YLBHI Endus Aroma Rente dalam RUU Pertembakauan
Berita

YLBHI Endus Aroma Rente dalam RUU Pertembakauan

Banyak keanehan dalam proses pembahasan RUU Pertembakauan.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
ilustrasi rokok. Foto: Sgp
ilustrasi rokok. Foto: Sgp
Badan Legislasi (Baleg) terus mengupayakan pembahasan RUU Pertembakauan di tingkat Baleg. RUU ini sendiri pernah diberikan tanda bintang dalam rapat paripurna DPR periode lalu, yang artinya belum bisa dilakukan pembahasan. Namun, kini RUU Pertembakauan kembali masuk Prolegnas 2016 dengan judul yang sama.

Koordinator Bantuan Hukum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Julius Ibrani, mengatakan terdapat banyak kejanggalan terkait keberadaan RUU Pertembakauan. Pada 2005 silam, digagas RUU Pengendalian Dampak Produk Tembakau (PDPT). Kemudian, dibuatkan kajian bernuansa kesehatan dan lingkungan yang berujung pengendalian. Langkah tesebut dinilai sudah tepat dengan mengedepankan aspek kesehatan.

Belakangan terjadi beberapa kejanggalan. Pertama, di pertengahan 2011 terdapat kunjungan kerja (kunker) ke wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB), Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Ketiga daerah itu sebagai penghasil tembakau dan menjadi supplier industri rokok. Anehnya, setelah kunker tersebut pembahasan RUU PDPT diendapkan. Konsekuensinya, RUU tak boleh lagi dibahas.

Belakangan dalam rapat paripurna kesekian, kata Julius, muncul RUU Petembakauan. Meski terjadi perdebatan, rancangan regulasi yang berubah nama menjadi RUU Pertembakauan itu dinyatakan tetap sah untuk masuk Prolegnas. “Kemudian YLBHI melakukan investigasi, dan terdapat temuan adanya falitas, ada jamuan, ada kecocokan dalam hal akomodasi dari pihak industri rokok pemilik modal,” ujarnya dalam konfrensi pers di Gedung Muhamadiyah Jakarta, Kamis (25/8).

Menurutnya, ketika sebuah RUU belum diharmonisasi, mestinya tidak diperbolehkan melakukan kunjungan kerja. Terlebih, RUU Pertembakauan dilakukan tanpa adanya publikasi ke publik. Kejanggalan lain, kata Julius, seluruh anggota DPR kompak membela RUU Pertembakauan. Ironisnya, ketika RUU Pertembakauan dimasukan dalam Prolegnas, ditengarai belum adanya naskah akademik. (Baca Juga: Rokok Langgar UU Perlindungan Konsumen? Ini Penjelasan YLKI)

“Anehnya, ketika kami melakukan audensi dengan pimpinan Baleg dan pimpinan DPR serta beberapa anggota DPR, kami memberitahukan adanya dugaan pelanggaran dalam penyusuan RUU ini. Saya malah dimaki-maki. Malah mendapat resistensi yang tinggi. Saya katakan, kalau RUU ini disahkan menjadi UU, kami orang pertama yang menggugat ke MK,” ujarnya.

Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Pemuda Muhamadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak, mengamini pandangan Julius. Menurutnya, penyusunan klausul pasal per pasal ditengarai diintervensi pihak industri rokok. Ia menilai hal tersebut terjadi ‘korupsi kata-kata’ dalam penyusunan pasal per pasal. “Korupsi kata-kata sering kali luput dari pengawasan kita. kita. Kita sering lihat korupsi dari sisi hilir. Kita ingatkan ke publik, ada korupsi kata-kata. RUU ini penuh dugaan aroma korupsi kata-kata,” ujarnya.

Lebih lanjut, Dahnil mengatakan bersama koalisi, pihaknya menemukan adanya upaya rente antara legislator dengan pihak industri rokok. Menurutnya, RUU Pertembakauan dibungkus seolah bakal melindungi kepentingan petani tembakau. Padahal, sambungnya, bila ditelaah mendalam justru memberikan banyak keuntungan bagi industri rokok.

Ia memastikan RUU Pertembakauan amatlah pro industri rokok dengan menegasikan informasi bahaya rokok yang terpampang di kemasan bungkus rokok. “Kita mengendus ada rente di balik RUU ini,” ujarnya.

Koordinator Nasional Program Indonesia Institute for Social Development (IISD), Sudibyo Markus, menambahkan pembuatan sebuah RUU mestinya mengacu UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan-Undangan. Pertama, adanya perintah dari UUD. Nah tembakau bukanlah hasil komoditi unggulan yang kemudian mesti dibuat UU. Makanya tak ada amanat untuk membuat UU terkait pertembakauan. “Anehnya tiba-tiba simsalabim muncul RUU Pertembakauan,” ujarnya.

Kedua, mesti adanya penyelarasan dengan naskah akademik telebih dahulu. Nah, pada saat munculnya RUU Pertembakauan ditengarai belum adanya naskah akademik. Akibatnya patut diduga tak adanya proses penyelarasan. Terlebih, aturan terkait dengan bahaya rokok sudah tersebar di beberapa aturan. “Tapi tidak digubris,” imbuhnya.

Lapor ke KPK
Terhadap beberapa hasil temuan invetigasi, laporan tersebut bakal diteruskan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Setidaknya, Julius melanjutkan, pihaknya telah mengirimkan laporan elektronik ke pihak KPK. Pihak KPK pun merespon positif. Pekan depan, Julius bersama dengan Pemuda Muhamadiyah beserta organisasi masyarakat lain yang tergabung dalam koalisi masyarakat sipil bakal menemui pimpinan KPK.

Tujuannya, untuk mempresentasikan hasil temuan serta menjelaskan secara gamblang dugaan pelanggaran dan aroma rente dalam penyusunan RUU Pertembakauan. “Pekan depan kami akan menjelaskan ke KPK,” ujarnya.

Dahnil menambahkan sejumlah fakta itu pun bakal disodorkan ke pimpinan KPK. Ia mendesak agar KPK sebagai lembaga antirasuah membongkar adanya dugaan potensi rente dalam penyusunan RUU tersebut. “KPK harus mengungkap potensi rente,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait