Pelaku dan Pengguna Jasa Prostitusi Anak Harus Dihukum Berat
Berita

Pelaku dan Pengguna Jasa Prostitusi Anak Harus Dihukum Berat

Selain hukuman pokok, mesti dikenakan tambahan pemberatan sebagaimana tertuang dalam Perppu No.1 Tahun 2016, yakni hukuman kebiri.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS.
Ilustrasi: BAS.
Bareskrim Polri berhasil membongkar kasus anak-anak korban prostitusi bagi kaum gay di kawasan Cipayung Puncak, Jawa Barat. Ironisnya, korban sebanyak 99 anak laki di bawah umur yang melayani kaum gay. Respon masyarakat pun geram. Bahkan kalangan DPR pun meminta agar pelaku dan pengguna jasa prostitusi anak laki-laki itu diganjar hukuman berat.

“Pelaku dan pengguna jasanya harus dihukum seberat-beratnya. Setidaknya di atas 10 tahun plus pemberatan hukuman,” ujar anggota Komisi VIII Ledia Hanifa di Gedung DPR, Kamis (1/9).

Desakan Ledia merujuk pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Ketentuan dalam Perppu mengatur pemberatan hukuman berupa kebiri. Ledia mencatat sepanjang 2015, terdapat 11 persen pelaku kejahatan sekual terhadap anak diganjar hukuman 10 tahun ke atas.

Ia menilai perilaku prostitusi sesama jenis mesti diperjelas sanksi hukumannya. Bahkan, harus dicantumkan dan diatur dalam Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang kini masih dibahas oleh Panja dengan pemerintah di Komisi III. “Korban anak harus segera direhabilitasi,” ujarnya.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengatakan, ketika putusan hukuman dijatuhkan kepada pelaku, mesti disertai memberikan restitusi terhadap korban sebagaimana ditetapkan dalam UU No.35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Menurutnya, dalam KUHP memang belum mengatur dan memperjelas hukuman bagi pelaku dan pengguna jasa prostitusi anak.

Anggota Komisi VIII lainnya, Maman Imanul Haq, menambahkan prostitusi terhadap 99 anak menohok rasa kenyamanan bagi anak. Menurutnya, acapkali kasus anak direspon secara reaksioner. Semestinya, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) membuat pola deteksi.

“Sehingga kasus ini tidak tejadi lagi. Untuk pencegahan saya ingin pola sistemik,” ujarnya. (Baca Juga: Pidato Jokowi Singgung Soal Anak, DPD Berharap Perppu Kebiri Segera Disahkan)

Menteri PPPA Yohana Yembise mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Bareskrim. Pelaku berinisial AR pun sudah berhasil dibekuk. Oleh penyidik sedang dilakukan kajian bakal dijerat dengan tindak pidana perdagangan orang atau melanggar UU Perlindungan Anak. Ia berjanji bakal mengawal terus Bareskrim dalam penanganan kasus tersebut. Sehingga dapat menguak tabir jaringan kasus yang melibatkan anak-anak menjadi korban.

Yohana menambahkan, pihaknya bakal melakukan koordinasi ke berbagai daerah mulai tingkat provinsi dan kota agar memiliki pusat pelayanan terpadu perempuan dan anak. Selain itu, langkah lainnya akan bekerjasama dengan unit perlindungan perempuan dan anak yang berada di kepolisian pusat dan daerah.

Sementara tindakan preventifnya, Kementerian yang dipimpinnya bakal berkoordinasi dengan kementerian koordinator agar mencegah peristiwa serupa sehingga tidak lagi terjadi kekerasan. Langkah lainnya, melakukan sosialisasi dan advokasi terhadap korban anak.

“Sekarang kami bekerjasama dengan organisasi masyarakat, pusat studi wanita di perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, tokoh adat dan masyarakat, dan organisasi perempuan yang terlibat,” ujarnya. (Baca Juga: Resep Polisi Bongkar Praktik Prostitusi Anak Lelaki Daring)

Sebelumnya,Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melihat anak-anak yang menjadi korban harus segera memperoleh rehabilitasi dan pemulihan agar tidak terjadi penyimpangan seksual. Anak yang diamankan secara umum dalam kondisi sehat dan merupakan laki-laki sejati, tetapi karena lingkungan kemudian yang bersangkutan terjerumus dalam penyimpangan.

Untuk itu, Ketua KPAI Asrorun Niam Sholeh menilai perlu langkah cepat untuk pemulihan agar tidak terus dalam penyimpangan. Jika tidak ditangani serius, korban potensial untuk menjadi pelaku.

Menurut dia, germo yang menjadi pelaku serta kaum gay yang menjadi pelanggannya perlu dikenakan pasal 81 Perppu 1/2016 tentang perubahan atas UU Perlindungan Anak yang mengatur hukuman pidana hingga hukuman mati, hukuman seumur hidup atau penjara minimal 10 maksimal 20 tahun.

Pelaku adalah residivis yang atas kejahatan serupa, korbannya lebih dari satu sehingga terpenuhi unsur untuk pemberatan. Pencabul harus dikejar. “Ini ada semacam manajemennya. Jaringan dan sindikatnya harus dibongkar,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait