Dampak Hukum Jika UU Pengampunan Pajak Dibatalkan MK
Utama

Dampak Hukum Jika UU Pengampunan Pajak Dibatalkan MK

Ada dua pendapat berbeda dari dua pakar hukum tata Negara.

Oleh:
Fitri Novia H
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: YOZ
Ilustrasi: YOZ
Belum lama ini, permohonan uji materi terhadap UU No. 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) kembali diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Kini giliran PP Muhammadiyah menjadi pihak pemohon. Latar belakang uji materi UU Pengampunan Pajak ini adalah karena tujuan sasaran utama sudah melenceng, yakni dana para pengusaha dan orang kaya yang terparkir di luar negeri. Belakangan isu yang merebak di publik justru sebaliknya, penarikan dana pajak dari dalam negeri.

Sebelumnya, Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) bersama dua warga negara, Samsul Hidayat dan Abdul Kodir Jailani, resmi mendaftarkan uji materi sejumlah pasal UU Pengampunan Pajak ke MK. Para pemohon menilai, UU ini melegalkan praktik pencucian uang dan mereduksi seluruh proses penegakkan hukum. (Baca Juga: Legalkan Pencucian Uang, UU Pengampunan Pajak Diuji ke MK)

Dalam bayang-bayang melesetnya target pajak dari program tax amnesty, pemerintah juga masih dihadapkan oleh kemungkinan-kemungkinan dari hasil akhir uji materi tersebut. Misalnya, bagaimana jika UU Pengampunan Pajak dibatalkan oleh MK? Bagaimana dampak hukumnya? Berikut pendapat dua ahli tata Negara terkait hal ini.

Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menegaskan bahwa meskipun uji materi terhadap UU Pengampunan Pajak sedang berproses di MK, UU tersebut masih tetap berlaku. Seluruh Wajib Pajak (WP) yang berniat untuk menggunakan program tersebut atau yang telah menggunakan, tak perlu khawatir. Kepastian hukum terhadap pengampunan pajak tersebut masih jelas berinduk kepada UU Pengampunan Pajak, dan keberlakuan UU yang tengah diuji materi diatur dalam Pasal 58 UU MK.

“Tidak perlu khawatir mereka (WP) yang ingin mendeklarasikan pajak karena UU ini tetap berlaku, apalagi sampai September nanti yang dua persen itu tetap bisa digunakan instrumennya,” kata Refly kepada hukumonline, Jumat (2/9). (Baca Juga: Muhamadiyah Bakal Gugat UU Pengampunan Pajak)

Bagaimana jika UU Pengampunan Pajak ini dibatalkan? Refly menegaskan bersamaan dengan pembatalan UU, maka tak ada lagi perlindungan bagi WP seperti yang diatur dalam Pasal 20 dan sanksi dalam UU Pengampunan Pajak. Termasuk, perlindungan atas data-data WP yang sudah menggunakan program pengampunan pajak. Sehingga semua tindak pidana perpajakan yang diatur dalam UU KUP dinyatakan berlaku. Bahkan bisa jadi data-data tersebut bocor ke penegak hukum.

“Kalau dibatalkan berarti tidak ada lagi perlindungan itu termasuk sanksinya tidak ada lagi, sehingga nanti bisa jadi data itu bisa bocor kemana-mana,” tegasnya.

Pakar Hukum Tata Negara lainnya Margarito Kamis menambahkan bahwa semua tindakan-tindakan hukum terkait pengampunan pajak yang sudah dilaksanakan sebelum putusan MK keluar adalah sah. Pihak-pihak yang sudah mendeklarasikan dan membayar tebusan tak perlu khawatir atas putusan MK tersebut.

Lalu bagaimana jika MK telah selesai menguji UU Pengampunan Pajak, sementara ada WP yang masih dalam proses menggunakan fasilitas ini, misalnya sudah mendeklarasikan tapi dalam proses pembayaran? Data yang sudah di-declare oleh WP tersebut tidak bisa digunakan untuk dasar penyidikan dan penyelidikan. Menurut Margarito, harta yang di-declare tersebut masih berinduk kepada UU Pengampunan Pajak sebelum dibatalkan. (Baca Juga: Tax Amnesty, UU PPh dan Pencucian Uang)

“Tidak bisa dipakai (data) sebagai dasar penyelidikan. Tetap saja fakta itu berinduk pada ketentuan yang ada (UU Pengampunan Pajak),” kata Margarito.

Namun demikian, lanjut Refly, MK tetap harus segera memutuskan uji materi pengampunan pajak ini menjelang berakhirnya tahun 2016. Hal tersebut mengingat periode program pengampunan pajak yang terbatas sampai 31 Maret 2016, serta untuk mengatasi dampak psikologis masyarakat yang mungkin ingin menggunakan fasilitas pengampunan pajak ini.
Tags:

Berita Terkait