Gubernur Sultra Tersangka Korupsi IUP, KPK Peringatkan Kepala Daerah Lain
Berita

Gubernur Sultra Tersangka Korupsi IUP, KPK Peringatkan Kepala Daerah Lain

KPK menduga ada imbal jasa yang diterima Nur Alam.

Oleh:
Novrieza Rahmi/ANT
Bacaan 2 Menit
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif. Foto: RES
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif. Foto: RES
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) PT Anugrah Harisma Barakah (HAB). Nur Alam diduga menerbitkan sejumlah izin pertambangan untuk PT HAB dengan mendapat imbal jasa (kick back).

Sejumlah izin dimaksud adalah Surat Keputusan (SK) Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan IUP Eksplorasi, Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi Menjadi IUP Operasi Produksi kepada PT AHB selaku perusahaan yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana, Sulawesi Tenggara.

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan, kasus yang menjerat Nur Alam berhubungan dengan sumber daya alam yang merupakan salah satu fokus KPK. Menurutnya, keuangan negara paling banyak berasal dari sektor sumber daya alam, sehingga KPK betul-betul memberikan perhatian khusus terhadap kasus ini. (Baca Juga: KPK Supervisi Pengelolaan Tambang)

"Semoga kasus ini jadi pelajaran kepada provinsi yang lain, serta kementerian/lembaga agar dalam memberikan izin-izin pertambangan harus diperhatikan benar, sistem tata kelola dan peraturan yang ada di dalamnta agar tidak terjadi pelanggaran-pelanggaran sebagaimana yang ditemukan dalam kasus ini," katanya, Selasa (23/8).

Laode menjelaskan, penyelidikan kasus Nur Alam dilakukan sejak satu tahun terakhir. Dalam perkembangan penyelidikan, KPK menemukan dugaan tindak pidana korupsi terkait pemberian IUP di Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2009-2014. KPK menemukan dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan Nur Alam sebagai tersangka.

Nur Alam diduga melakukan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangannya untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi dengan mengeluarkan sejumlah SK tersebut. Atas perbuatannya, Nur Alam disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Modusnya, sambung Laode, Nur Alam mengeluarkan IUP kepada perusahaan tertentu, dimana didalamnya diduga ada kick back. KPK telah mengantongi laporan hasil analisis dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang menunjukan adanya aliran uang yang masuk ke rekening Nur Alam. "Jumlahnya cukup signifikan," ujarnya.

Laode berpendapat, sebenarnya modus yang diduga dilakukan Nur Alam tidak sophisticated. Modus ini sering terjadi di daerah-daerah yang memiliki banyak sumber daya alam "Oleh karena itu, sekali lagi KPK mengingatkan kepada Gubernur yang memiliki kewenangan, semoga kasus ini tidak terjadi lagi di masa yang akan datang," terangnya.

Namun, Laode mengaku, hingga kini, KPK belum menetapkan tersangka lain, baik dari pihak pemerintah kabupaten maupun swasta. Hal itu dikarenakan KPK belum memiliki cukup bukti. Walau begitu, dari penyelidikan, memang ada rekomendasi yang disampaikan oleh dua bupati, sedangkan dari sisi pemberi, KPK sedang melakukan penyelidikan intensif. (Baca Juga: KPK Berharap Sultra Terdepan dalam Pencegahan Korupsi)

Sementara, untuk kerugian negara, meski penyelidik telah berkonsultasi dengan sejumlah ahli, KPK masih menunggu hasil penghitungan resmi dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atau Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Laode menyatakan, sejauh ini, KPK telah berkoordinasi dengan BPKP.

Penggeledahan
Laode mengatakan, terkait penyidikan Nur Alam, KPK telah melakukan penggeledahan di beberapa lokaai di Kendari dan Jakarta. Di Kendari, KPK menggeledah kantor Gubernur Sulawesi Tenggara, Kantor Biro Hukum Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara, Kantor Dinas ESDM Sulawesi Tenggara, serta rumah dinas dan kediaman Nur Alam.

Kemudian, di Jakarta, KPK melakukan penggeledahan di tiga lokasi, yaitu sebuah kantor di kawasan Pluit, Jakarta Utara, rumah di Bambu Apus, Jakarta Timur, dan rumah Patra Kuningan, Jakarta Selatan. Dari hasil penggeledahan, KPK menyita sejumlah dokumen. "Semua tempat itu dianggap penyidik memiliki hubungan dengan kasus ini," kata Laode.

Sementara, hasil pemantauan Antara di Kendari, dari ruang gubernur dan ruang biro hukum di kantor gubernur, penyidik KPK yang berjumlah puluhan orang membawa dua koper besar berwarna merah dan hitam dengan penjagaan ketat aparat kepolisian setempat. Sekertaris Daerah Provinsi (Sekda) Lukman Abunawas pun ikut mendampingi penggeledahan tersebut.

Akan tetapi, Lukman tidak memberi keterangan apapun kepada wartawan. Saat para wartawan mendekati mantan Bupati Konawe dua periode itu, langsung cepat naik ke lantai dua (ruang kerja Sekda) dikawal dengan aparat Satpol PP. Sejumlah pegawai di kantor itu nampak terkejut karena tidak mengetahui penggeledahan yang dilakukan penyidik KPK. 
Tags:

Berita Terkait