Impor Tembakau Cukup Diatur Melalui Peraturan Mendag, Tak Perlu UU
Berita

Impor Tembakau Cukup Diatur Melalui Peraturan Mendag, Tak Perlu UU

RUU Pertembakauan terkesan dipaksakan untuk menjadi rancangan undang-undang inisiatif DPR karena tidak memiliki arti penting dan keuntungan bagi rakyat dan bangsa Indonesia.

Oleh:
ANT/Mohamad Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Foto ilustrasi: SGP
Foto ilustrasi: SGP
Suara penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang Pertembakauan terus terjadi. Salah satu hal yang akan diatur dalam regulasi itu adalah soal impor tembakau. Menurut Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat Bersatu (KRB) Melawan Kebohongan Industri Rokok, Hary Chariansyah, untuk impor tembakau tidak perlu diatur hingga tingkat undang-undang, tetapi cukup melalui surat keputusan Menteri Perdagangan.

"Bila ada yang mengatakan Rancangan Undang-Undang Pertembakauan akan melindungi petani, tidak perlu sebuah undang-undang hanya agar bisa menaikkan harga beli tembakau dari petani lokal oleh industri rokok," kata Hery melalui siaran pers diterima di Jakarta, Selasa (2/8).

Menurut Hery, ada ketimpangan yang dilakukan industri rokok. Di saat harga beli tembakau oleh industri rokok kepada petani sangat rendah, mereka mampu mengeluarkan biaya pemasaran dengan jumlah yang sangat besar. Oleh karena itu, Hery menilai RUU Pertembakauan terkesan dipaksakan untuk menjadi rancangan undang-undang inisiatif DPR karena tidak memiliki arti penting dan keuntungan bagi rakyat dan bangsa Indonesia.

RUU Pertembakauan tidak akan mengubah apa pun terkait tata niaga tembakau yang selama ini timpang dan lebih menguntungkan industri karena bisa mengatur harga sekehendak hati mereka. (Baca Juga: Meski Ditolak YLKI, Pembahasan RUU Pertembakauan Jalan Terus)

"Posisi petani tembakau tidak akan mengalami perubahan, ada atau tidak ada Undang-Undang Pertembakauan, karena petani tetap akan berada pada posisi sebagai penanggung risiko terbesar dalam produksi tembakau," tuturnya.

Hery menduga RUU Pertembakauan lebih merupakan pesanan industri rokok yang mengusung agenda terselubung dari kepentingan industri rokok asing. Apalagi, pada akhir 2015 diberitakan Philip Morris International telah menyatakan komitmen untuk menanamkan modal AS$1,9 miliar di Indonesia.

"Langkah itu juga diikuti British American Tobacco (BAT). Investasi sebesar itu pasti memerlukan regulasi yang dapat memberikan jaminan untuk keberlangsungan bisnis," katanya.

Menurut Hery, industri rokok asing memang memiliki kepentingan di Indonesia sebagai sasaran pemasaran yang potensial karena jumlah penduduk dan jumlah prokok yang sangat besar. Indonesia juga memiliki pertumbuhan perokok tercepat dan tertinggi di dunia, yaitu 14 persen setiap tahun.

"Indonesia juga tidak memiliki peraturan yang kuat untuk mengendalikan perdagangan rokok," ujarnya. (Baca Juga: Ini Alasan RUU Pertembakauan Tidak Layak Masuk Prolegnas 2015-2019)

Untuk diketahui, Badan Legislasi (Baleg) DPR menyetujui RUU Pertembakauan untuk dibawa ke pembahasan tingkat II untuk menjadi inisiatif DPR. Diketahui, ada sembilan Fraksi DPR setuju melanjutkan RUU Pertembakauan dilanjutkan ke Rapat Paripurna pada masa sidang mendatang, usai DPR menjalani reses pada 28 Juli 15 Agustus 2016.  

“Baleg menerima pengharmonisasian dari Ketua Panja. RUU ini tidak saja membicarakan soal kesehatan atau bahaya rokok, tapi juga untuk kedaulatan petani tembakau,” kata Ketua Baleg Supratman Andi Agtas di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (27/7) lalu.

Tags:

Berita Terkait