Hakim, Profesi Loyal dan Dapat Menyimpangi UU
Seleksi Calon Hakim Agung

Hakim, Profesi Loyal dan Dapat Menyimpangi UU

Sepanjang UU tidak memberikan rasa keadilan, hakim dapat mengesampingkan UU dan membuat terbosan.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Marsidin Nawawi. Foto: komisiyudisial.go.id
Marsidin Nawawi. Foto: komisiyudisial.go.id
“Apakah anda loyal kepada UU,”. Pertanyaan sederhana itu meluncur dari bibir Wakil Ketua Komisi III DPR Benny Kabur Harman. Lontaran sejumlah pertanyaan jebakan menohok acapkali ditujukan terhadap calon hakim agung saat menjalani uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR. Adalah Marsidin Nawawi, hakim ad hoc Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang yang mencoba peruntungan mengikuti seleksi hakim ad hoc untuk ditempatkan di Mahkamah Agung.

Marsidin mengaku bakal loyal terhadap UU. Sebagai hakim yang melaksanakan UU, maka mesti patuh dan setia serta tunduk terhadap undang-undang. Benny pun kembali mencecar Marsidin. “Anda sumpah setia terhadap UU?,” tanya Benny. “Setia,” timpal Marsidin.

“Bisa tidak hakim menyimpangi atau mengabaikan UU,” cecar Benny. Mendapat cecaran pertanyaan demikian, Marsidin dengan tenang angkat bicara. Marsidin berpandangan seorang hakim dapat menyimpangi sebuah UU, manakala demi membuat keadilan dalam menyidangkan suatu pekara.

Politisi Partai Demokrat itu makin penasaran. “Di mana aturannya hakim itu bisa mengesampingkan UU,” kata Benny. Marsidin seolah gelagapan. Tak mampu menunjukan aturan hakim diperbolehkan mengesampingkan UU. Marsidin berkelit, seorang hakim mesti memperbaharui ilmu dan pengetahuannya.

Ia keukeuh hakim dapat menyimpangi UU dalam rangka menemukan keadilan bagi para pencari keadilan. Yang pasti, kata Marsidin, sepanjang UU tidak dapat memberikan rasa keadilan dalam suatu perkara di persidangan, maka seorang hakim dapat mengesampingkan UU. (Baca Juga: 7 CHA Ad Hoc Tipikor Ikut Uji Kelayakan)

“Hakim dalam menemukan keadilan bagi pencari keadilan. Manakala UU itu tidak memberikan keadilan maka hakim bisa mengesampingkan UU,” ujarnya.

“Keadilan itu ada di mana memangnya,” cecar Benny. Marsidin tak bergeming. Menurutnya, rasa keadilan berada di hati nurani. Hakim, jelas Marsidin, bekerja dengan menemukan hati nurani. Ia mengaku beruntung ditempatkan sebagai hakim tipikor di tingkat pertama. Menurutnya, ketika mengadili terdakwa di pengadilan, setidaknya hati nurani sudah dapat menerka benar tidaknya seseorang ketika di meja hijau.

“Rasa keadilan itu ditemukan dalam hati nurani kita dan kita tuangkan dalam putusan. Apakah saya telah memutus dengan adil, saya memutus dengan nurani supaya tidak berdosa. Saya pula pernah membebaskan terdakwa dari hati nurani,” ujarnya.

Diperiksa KPK
Berbeda dengan Marsidin, calon hakim agung lainnya Dermawan S Djamian mengatakan pernah menjalani pemeriksaan oleh aparat KPK. Kala itu, Dermawan masih menjabat sebagai Kepala Biro Keuangan di Mahkamah Agung. Pemeriksaan dilakukan sebanyak lima kali.

Tiga diantaranya, Dermawan menyambangi KPK. Sedangkan dua kali pemeriksaan lainnya, penyidik KPK menyambangi MA. Pemeriksaan tersebut terkait dengan penyelidikan kasus dugaan penyimpangan biaya perkara. “Saya pernah dipanggil KPK tahun 2007- 2008, saya diperiksa lima kali,” ujarnya. (Baca Juga: Buya Syafii dan Seleksi Calon Hakim Agung)

Dalam pemeriksaan tersebut, Dermawan sebagai salah satu orang yang memiliki tanggungjawab keuangan di MA pun memberikan penjelasan secara gamblang. Hasilnya, setelah penjelasan itulah penyidik KPK dapat memahami tidak adanya dugaan penyimpangan biaya pekara.

“Tapi setelah kami jelaskan sesuai pembukuan di MA, akhirnya mereka memahami,” tukasnya.

Tags:

Berita Terkait