Dilema Notaris Jalankan Mandat UU Pengampunan Pajak
Utama

Dilema Notaris Jalankan Mandat UU Pengampunan Pajak

Di satu sisi menjadi peluang pekerjaan yang menguntungkan. Namun, di sisi lain, berpotensi menyeret notaris dalam tindak pidana korupsi atau pencucian uang akibat perbuatan klien terkait program amnesti pajak.

Oleh:
Nanda Narendra Putra
Bacaan 2 Menit
Seminar Nasional yang digelar Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (PP INI) di Jakarta. Foto: NNP
Seminar Nasional yang digelar Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (PP INI) di Jakarta. Foto: NNP
Profesi notaris disebut tiga kali dalam UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Mereka diberi peran penting untuk membantu para wajib pajak dalam hal melakukan legalisasi atas sejumlah dokumen yang dipersyaratkan undang-undang. Sayangnya, keterlibatan notaris dalam implementasi tax amnesty dinilai menjadi dilematis. Maksudnya, di satu sisi menjadi peluang secara profesi, namun di sisi lainnya berpotensi menjadi bumerang bagi profesi mereka sendiri.

“Ini sesuatu yang menjanjikan kita dapat pekerjaan. Tapi ada jebakan-jebakan yang harus kita waspadai,” ujar Notaris dan PPAT kota Jakarta Barat, Diah Sulistyani Muladi dalam Seminar Nasional yang digelar Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (PP INI) di Jakarta, Selasa (16/8).

Dalam pemaparannya, Listi -sapaan akrab Diah-, mencoba menyoroti dari segi risiko yang mungkin timbul atas tindakan notaris dalam membantu wajib pajak yang memanfaatkan faslitas amnesti pajak. Dalam Pasal 15 ayat (2) UU Nomor 11 Tahun 2016 misalnya, notaris berperan dalam hal wajib pajak ingin melakukan pengalihan hak atas harta tidak bergerak seperti tanah atau bangunan melalui surat pernyataan yang ditandatangani oleh kedua belah pihak di hadapan notaris.

Notaris wajib perhatikan ketika harta tersebut belum dapat diajukan pengalihan hak lantaran kondisi tanah atau bangunan tersebut nyatanya belum diterbitkan sertifikat hak kepemilikannnya. “Kita memang hanya me-legalisasi. Tapi hati-hati, kita lakukan warmerking saja terseret karena bagi penyidik itu masuk ranah pidana,” sebutnya yang juga menjabat Ketua Hubungan Antar Lembaga PP INI.

Lebih lanjut, Listi berpesan agar notaris mesti benar-benar melakukan pengecekan data fisik serta data yuridis tanah yang belum bersertifikat tersebut. Apalagi misalnya, pihak yang menghadap notaris hanya memiliki bukti tanah berupa girik. Notaris mesti ekstra effort melakukan pengecekan hingga tingkat kelurahan mengingat sebelum tahun 1980-an, lurah masih diberi wewenang untuk menerbitkan bukti kepemilikan tanah berupa girik. “Lebih baik dibuatkan sertifikat tanah saja,” sarannya.

Terlepas dari peran notaris dalam membantu wajib pajak, sebetulnya ada ketentuan yang berpotensi menjadi bumerang bagi notaris dalam konteks kewajiban profesi. Setiap notaris wajib melakukan pelaporan atas akta apapun yang dibuat termasuk legalisasi dalam periode tertentu. Menurut Listi, ketentuan tersebut nantinya akan terbentur dengan aturan yang melarang siapapun untuk membuka data dan informasi berkenaan dengan surat pernyataan wajib pajak.

Pasal 21 ayat (2) UU Nomor 11 Tahun 2016 pada intinya menyatakan bahwa Menteri Keuangan hingga jajaran pegawai Kementerian Keuangan dilarang menyebarluaskan data dan informasi terkait tax amnesty kepada pihak lain. Tak cuma pihak Kementerian Keuangan, dalam pasal tersebut ada frasa “pihak lain” yang juga dilarang membocorkan dan memberitahukan data dan informasi kepada pihak lain. Yang menjadi pertanyaan bagi Listi adalah, apakah kewajiban pelaporan akta notaris masuk kategori ‘membocorkan’ dan notaris termasuk pihak lain dalam hal ini?

“Pelaksanaan ini perlu MoU antara Kemenkumham, Kementerian Keuangan, PPATK, dan KPK. Supaya yang kita laporkan tiap bulan bukan tergolong tindakan pembocoran,” jelasnya.

