Hakim Nilai Keterangan Presdir Paramount Soal Sumbangan Rp50 Juta Tak Masuk Akal
Berita

Hakim Nilai Keterangan Presdir Paramount Soal Sumbangan Rp50 Juta Tak Masuk Akal

Hakim minta Presiden Direktur Paramount jujur dalam memberikan keterangan di persidangan.

Oleh:
NOV
Bacaan 2 Menit
Presiden Direktur PT Paramount Enterprise International Ervan Adi Nugroho (sebelah kanan) saat bersaksi dalam sidang perkara suap Doddy Aryanto Supeno di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (8/8). Foto: NOV
Presiden Direktur PT Paramount Enterprise International Ervan Adi Nugroho (sebelah kanan) saat bersaksi dalam sidang perkara suap Doddy Aryanto Supeno di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (8/8). Foto: NOV
Hakim Sinung Hermawan meminta Presiden Direktur PT Paramount Enterprise International Ervan Adi Nugroho jujur soal maksud pemberian uang Rp50 juta kepada panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Edy Nasution. Ia menganggap keterangan Ervan yang menyatakan uang Rp50 juta sebagai sumbangan pernikahan anak Edy, tidak masuk akal.

Pertama, karena Ervan mengaku pertemuannya dengan Edy hanya dua kali, yaitu saat dikenalkan oleh Eddy Sindoro di suatu acara pernikahan pada 2015 dan saat menghadiri acara pernikahan anak Edy pada 5 Maret 2016. Kedua, karena uang sumbangan itu baru diberikan sebulan setelah acara pernikahan anak Edy, yakni pada April 2016.

Ketiga, karena Ervan memberikan sumbangan tidak secara langsung, melainkan menitipkan kepada Wresti Kristian Hesti. Padahal, Ervan mengaku, sumbangan itu diberikan atas nama PT Paramount, bukan atas nama pribadi. Namun, uang sumbangan tersebut justru diberikan kepada Hesti yang bukan karyawan PT Paramount. (Baca Juga: Nurhadi Diduga Pernah Bertemu Tersangka Penyuap Panitera PN Pusat)

Hesti merupakan pegawai legal di PT Artha Pratama Anugrah dan biasa mengurus perkara Lippo Group, yang menurut Ervan tidak ada kaitannya dengan PT Paramount. Faktanya, uang itu juga tidak dititipkan langsung kepada Hesti, tetapi lewat orang suruhan Hesti, Wawan Sulistiawan. Bahkan, yang menyerahkan uang kepada Edy adalah Doddy Aryanto Supeno.

Alasan-alasan Ervan ini membuat Sinung bertanya-tanya. Mengapa, meski baru dua kali bertemu Edy, Ervan sudah memberikan sumbangan yang cukup besar? Mengapa pula sumbangan atas nama perusahaan tidak diberikan langsung oleh PT Paramount kepada Edy, dan mengapa baru diberikan sebulan setelah acara pernikahan?

"Sebab, ketika berkenalan dengan Pak Edy, saya memperkenalkan diri sebagai Presiden Direktur PT Paramount. (Memberikan sumbangan cukup besar) Karena image company kami, kan perusahaan kami perusahaan yang cukup besar," kata Ervan saat bersaksi dalam sidang perkara suap Doddy di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (8/8).

"Jadi, pas acara perkawinan (anak Edy), saya kebetulan tidak bawa sumbangannya. Saya titipkan melalui Bu Hesti. Bu Hesti kan juga mendapat undangan, tetapi tidak hadir. Saya pikir dia mau bertemu Pak Edy untuk minta maaf karena tidak bisa hadir, jadi sekalian. Waktu itu kepikiran cari praktisnya saja," tambahnya.

Terkait dengan Doddy, Ervan menjelaskan, Doddy merupakan bekas asisten Eddy Sindoro. Ia membantah adanya hubungan antara perusahaan tempat Doddy bekerja, yaitu PT Artha Pratama Anugrah dengan PT Paramount. "Cuma, memang Pak Eddy Sindoro adalah advisor di PT Paramount," ujarnya.

"Iya kita tahu perusahaan besar. Sementara, perkenalan dengan Edy cuma di tempat perkawinan. Apa hanya itu saja, kemudian saudara menyumbang sebegitu besar. Itu kan tidak masuk akal juga. Toh, itu bukan pribadi perusahaan saudara, tapi perusahaan. Berani-beraninya saudara menyumbang uang Rp50 juta," telisik Sinung.

Ervan menjawab, ia berani menyumbang Rp50 juta karena itu sudah ada dalam kewenangannya. (Baca Juga: Suap Perkara Lippo Group, Nurhadi Disebut “Cawe-Cawe”

"Walaupun wewenang anda, kok kenalnya aja di tempat pernikahan. Tidak ada apa-apanya. Saudara nyumbang Rp50 juta. Ini masuk akal, tidak? Tidak usah ditutup-tutupi. Wong sudah terjadi. Ngapain saudara tutup-tutupi juga?," tanya Sinung lagi.

"Tapi, memang itu betul. Kebetulan memang sumbangan ini untuk anaknya beliau, Pak Edy Nasution," ucap Ervan.

Ervan mengaku, salah satu alasan pemberian uang agar anak Edy mengenal PT Paramount. "Kita harapkan, nanti, siapa tahu dia jadi kenal Paramount. Untuk lain kali, bisa beli rumah gitu lho. Ini kan pengantin baru, termasuk calon...," tutur Ervan yang langsung ditimpali oleh Sinung, "Ah, tidak masuk akal saudara ini. Yang realistis saja. Kalau memang ada hubungan saudara dengan Edy, katakan saja".

