Kata OJK Soal Rencana Penghapusan Prinsip Kerahasiaan Perbankan
Utama

Kata OJK Soal Rencana Penghapusan Prinsip Kerahasiaan Perbankan

Penghapusan bank sekresi tak mungkin dilakukan menyangkut data individu nasabah bank.

Oleh:
Nanda Narendra Putra
Bacaan 2 Menit
OJK. Foto: SGP
OJK. Foto: SGP

UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas  UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (UU Perbankan) berada di urutan buncit dalam daftar Prolegnas Prioritas tahun ini. 

Dari 50 Rancangan Undang Undang prioritas, RUU Perbankan ada di urutan ke-34. Masih belum jelas sebetulnya nasib apakah pembahasan akan segera dirampungkan setidaknya sampai masa jabatan anggota DPR selesai pada 2019 nantinya. 

Menariknya, salah satu poin revisi RUU Perbankan yang mengemuka adalah menyoal penghapusan prinsip kerahasiaan perbankan (bank sekresi) dalam rangka menyambut era Automatic Exchange System of Information (AEoI) antarnegara yang secara global resmi dimulai tahun 2018. Demikian kata Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Soepriyanto dalam suatu seminar yang digelar oleh Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (PP INI) pertengahan Agustus lalu.

“Nanti bank sekresi (kerahasiaan perbankan,- red) akan dihapus karena ada kerjasama bank dalam AEoI,” katanya.

Ia menambahkan bahwa bukan hanya UU Perbankan yang akan direvisi terkait implementasi dari AEoI. Namun, undang-undang terkait lainnya seperti UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dan  UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah juga akan direvisi guna menunjang pelaksaan AEoI. 

Terkait dengan rencana penghapusan bank sekresi, Soepriyanto menyebutkan bahwa Indonesia dalam implementasi AEoI nantinya akan terikat dengan prinsip resiprokal atau perlakuan yang sama dengan negara-negara lain. Artinya, ketika perbankan negara lain membuka data nasabahnya di Indonesia, maka hal yang sama wajib dilakukan oleh perbankan di Indonesia untuk membuka data nasabahnya untuk keperluan negara lain. 

“Kita resiprokal, kita buka, mereka juga akan buka. Nanti teknisnya bisa kerjasama bilateral atau regional,” katanya singkat. (Baca juga: Dilema Notaris Jalankan Mandat UU Pengampunan Pajak)

Tags:

Berita Terkait