7 Kiat Sukses Notaris Optimalkan Peran dalam UU Pengampunan Pajak
Berita

7 Kiat Sukses Notaris Optimalkan Peran dalam UU Pengampunan Pajak

Lihat, pahami dan cermati peran notaris dan PPAT dalam program amnesti pajak. Ingat, amnesti pajak hanya berlaku sementara sampai 31 Desember 2017, manfaatkanlah sebaik-baiknya.

Oleh:
Nanda Narendra Putra
Bacaan 2 Menit
Seminar Nasional “Peranan Notaris dalam Pembuatan AKta Terkait Pelaksanaan Tax Amnesty, Memanfaatkan Secara Maksimal dan Memahami Prosedur, Resiko, serta Konsekuensinya” yang digelar PP INI di Jakarta. Foto: NNP
Seminar Nasional “Peranan Notaris dalam Pembuatan AKta Terkait Pelaksanaan Tax Amnesty, Memanfaatkan Secara Maksimal dan Memahami Prosedur, Resiko, serta Konsekuensinya” yang digelar PP INI di Jakarta. Foto: NNP
Profesi notaris diberikan peran penting dalam program pengampunan pajak. UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak pada intinya memberi peran kepada notaris sekaligus PPAT untuk membantu para wajib pajak yang ikut dalam fasilitas amnesti pajak berkutat dengan tindakan legalisasi atas sejumlah dokumentasi hukum yang dipersyaratkan oleh undang-undang tersebut.

Peran dan fungsi notaris sangat krusial membantu keberhasilan amnesti pajak yang punya tujuan jangka pendek dan jangka panjang itu. Untuk Jangka pendek program ini untuk meningkatkan penerimaan pajak pada tahun diterimanya sebagai uang tebusan yang berguna untuk berbagai program. Sedangkan jangka panjang untuk mendapatkan penerimaan pajak dari tambahan aktivitas ekonomi yang berasal dari harta yang telah dialihkan dan diinvestasikan di Indonesia. (Baca Juga: Dilema Notaris Jalankan Mandat UU Pengampunan Pajak)

Dari, sejumlah narasumber yang merupakan notaris dan PPAT senior dalam acara Seminar Nasional “Peranan Notaris dalam Pembuatan AKta Terkait Pelaksanaan Tax Amnesty, Memanfaatkan Secara Maksimal dan Memahami Prosedur, Resiko, serta Konsekuensinya” yang digelar Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (PP INI) Selasa (16/8) di gedung Dhanapala Jakarta. Intinya, lihat, pahami dan cermati peran notaris dan PPAT dalam program amnesti pajak. Ingat, amnesti pajak hanya berlaku sementara sampai 31 Desember 2017, manfaatkanlah sebaik-baiknya.

Hukumonline mencoba menghimpun sejumlah kiat sukses yang bisa dirujuk oleh setiap notaris dan PPAT dalam membantu kliennya untuk pengurusan amnesti pajak. Berikut sejumlah kiat yang berhasil dihimpun hukumonline:

1.    Perhatikan Jenis-Jenis Akta
Wajib pajak yang menyatakan ikut dalam program amnesti pajak pertama-tama mesti melakukan pembayaran uang tebusan sesuai batas waktu yang ditetapkan, yakni tidak lebih dari tanggal 31 Desember 2017. Teknisnya, wajib pajak hanya perlu mengisi formulir dan pernyataan, lalu membayar uang tebusan, dan kemudian dibuat akta pengalihan haknya. Lantas, apakah ada bentuk akta khusus yang mesti dibuat notaris atau PPAT dalam program amnesti pajak?

Notaris dan PPAT kota Jakarta Utara, Irma Devita Purnamasari, menyatakan bahwa pada dasarnya akta-akta yang dibuat terkait dengan tax amnesty adalah akta yang biasa dibuat oleh notaris. Namun, ada hal penting yang mesti diperhatikan dalam pembuatan akta khususnya berkenaan dengan penentuan jenis akta dan klausula yang terkandung dalam akta terkait. Irma mencatat, setidaknya ada empat potensi permasalahan pada tataran praktik berkenaan pembuatan akta tersebut.

Contohnya, bagaimana jika aset berupa saham dimana pemilik saham asli ternyata adalah seorang WNA? Contoh kasus lainnya, anggaplah aset berupa tanah belum dibaliknamakan atas nama pembeli yang baru atau masih PPJB, bagaimana jika seperti itu?

