Menaker: Pengawas Dituntut Tegas Tegakkan Hukum Ketenagakerjaan
Berita

Menaker: Pengawas Dituntut Tegas Tegakkan Hukum Ketenagakerjaan

Petugas pengawas diharapkan jadi penindak hukum yang adil, akuntabel, berdedikasi, tegas, cepat tanggap dan anti sogok.

Oleh:
Ady TD Ahmad
Bacaan 2 Menit
Menaker, Muh Hanif Dhakiri. Foto: RES
Menaker, Muh Hanif Dhakiri. Foto: RES
Masalah ketenagakerjaan di Indonesia terus muncul setiap tahun, bahkan penyelesaiannya pun membutuhkan waktu lama dan ada juga yang tidak selesai. Untuk menghadapi hal tersebut dibutuhkan peran pengawas ketenagakerjaan yang mampu menegakkan hukum ketenagakerjaan secara baik.

Untuk itu Menteri Ketenagakerjaan, M Hanif Dhakiri, memerintahkan pengawas ketenagakerjaan bersikap tegas dalam menegakkan hukum ketenagakerjaan. Ketegasan itu dibutuhkan untuk memberi kepastian hukum dan menciptakan iklim yang kondusif.

"Pengawas juga harus menjadi garda terdepan dalam penegakan hukum ketenagakerjaan dengan tegas, keras dan adil menjalankan hukum ketenagakerjaan yg berlaku,” kata Hanif di Jakarta, Rabu (31/08).

Hanif mencatat ada beberapa isu yang perlu jadi perhatian utama pengawas ketenagakerjaan. Diantaranya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), aturannya harus ditegakkan dan pengawas harus aktif melakukan tindakan preventif. Ia mencatat banyak pengusaha belum menerapkan standar K3 sesuai ketentuan. (Baca Juga: Pengawas Ketenagakerjaan Setelah UU Pemda Baru)

Kemudian, pengawasan terhadap tenaga kerja asing (TKA). Hanif mengimbau pemerintah daerah mengawasi ketat TKA di wilayahnya. Mekanisme perpanjangan izin TKA juga diminta untuk diintegrasikan ke sistem di Kementerian Ketenagakerjaan sehingga keberadaan TKA terdeteksi.

“Jika TKA legal dan tidak melanggar aturan maka harus dijelaskan. Sebaliknya apabila TKA itu ilegal dan melanggar aturan, maka hukum harus ditegakkan. Kita usir dan deportasi melalui keimigrasian,” tegas Hanif.

Selain itu pengawasan terhadap buruh migran Indonesia seperti rekrutmen, pelatihan, dokumen, asuransi dan biaya untuk penempatan. Pengawasan terhadap PJTKI/PPTKIS juga harus dilakukan.

Hanif mengingatkan, parameter kerja pengawas bukan pada proses tapi dampak dan hasilnya. Pengawas dituntut bekerja dengan kreatif, inovatif dan penuh terobosan. “Saya ingin pengawas ini benar-benar hadir di masyarakat sebagai penindak hukum yang adil, akuntabel, dedikasi, tegas, cepat tanggap dan anti sogok,” tukasnya.

Terpisah, Sekjen OPSI, Timboel Siregar, mengatakan UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah memberi kewenangan kepada pemerintah pusat untuk menetapkan sistem pengawasan ketenagakerjaan, dan pengelolaan tenaga pengawas ketenagakerjaan. Sementara pemerintah provinsi berwenang menyelenggarakan pengawasan ketenagakerjaan.

Melalui ketentuan itu Timboel berpendapat pemerintah pusat berwenang melakukan kontrol kepada pengawas ketenagakerjaan. Lemahnya pengawasan dikontribusi oleh lemahnya kontrol pemerintah kepada petugas pengawas ketenagakerjaan. (Baca Juga: Putusan MK Perkuat Peran Pengawas Ketenagakerjaan)

Salah satu impian buruh selama ini menurut Timboel adanya pengawas ketenagakerjaan yang tegas dan adil dalam menegakkan hukum ketenagakerjaan. Banyak kasus pelanggaran hukum yang sifatnya normatif tidak diselesaikan petugas pengawas karena tidak tegas dan adil.

Misalnya, ada pengusaha yang membayar upah buruh di bawah minimum, aturan yang ada sudah jelas menyebut itu pidana. Sayangnya, ada petugas yang tidak melakukan tindakan tegas tapi malah menganjurkan buruh untuk membawa persoalan itu lewat mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

“Terjadinya demonstrasi dan mogok kerja para pekerja/buruh hampir 90 persen diakibatkan lemahnya fungsi pengawasan,” urai Timboel.

Timboel melihat kredibilitas petugas pengawasan saat ini sangat merosot. Kementerian Ketenagakerjaan perlu membenahi hal itu dengan cara melakukan terobosan di bidang pengawasan. Menurutnya, ada sejumlah cara yang bisa dilakukan, seperti membuat sistem pengawasan berbasis online di seluruh provinsi. Sehingga pengaduan yang disampaikan kepada pengawas bisa dimonitor prosesnya.

Harus ada batas waktu bagi petugas pengawas untuk menangani pengaduan. Ini penting untuk kepastian bagi pelapor. Kemudian, Menaker perlu mencabut Surat Edaran Dirjen Pengawas Ketenagakerjaan yang menyatakan nota pemeriksaan bersifat rahasia sehingga tidak bisa didapat oleh pelapor (pekerja/buruh). Proses pengawasan dan penanganan kasus mestinya transparan, oleh karenanya SE tersebut layak dicabut dan menyatakan pelapor berhak menerima nota pemeriksaan dari pengawas.

Terakhir, untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas petugas pengawas ketenagakerjaan, peningkatan anggaran untuk bidang pengawasan harus dilakukan. Menteri Ketenagakerjaan dan Gubernur harus memperjuangkan peningkatan anggaran pengawasan dari APBN dan APBD.
Tags:

Berita Terkait