Polisi dan Kejaksaan Dihukum Bayar Ganti Rugi kepada Dua Pengamen
Berita

Polisi dan Kejaksaan Dihukum Bayar Ganti Rugi kepada Dua Pengamen

Hakim mengabulkan sebagian permohonan dua pengamen korban salah tangkap dalam kasus pembunuhan di Cipulir, Jakarta Selatan.

Oleh:
Hasyry Agustin
Bacaan 2 Menit
Dua pengamen Andro Supriyanto dan Nurdin Prianto sedang mengikuti sidang lanjutan kasus yang mereka hadapi bersama Polisi dan Kejaksaan, di PN Jaksel, Selasa (2/8). Foto: RES
Dua pengamen Andro Supriyanto dan Nurdin Prianto sedang mengikuti sidang lanjutan kasus yang mereka hadapi bersama Polisi dan Kejaksaan, di PN Jaksel, Selasa (2/8). Foto: RES
Hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Totok Sapti Indrato, menerima sebagian permohonan praperadilan yang diajukan dua pengamen korban salah tangkap, Andro Supriyanto dan Nurdin Prianto. Hakim menghukum para tergugat untuk memberikan ganti rugi pada masing-masing sebesar Rp36juta dan menolak permohonan yang lainnya.

"Mengabulkan ganti kerugian kepada pemohon masing-masing sebesar Rp36 juta. Menolak permohonan untuk yang lainnya. Memerintahkan negara untuk membayar ganti kerugian," ujar Hakim Totok, di PN Jakarta Selatan, Selasa (9/8).

Dalam pertimbangannya, hakim menyebutkan angka Rp36juta dihitung dari penghasilan yang seharusnya didapat oleh pemohon selama delapan bulan selama di penjara. "Menimbang bahwa pemohon kehilangan penghasilan selama delapan bulan sebagai pengamen. Menimbang penghasilan pemohon sebesar Rp4,5juta perbulan. Menimbang maka ganti kerugian sebesar Rp4,5juta kali delapan bulan yaitu Rp36juta," tuturnya.(Baca Juga: Pengamen Pencari Keadilan: Hingga Kini, Orang-orang Berpikiran Saya Pembunuh)

Sedangkan permohonan yang lain berupa ganti kerugian untuk biaya sewa kamar penjara, biaya persidangan, biaya makan, biaya besuk, dan kerugian immateril yang diderita oleh pemohon tidak dikabulkan oleh hakim. Kerugian immateril berupa sakit yang diderita, kerugian keluarga, psikologis, dan kehilangan pekerjaan.

"Bahwa biaya makan sudah ditanggung negara, sedangkan jika biaya makan tambahan itu merupakan kepentingan pemohon. Biaya sewa kamar sebesar Rp980 tidak dapat dibuktikan oleh pemohon sehingga ditolak. Kerugian immateril juga tidak dapat dibuktikan oleh pemohon di dalam persidangan sehingga ditolak," ujarnya.

Selain itu, Hakim juga menolak permintaan rehabilitasi nama yang diminta oleh pemohon. "Menerima sebagian, dan menolak untuk selebihnya," tegasnya.

Menanggapi putusan tersebut, Polda selaku Termohon I menyatakan menerima dan menghargai putusan. "Kita menerima putusan tersebut. Kalau dilihat putusannya ini memang bukan kesalahan kami, dan memang tidak diatur oleh PP No.92 Tahun 2015, makanya putusannya hanya menerima sebagian saja. Dan juga meminta negara melalui Kementerian Keuangan untuk memberikan ganti kerugian," ujar Syamsi, salah satu tim hukum Polda. (Baca Juga: Polisi Tolak Rehabilitasi Nama 2 Pengamen yang Dituduh Terlibat Pembunuhan)

Dalam permohonannya, para pemohon meinta ganti kerugian materi dan immateri kepada para Termohon dan Turut Termohon yaitu Menteri Keuangan namun dengan jumlah yang berbeda- beda. Pemohon 1 meminta ganti kerugianmateril sebesar Rp75 juta dan immaterial Rp590 juta. Sedangkan Pemohon II meminta ganti rugi materil sebesar Rp80juta dan immaterial Rp410 juta. “Sehingga total permintaan ganti kerugian dari para pemohon ialah Rp1M.

Untuk diketahui, kedua pemuda tersebut dituduh melakukan pembunuhan terhadap Dicky Maulana di bawah jembatan Cipulir pada 2013 lalu. Keduanya kemudian ditangkap dan ditahan Polda Metro Jaya mesti tidak ada bukti. Kasus pembunuhan Dicky yang juga pengamen di Cipulir melibatkan enam terdakwa, dua terdakwa dewasa yaitu Andri dan Nurdin sedangkan empat terdakwa anak yaitu FP, F, BF, dan AP kasasinya masih berjalan di Mahkamah Agung. Pembunuhan Dicky terjadi pada Minggu 30 Juni 2013.

Tags:

Berita Terkait