Sebetulnya,  jika tak mau repot notaris bisa saja hanya mengisi formulir yang telah tersedia dalam PMK Nomor 118 Tahun 2016 tentang Pelaksanaan UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Namun, secara umum akta-akta terkait amnesti pajak berkenaan dengan saham misalnya bisa berupa akta risalah RUPS, keputusan sirkuler, Pernyataan Keputusan Di luar Rapat (PKDR), atau Pernyataan Keputusan Rapat (PKR).

Sementara, berkenaan dengan pengalihan hak berupa tanah atau bangunan, umumnya akta yang diperlukan seputar akta jual beli, akta hibah, dan akta pemasukan dalam perusahaan (inbreng). “Akta-akta yang dibuat pada prinsipnya sama dengan akta yang dibuat oleh Notaris/PPAT. Namun demikian, Notaris/PPAT perlu melihat kasus per kasus untuk menetapkan akta apa yang paling tepat untuk digunakan,” kata Irma.

2.    Lindungi Diri Dengan Surat Pernyataan ‘Eksonerasi’
UU Nomor 11 Tahun 2016 punya semangat melindungi notaris agar tidak dipermasalahkan di kemudian hari. Namun, bagaimana dengan mindset penyidik? apakah ada jaminan mengingat pemberlakukan amnesti pajak bersifat sementara. Notaris dan PPAT kota Jakarta Barat, Diah Sulistyani Muladi, berpendapat bahwa notaris tentu akan khawatir apabila dipermasalahkan kemudian hari akibat tindakannya dalam membantu wajib pajak yang memanfaatkan fasilitas pengampunan pajak.

Lebih lanjut, ia mengusulkan agar notaris atau PPAT membekali diri dengan membuat surat pernyataan dari pemilik aset bahwa objek tersebut bukan merupakan hasil kejahatan korupsi. Dan yang paling penting, surat pernyataan itu harus memuat klausul yang membebaskan notaris dari tuntutan pihak manapun apabila aset yang di balik nama ternyata merupakan bukti hasil korupsi. Selain itu, mesti tegas disebutkan bahwa peralihan hak tersebut dilakukan dalam rangka program tax amnesty.

“Kita harus buat syarat eksonerasi, yakni syarat membebaskan tanggung jawab kita. Jangan sampai nanti kita membantu tax amnesty tapi ternyata kita berhadapan dengan hal-hal yang tidak tahu. Ini nanti sampai tahun 2017, setelah itu siapa yang bertanggung jawab? Dan repatriasi itu tiga tahun, setelah itu siapa? Apa kita dijamin untuk dilindungi? Itu mesti betul-betul dipikirkan,” sebut Listi, -sapaan akrab Diah-.

3.    Perhatikan Tanggal
Ini menjadi penting mengingat implementasi amnesti pajak tak berlangsung lama, yakni hingga 31 Maret 2017. Berkenaan dengan hal itu, Notaris & PPAT kota Bekasi, Edna Hanindito, menyatakan bahwa notaris atau PPAT mesti jeli melihat tanggal perolehan tanah milik wajib pajak.

Bila ternyata tanah itu diperoleh atau dimiliki misalnya baru tahun 2016, tentunya tidak bisa dilakukan program amnesti lantaran fasilitas pengampunan ini hanya untuk perbuatan hukum yang dilakukan sebelum tahun 2015 dan belum dilaporkan oleh wajib pajak dalam SPT sebelumnya. “Lihat wajib pajak kapan dia peroleh tanah,” kata Edna.

Selain mengecek tanggal objek yang akan diikutkan fasilitas pengampunan pajak, penting juga bagi notaris atau PPAT melihat kalender apakah masih memungkinkan membantu klien dalam momentum amnesti pajak. Dikatakan Edna, notaris atau PPAT perlu mempertimbangkan beban kerja akibat pekerjaan yang dibawa oleh klien terutama dari segi waktu menyelesaikan pembuatan akta oleh notaris. Jangan sampai, notaris atau PPAT menerima pekerjaan dari klien tapi malah tidak berhasil menyelesaikan lantaran kepepet waktu selesainya fasilitas amnesti pajak ini.

4.    Ingat, Setiap Orang Maksimal 5 Bidang Tanah
Setiap orang dibatasi kepemilikan tanah dengan status Sertifikat Hak Milik (SHM) maksimal lima bidang atau tidak lebih dari 5000 meter persegi. Hal itu diatur lewat Keputusan Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor 6 Tahun 1998 tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah untuk Rumah Tinggal. Listi mengingatkan, notaris atau PPAT jangan sampai lupa ketentuan tersebut lantaran terlalu fokus membantu klien yang ingin memanfaatkan fasilitas pengampunan pajak.

