuskan untuk mencari pengalaman di televisi berita, Metro TV sebagai news anchor pada sejumlah program berita, seperti Suara Anda hingga Prime Time News mulai Oktober 2008. Nampaknya, pada titik inilah Fessy mulai melirik profesi lain yang mungkin lebih tepat ia tekuni setelah kurang lebih 11 tahun berkecimpung sebagai jurnalis TV, presenter, hingga produser selama bekerja di media masa.

“Sempet kepikiran lawyering, sempet mau apply ke beberapa lawfirm. Cuma waktu kuliah sudah nyambi kerja sebagai penyiar berita TVRI Surabaya. Begitu ke Jakarta, yang kebuka link-nya dari TV juga,” tutupnya.
Tags:

Berita Terkait