Kurator Tanggapi SEMA Efisiensi Perkara Kepailitan
Berita

Kurator Tanggapi SEMA Efisiensi Perkara Kepailitan

Pengawasan di lapangan terhadap independensi kurator perlu.

Oleh:
FNH/CR20
Bacaan 2 Menit
Sejumlah kurator/pengurus yang jadi pengurus AKPI. Foto: AKPI
Sejumlah kurator/pengurus yang jadi pengurus AKPI. Foto: AKPI
Hampir lima bulan setelah dikeluarkan, Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 2 Tahun 2016 masih disorot profesi kurator dan pengurus. SEMA ini mengatur tentang Peningkatan Efisiensi dan Transparansi Penanganan Perkara Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang di Pengadilan. Beleid ini diterbitkan untuk engatasi problem berlarut-larutnya pemberesan budel pailit.

Berdasarkan ketentuan SEMA No. 2 Tahun 2016 (SEMA Efisiensi Perkara Kepailitan), Hakim Pengawas punya wewenang memanggil dan meminta penjelasan kurator, memberi teguran kepada kurator, bahkan mengusulkan penggantian kurator kepada majelis hakim niaga.

Kalangan kurator meradang karena menurut Pasal 74 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan), kurator wajib menyampaikan laporan kepada Hakim Pengawas mengenai keadaan harta pailit, pelaksanaannya dilakukan setiap tiga bulan. Jadi, waktu pelaporannya sudah ditentukan Undang-Undang.

Jimmy Simanjuntak, mantan Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI), mengkritik SEMA karena ada substansinya yang diduga bertentangan dengan UU Kepailitan. Dari tata urutan peraturan perundang-undangan yang berlaku jelas SEMA tak boleh bertentangan dengan Undang-Undang.

“Aturan dalam SEMA sifatnya berisi petunjuk teknis untuk aparatur peradilan di Mahkamah Agung dan jajaran di bawahnya, termasuk Pengadilan Niaga. Bukan justru menggangu isi dari UU No. 37 Tahun 2004,” kata Jimmy kepada hukumonline.

Jimmy berpendapat usulan penggantian kurator atau pengurus oleh Hakim Pengawas, sulit diterima karena faktanya harus ada juga persetujuan dari debitor dan kreditor. Bukan hanya usulan Hakim Pengawas. “Artinya, mekanisme itu berangkat dari kreditor, bukan justru dari Hakim Pengawas,” tegasnya.

Sejumlah kurator juga mempersoalkan penambahan syarat formil mengajukan permohonan PKPU dalam SEMA. Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan telah mengatur mengenai syarat mengajukan permohonan Kepailitan dan PKPU, yakni debitor mempunyai dua atau lebih kreditor, dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Berdasarkan ketentuan SEMA, sebelum mengajukan permohonan kepailitan atau PKPU, debitor sudah mengantongi nama disertai surat persetujuan dari kreditor yang berisi nama pengurus atau kurator yang disepakati.

Ketua Umum AKPI, Jamaslin James Purba menilai ketentuan SEMA itu memberatkan debitor yang ingin mengajukan permohonan PKPU dan pailit. “Karena penunjukan calon kurator dan pengurus harus disepakati terlebih dahulu sebelum mengajukan permohonan,” ujarnya memberi alasan.

Kurator Anthony Hutapea, juga mengungkapkan keberatan terhadap syarat surat persetujuan kreditur terkait nama kurator atau pengurus dalam SEMA. “Ini kan seperti karena ada kecurigaan, kurator yang diusulkan debitor itu akan berpihak kepada si debitor. Nah ini kan justru memunculkan kecurigaan para pihak, seakan-akan kurator atau pengurus ini tidak independen”.

Sebenarnya, kata Anthony, Pasal 15 ayat (3) UU Kepailitan dan PKPU sudah mengatur kurator atau pengurus harus independen, tidak mempunyai konflik kepentingan dengan debitor dan kreditor, dan tidak sedang menangani perkara kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang lebih dari tiga perkara.

Pengawasan
Jimmy Simanjuntak justru mempertanyakan pengawasan yang dilakukan Mahkamah Agung terhadap pengadilan niaga. Ia menduga pengawasan tak berjalan di Pengadilan Niaga Jakarta, Medan, Semarang, Surabaya, dan Makassar, untuk mengecek apakah calon kurator dan pengurus yang hendak ditunjuk, tidak sedang menangani lebih dari tiga perkara.

Ia mengusulkan agar MA membuat sistem pengawasan yang lebih terpadu. “Sebaiknya MA membut sistem pengawasan terpadu dari 5 Pengadilan Niaga yang ada di Indonesia. Artinya, Mahkamah Agung juga harus berkaca ke dirinya, jangan langsung membuat SEMA tapi tidak punya sistem.”

Untuk mengubah ketentuan mengenai penunjukkan kurator dan pengurus, Jimmy menyarankan sebaiknya melalui mekanisme yang benar. “Dalam beberapa kasus,  masyarakat dan penegak hukum menilai kurator dan pengurus ini tidak independen, boleh-boleh saja memiliki pandangan ini. Tetapi mekanisme untuk membuat aturan yang lebih baik harus berada di jalur yang benar, misalnya jalur legislasi,” usul Jimmy. Seperti diketahui, telah ada usulan untuk melakukan revisi terhadap UU Kepailitan dan PKPU.

Kritik sejumlah kurator terhadap SEMA Efisiensi Perkara Kepailitan dapat dijadikan bahan pembelajaran bahwa menyusun suatu peraturan sebaiknya mengundang dan mengajak para pemangku kepentingan yang akan diatur.
Tags:

Berita Terkait