Ia mengusulkan agar notaris mesti mengecek tiap wajib pajak dalam hal pengalihan hak berupa tanah atau bangunan apakah masih dalam batas yang diatur Keputusan Menteri. “Jangan sampai notaris-PPAT terlibat dalam penguasaan tanah melebihi lima bidang,” kata Listi. (Baca Juga: Begini Cara Menghitung Uang Tebusan Tax Amnesty)

5.    Berhati-Hati Saat Lakukan legalisasi
Pasal 15 ayat (2) UU No. 11 Tahun 2016 menyatakan bahwa pengalihan hak belum bisa dilakukan ketika sertifikat  hak kepemilikan belum diterbitkan. Amanat pasal tersebut memberikan mandat kepada notaris atau PPAT untuk membuat akta atau setidaknya melakukan legalisasi terhadap surat pernyataan. Notaris dan PPAT Alwesius mengatakan bahwa notaris atau PPAT mesti benar-benar memastikan wajib pihak hadir menghadap serta melakukan tanda tangan sendiri atas dokumen terkait itu.

“Saat legalisasi, tanggal harus di cek dan disaksikan saat para pihak yang mengahadap menandatangani surat pernyataan. Jangan legalisasi sesuatu yang tidak di hadapan kita,” kata Alwesius.

6.    Perhatikan Aturan Hukum Lain yang Berlaku
Aturan pengampunan pajak diatur khusus lewat UU Nomor 11 Tahun 2016. Artinya, tindakan hukum notaris berpedoman pada aturan itu dan juga aturan pelaksanaan. Namun, Alewsius mengingatkan agar notaris tetap merujuk dan juga memperhatikan aturan hukum lain yang juga berlaku. Misalnya, peralihan hak berupa tanah atau bangunan telah diatur mulai dari level undang-undang hingga level peraturan Kepala BPN.

Dalam konteks pengampunan pajak, peran notaris salah satunya membuatkan surat pernyataan atau akta notariil dalam hal para pihak melakukan pengalihan hak atas tanah atau bangunan. Peran notaris di sini sudah pasti membuatkan dokumentasi atas perbuatan hukum pengalihan hak para pihak. Ambil satu contoh kasus, dalam hal pemilik tanah meminjam nama orang lain (nominee) dan yang bersangkutan ingin membenarkan nama pihak menjadi dirinya dalam sertifikat.

Menurut Alwesius, tindakan hukum yang tepat dilakukan notaris adalah membuatkan “Akta Penyerahan”. Sebab, akan keliru ketika ternyata membuat akta jual beli atau akta hibah misalnya melihat tidak ada tindakan hukum berupa jual beli atau hibah sama sekali antara para pihak. Mesti dicatat, Pasal 1335 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian yang dibuat tanpa sebab atau dibuat karena sebab yang palsu atau terlarang adalah tidak mempunyai kekuatan hukum. “Karena tidak ada jual beli atau hibah, pakai akta penyerahan saja,” katanya.

7.    Jangan ‘Ceburkan Diri’ ke Persoalan Klien
Satu nasihat penting lainnya adalah jangan menceburkan diri kepada persoalan klien. Tak dapat dipungkiri, pada praktiknya notaris memang menjadi semacam narasumber bagi para pihak yang menghadap. Mau tidak mau atau bisa tidak bisa, notaris dituntut pintar memberikan jalan keluar atas permasalahan yang dibawa kliennya. Khusus peran notaris dalam tax amnesty, sebaiknya notaris tidak memaksakan diri mencarikan jalan keluar atas permasalahan klien apalagi dengan alasan agar tidak kehilangan klien.

Ambil contoh kasus, klien membawa persoalan yang cukup rumit dalam hal pengalihan hak berupa tanah gedung perkantoran yang merupakan aset PT dimana para pihaknya (pemegang saham) telah meninggal dunia misalnya. Waktu kejadian dalam sertifikat telah jauh, kiranya tahun 1987-an. Karena momen amnesti pajak, anggaplah klien ingin melakukan pengalihan sertifikat dan ingin mengakui bahwa tanah tersebut belum pernah dilaporkan dalam SPT wajib pajak. Contoh kasus itu tentu menyulitkan notaris dalam menentukan akta jenis apakah yang tepat untuk membungkus perbuatan hukum si klien.

“Ingat, notaris jangan sekali-kali ceburkan diri ke persoalan klien, jangan mengada-adakan akta,” tutup Alwesius.
Tags:

Berita Terkait