Ada Racun Lain Penyebab Kematian Mirna?
Berita

Ada Racun Lain Penyebab Kematian Mirna?

Tak ditemukannya ciri kematian karena sianida membuat ahli curiga adanya racun lain yang masuk ke dalam tubuh Mirna.

Oleh:
FNH
Bacaan 2 Menit
Jessica Kumala Wongso. Foto: RES
Jessica Kumala Wongso. Foto: RES
Hakim anggota dalam kasus pembunuhan berencana atas nama terdakwa Jessica Kumala Wongso, Binsar Gultom, terus menggali keterangan untuk merangkai fakta demi mengungkap kebenaran tewasnya Wayan Mirna Salihin setelah meneguk es kopi vietnam di kafe Olivier. Dalam dakwaan Penuntut Umum, disebut penyebab kematian Mirna adalah racun tingkat tinggi, natrium sianida.

Isu baru yang muncul dalam dua kali persidangan dengan menghadirkan ahli dari tim Jessica adalah apa mungkin ada racun lain yang masuk ke tubuh Mirna dan menyebabkan kematian. Kali ini, Binsar meminta penjelasan dari ahli toksikologi forensik FKUI Djaja Surya Atmadja. Dokter Djaja dihadirkan kubu Jessica untuk menjawab kemungkinan tersebut. Ada keraguan Mirna tewas karena racun sianida.

Binsar meminta Djaja untuk tidak melakukan penelitian terhadap kematian Mirna sebahagian saja. Meski mengklaim hanya melakukan pemeriksaan terhadap sianida yang sudah masuk ke dalam tubuh jenazah, Binsar mengatakan rangkaian dan sejumlah proses masuknya sianida ke dalam tubuh Mirna tidak bisa diabaikan.

“Bagaimana bisa masuk kalau tidak disedot? Kalau Iya (ahli sianida dalam tubuh jenazah), lalu masuknya dari mana? Dari pantat? Dari mulut ‘kan, tadi ‘kan Saudara bilang itu yang hitam-hitam (lambung) karena adanya pendarahan, itu kan masuknya lewat tenggorokan, makanya langsung ke lambung. Mulanya dari air, penelitiannya jangan di tengah jalan,” kata Binsar.

Menjawab pertanyaan tersebut, Djaja mengatakan tidak mempersoalkan temuan sianida di dalam lambung sebesar 0,2 mg/l. Namun letak persoalannya justru kadar sianida mematikan adalah 150 mg/l sementara yang ditemukan di dalam lambung Mirna hanya 0,2 mg/l. “Kalau seandainya masuk ke lambung minimal 150 mg/l, nah 150 mg/l ke 0,2 mg/l kurangnya banyak, itu yang membuat saya bingung,” jelas Djaja.

Binsar  merespons. Terlepas dari teori yang sudah dijelaskan ahli, kata Bindar, faktanya seorang wanita meregang nyawa pasca meminum es kopi vietnam. Di lambung korban juga ditemukan sianida sebesar 0,2 mg/l dan sejumlah kandungan kaffein. Djaja sepakat atas hal tersebut, namun tetap meragukan penyebab kematian karena sianida.

Seorang dokter forensik, lanjut Djaja, akan memastikan penyebab kematian karena sianida jika ditemukannya tiosianat di hati serta di dalam organ dalam lainnya selain lambung. Namun untuk kasus Mirna, pemeriksaan terhadap hati justru negatif. Djaja menaruh kecurigaan jika penyebab kematian Mirna adalah karena racun lain. “Ini sebagai penghormatan saya kepada Puslabfor karena hasil pemeriksaan negatif bilang negatif, berarti itu bukan sianida, kalau ada racun yang lain itu tidak tahu. Saya curiga ada racun lain yang tidak diperiksa,” tuturnya.

Menurut Djaja, ada banyak jenis racun. Jika pemeriksaan racun terhadap tubuh Mirna dilakukan secara lengkap, mungkin akan ditemukan racun lain yang menyebabkan kematian. Sayang, pemeriksaan terhadap racun yang diminta oleh penyidik kepolisian hanya terbatas pada racun yang paling umum mengingat mahalnya biaya pemeriksaan terhadap racun lengkap. Untuk memeriksa satu jenis racun, kata Djaja, dibutuhkan dana sebesar Rp250rb. “Bayangkan jika ada 50 jenis racun? Bisa bangkrut kedokteran forensik,” ungkapnya.

Binsar kemudian mengaku semakin penasaran atas kasus ini. Ia bertanya kepada Djaja apakah otopsi masih efektif dilakukan jika korban sudah dikubur sekian lama. Djaja menjawab otopsi tidak akan efektif. Tetapi, jika tetap ingin melakukan otopsi, racun lain masih dimungkinkan untuk ditemukan asalkan dilakukan pemeriksaan ulang di pusat tubuh yang berbeda disertai dengan ahli dokter forensik yang berbeda juga. Atau bisa melakukan pemeriksaan toksikologi ke luar negeri dengan menggunakan pasal 135 KUHAP.

“Tidak (efektif). Satu-satunya jalan yang bisa mengungkap (kematian), walaupun itu tidak efektif kita berharap mudah-mudahan alam membantu, masih bisa ditemukan racun lain tapi lakukanlah pemeriksaan ulang di center yang berbeda dengan keahlian yang berbeda, ahlinya dokter forensic lain. Silahkan kita punya center forensic banyak yang bagus di Jakarta, Surabaya, Makassar, atau pemeriksaan toksikologi ke luar negeri, bisa pakai Pasal 135 KUHAP,” papar Djaja.

Atas kemungkinan tersebut, Binsar mengatakan dirinya akan mempertimbangkan masukan dari Djaja. Sidang selanjutnya akan digelar Rabu (14/9).
Tags:

Berita Terkait