4 Isu Buruh Migran yang Disorot Kantor Kepresidenan
Berita

4 Isu Buruh Migran yang Disorot Kantor Kepresidenan

Desa berperan memberikan perlindungan. Dana desa bisa dimanfaatkan.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Pos lapor TKI di bandara. Foto: MYS
Pos lapor TKI di bandara. Foto: MYS
Buruh migran Indonesia sudah sering kesandung masalah hukum di luar negeri. Penyebabnya beragam, mulai dari ketiadaan dokumen administrasi resmi hingga terlibat tindak pidana. Kalau sudah begini, Pemerintah punya kewajiban moril untuk mengurus setiap Warga Negara Indonesia di negara lain.

Staf khusus Kantor Staf Presiden (KSP), Chrisma Abandjar, mengatakan Presiden Joko Widodo berkomitmen untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang menimpa buruh migran. KSP, kantor yang bertugas di bawah Presiden, bertugas mendorong realisasi program kerja dan harapan Presiden.

Dalam kasus buruh migran, jelas Chrisma, KSP menelusuri berbagai masalah dalam tata kelola buruh migran Indonesia dari hulu sampai hilir. Sejauh ini sudah banyak masukan yang diterima KSP. Sedikitnya ada 4 isu buruh migran yang lagi disorot.

Pertama, perlindungan. Buruh migran Indonesia sering menghadapi masalah mulai dari perekrutan, pemberangkatan sampai selesai bekerja dan kembali ke Indonesia. Itu terjadi karena selama ini buruh migran bukan diposisikan sebagai subyek, melainkan obyek. Menurut Chrisma, perlindungan sangat dibutuhkan saat buruh bekerja di luar negeri. Kantor perwakilan Indonesia harus langsung merespons.

“Ini juga masalah yang terjadi selama ini, kami sudah komunikasikan ini kepada Kementerian Luar Negeri,” kata Chrisma dalam acara penandatanganan kerjasama antara Migrant Care, Universitas dan Pemerintah Desa di Jakarta, Jumat (09/9).

Selain buruh migran, perlindungan juga diberikan kepada keluarganya. Chrisma mengatakan keluarga buruh migran harus diberdayakan, dan pendidikan anak-anak mereka dijamin. Sekolah perlu memahami kondisi anak buruh migran yang ditinggal orang tuanya bekerja ke luar negeri. “Kami sudah berdiskusi soal ini dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,” ujarnya.

Kedua, menurunkan biaya penempatan. Chrisma mengatakan KSP sudah membicarakan ini dengan Kementerian Ketenagakerjaan dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). Kedua lembaga itu masih melakukan kajian dan mencari cara agar biaya itu bisa ditekan sehingga tidak memberatkan buruh migran Indonesia.

Ketiga, terkait pengiriman uang buruh migran kepada keluarganya di Indonesia (remitansi). Prosesnya harus dibuat mudah dan murah. KSP telah mengusulkan kepada Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk merealisasikan mekanisme yang lebih mudah.

Keempat, dibutuhkan program bagi buruh migran yang selesai bekerja dan kembali ke Indonesia. Program itu ditujukan agar buruh migran yang pulang bisa hidup sejahtera bersama keluarganya. Secara umum, pemerintah punya program Kredit Usaha Rakyat yang dapat dimanfaatkan. Selain itu Kementerian Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah bisa didorong untuk membantu pemasaran produk-produk dari desa, termasuk produk yang dihasilkan mantan buruh migran yang berwirausaha.

Tak ketinggalan Chrisma mengatakan KSP juga sudah berbicara dengan Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia. Mereka berkomitmen untuk membantu memberdayakan masyarakat desa sehingga produk yang dihasilkan bisa laku di pasar.

“Kami di KSP memang harus berpikir keras untuk mewujudkan pemikiran Presiden Joko Widodo untuk membantu buruh migran Indonesia,” papar Chrisma.

Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah, melihat peran desa terhadap perlindungan bagi buruh migran dan keluarganya. UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa dinilai memperkuat desa karena ada anggaran yang dialokasikan APBN kepada desa. Migrant Care dengan menggandeng banyak pihak mendorong dibentuknya Desa Peduli Buruh Migran (Desbumi). Saat ini tercatat ada 36 Desbumi di berbagai daerah kantong buruh migran.

Anis menjelaskan selama ini perekrutan buruh migran di desa banyak dilakukan oleh calo atau broker. Akibatnya, buruh migran tidak mendapat informasi yang jelas dan benar tentang proses migrasi sesuai ketentuan perundang-undangan. Bahkan tidak sedikit calon buruh migran yang dokumennya dipalsukan. Misalnya, umurnya masih anak-anak, namun dalam dokumen disebut umurnya sudah dewasa.

“Desa merupakan garda terdepan dalam melayani warga, terutama bagi yang mau bekerja ke luar negeri. Jadi ini jangan lagi calo atau broker yang malah membuat buruh migran rentan diperdagangkan,” imbuh Anis.

Desbumi berada di bawah naungan pemerintah desa. Namun, struktur kelembagaannya melibatkan partisipasi masyarakat sipil. Anis menjelaskan pelayanan yang diberikan Desbumi seperti informasi mengenai migrasi aman dan sesuai peraturan. Kemudian, pengurusan dokumen yang akan digunakan sebagai pembuatan paspor. Pelayanan pengaduan, pemberdayaan ekonomi, sosialisasi dan pendataan.

Regulasi yang digunakan sebagai payung Desbumi yakni peraturan desa. Namun, Anis melihat Desbumi menjadi salah satu isu yang disorot dalam pembahasan perubahan UU No. 39 Tahun 2004  tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri yang berlangsung di Senayan.
Tags:

Berita Terkait