Namun, Ervan tetap membantah. Lantas Sinung, meminta agar Ervan tidak menutup-nutupi soal kaitan pemberian uang Rp50 juta dengan pengurusan perkara. Terlebih lagi, sebelumnya Hesti sudah menerangkan soal uang Rp50 juta dan penuntut umum KPK juga memiliki bukti percakapan Hesti dengan Ervan terkait perkara.

"Saya hanya minta kejujuran saudara sebagai Presiden Direktur saja. Sebetulnya, ada kasus nggak di Paramount," pinta Sinung.

Akan tetapi, Ervan bersikukuh membantah. Ia memastikan, di tahun 2016, PT Paramount maupun anak perusahaannya tidak berperkara di PN Jakarta Pusat maupun Mahkamah Agung (MA). Yang ada, hanya tahun 2013, terkait sengketa tanah anak usaha PT Paramount, PT Jakartabaru Cosmopolitan dengan ahli waris pemilik tanah di di PN Tangerang.

"Kalau terkait kasus-kasus keperdataan (lain) yang ke Mahkamah Agung (MA), yang sedang ditangani?," tanya Sinung.

"Tidak ada yang mulia," jawab Ervan. (Baca Juga: Memo untuk “Sang Promotor” Benang Merah Nurhadi dan Lippo Group)

BBM dan "Pak End"
Mendengar bantahan Ervan, penuntut umum pun menunjukan bukti percakapan Blackberry Messenger (BBM) antara Hesti dan Ervan tanggal 11 November 2015. Inti percakapan adalah soal revisi surat yang rencananya akan diserahkan Eddy Sindoro kepada seseorang berinisial "Pak End".
Hesti Saran saya begini Pak, besok kan Pak Edd ketemu Pak End, mungkin kita minta bantuan Pak End supaya yang di pusat revisi surat itu. Bagaimana menurut Bapak? Sementara saya sudah minta beliau agar pending surat jangan dikirim kemana-mana
Ervan Ya bu biar dipending dulu, bisa tolong bu Hesti sampaikan ke Pak ES mengenai hal tersebut, tks
Hesti Re: Surat Paramount setelah saya pelajari Pak memang revisi yang kita minta sangat lengkap dan detail, dimana surat yang kita refer seperti surat MA ditujukan kepada lawyer lawan, PN Pusat hanya mendapat tembusan, itu sepernuhnya kebijakan PN untuk mencantumkannya. Sedangkan tambahan dari kita di luar surat2 yang ada yaitu tentang eksekusi telah dilaksanakan dengan adanya pembagian/pemisahan harta kurang pas jika dikutip karena PN belum memiliki dokumennya sy coba discuss dengan Pak Ervan kemungkinan PN Hanya punya perintah eksekusinya tapi copy akta belum tentu punya. Menurut saya revisi yang paling penting adalah bagian kesimpulan terakhir dimana isinya disamakan dengan surat ketua PN Pusat terdahulu yaitu tidak dapat dieskekusi. Sedangkan surat yang sekarang dibuat kalimatnya sama dengan surat pengadilan Tinggi, belum dapat dieksekusi. Demikian pendapat saya Pak
Itu bbm saya ke Pak Eddy, beliau minta saya call bapak, apakah bapak setuju, saya coba hub bapak tp tidak aktif please call back
Ervan Maaf Bu Hesti saya baru mendarat dari luar kota, besok pagi saya contact tks

Dalam sidang sebelumnya, Hesti mengaku "Pak End" adalah sebutan untuk Sekretaris MA, Nurhadi. Hesti juga mengaku menerima "order" dari Eddy Sindoro untuk mengurus legal sejumlah perkara Lippo Group dan Paramount. Ia diperintahkan membuat memo, tabel, dan pointer perkara untuk diserahkan kepada Eddy.

Setiap memo yang diperintahkan untuk diserahkan kepada Nurhadi, Hesti selalu menuliskan tujuan memo, yakni "Yth Promotor". Isi memo itu, memohon bantuan kepada promotor agar isi Surat Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat No.W10.U1.Ht.065/1987 Eks 2013.XI.01.12831.TW/Estu tanggal 11 November 2013 tentang Permintaan Bantuan Eksekusi Lanjutan dapat direvisi pada bagian alinea terakhir kalimat "belum dapat dieksekusi" menjadi "tidak dapat dieksekusi".

Namun, Ervan menegaskan dirinya tidak mengetahui siapa yang dimaksud Hesti dengan sebutan "Pak End". Ia juga membantah melakukan pengurusan terkait eksekusi perkara sengketa lahan antara PT Jakartabaru Cosmopolitan dengan ahli waris pemilik tanah. "Karena, menurut saya, (perkara) ini urusannya sudah final," tandasnya.

Selain itu, Ervan membantah pula, pemberian uang Rp50 juta kepada Edy Nasution terkait pengurusan perkara peninjauan kembali AcrossAsia Limited (AAL). Terkait hubungan Eddy Sindoro dengan PT Paramount, Ervan mengaku, Eddy hanya sebagai advisor. Saham PT Paramount salah satunya dimiliki oleh Paramount Investmen Limited, dan Presiden Komisarisnya adalah mantan Kabareskrim Mabes Polri, Ito Sumardi.
Tags:

Berita Terkait