Tak sampai di situ, potensi pertentangan bagi notaris berkenaan dengan ‘membocokan’ data dan informasi adalah kewajiban pelaporan terhadap dugaan terhadap tindak pidana pencucian uang kepada Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Secara normatif, per tanggal 23 Juni 2015, sejumlah profesi gatekeeper alias ‘penjaga gawang’ dibebani kewajiban melaporkan tindak pidana pencucian uang ke PPATK, termasuk notaris di dalamnya. (Baca Juga: Sebuah Diskursus Wajib Lapor Profesi Penjaga Gawang)

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang mengharuskan notaris menerapkan prinsip mengenali pengguna jasa (know your customer). Jika tahu ada perbuatan yang diduga tindak pidana pencucian yang, notaris diminta segera lapor ke PPATK. Pelapor berhak mendapatkan perlindungan sesuai janji Pasal 83 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

“Beberapa waktu lalu, PPATK meminta kepada PP IPPAT dan PP INI daftar semua anggota. Rencananya nanti akan diberi akun dan password, untuk kewajiban melapor klien kita,” sebutnya.

Di tempat yang sama, Kasubdit Peraturan KUP & Penagihan Pajak dengan Surat Paksa Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Dodik Samsu Hidayat menegaskan bahwa pihak DJP memastikan data dan informasi berupa surat pernyataan wajib pajak dalam program amnesti pajak akan ditutup rapat-rapat dari pihak siapapun, termasuk penegak hukum. Selain itu, ia juga memastikan bahwa tidak akan melakukan pemeriksaan sama sekali atas pengungkapan yang dilakukan wajib pajak sepanjang telah dilaporkan sesuai prosedur yang benar.

“Semoga ini bisa meyakinkan notaris bahwa surat pernyataan tidak akan menjadi bom waktu nantinya,” kata Dodik.

Sebaliknya, DJP justu memanfaatkan data dari notaris berupa akta-akta mengenai hak atas tanah berupa akta jual beli, tukar menukar, inbreng, pemberian hak guna bangungan, dan sebagainya. Selain itu, juga pemanfaatan dalam akta perjanjian berupa utang-piutang, perjanjian kawin, wasiat, akta fidusia dan akta lainnya yang dibuat baik oleh notaris atau PPAT. “Kalau notaris tertib, maka klien juga akan tertib,” tutupnya. (Baca juga: Cerita Strategi ’Makelar Mobil’ Memergoki Hakim Nakal)

Jalan Keluar
UU Nomor 11 Tahun 2016 punya semangat melindungi notaris agar tidak dipermasalahkan di kemudian hari. Namun, bagaimana dengan mindset penyidik? apakah ada jaminan mengingat pemberlakukan amnesti pajak bersifat sementara. Bagi Listi, notaris tentu khawatir akan dipermasalahkan kemudian hari akibat tindakannya dalam membantu wajib pajak yang memanfaatkan fasilitas pengampunan pajak.

“Tax amnesty hanya untuk tindak pidana perpajakan, tetapi kita tidak tahu dalam kurun waktu 31 Desember 2015 apakah orang itu semua ada juga yang terkait tindak pidana korupsi atau pencucian uang. Jangan sampai di kemudian hari terseret tindak pidana pencucian uang,” sebut Listi.

Jalan keluarnya, notaris bisa membuat surat pernyataan dari pemilik aset bahwa objek tersebut bukan merupakan hasil kejahatan korupsi. Dan yang paling penting, surat pernyataan itu harus memuat klausul yang membebaskan notaris dari tuntutan pihak manapun apabila aset yang dibalik nama ternyata merupakan bukti hasil korupsi. Selain itu, mesti tegas disebutkan bahwa peralihan hak tersebut dilakukan dalam rangka program tax amnesty.

“Kita harus buat syarat eksonerasi, yakni syarat membebaskan tanggung jawab kita. Jangan sampai nanti kita membantu tax amnesty tapi ternyata kita berhadapan dengan hal-hal yang tidak tahu. Ini nanti sampai tahun 2017, setelah itu siapa yang bertanggung jawab? Dan repatriasi itu tiga tahun, setelah itu siapa? Apa kita dijamin untuk dilindungi? Itu mesti betul-betul dipikirkan,” tutupnya.

Sementara, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Soepriyanto memastikan aparat penegak hukum tidak akan bisa mengakses data terkait tax amnesty, seperti Surat Pernyataan yang diisi oleh setiap wajib pajak yang memanfaatkan fasilitas pengampunan pajak. Ia juga menjamin saat wajib pajak mengungkap keikutsertaannya dalam fasilitas ini, aparat dari kantor pajak dilarang membawa alat komunikasi apapun termasuk handphone agar tidak ada potensi melakukan pelanggaran prosedur.

“Silahkan, manfaatkanlah semua. Ini cuma datang satu kali, setelah itu undang-undang ini tidak berlaku kembali. yang belum deklarasi, akan kena sanksi nantinya,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait