Ricuh di Sidang Jessica, dari Ahli Digital Forensik hingga Mantan Menpora
Berita

Ricuh di Sidang Jessica, dari Ahli Digital Forensik hingga Mantan Menpora

Ricuh dipicu oleh perdebatan antara ahli digital forensik dari pihak penuntut umum dan penasihat hukum terdakwa.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
Ahli informatika dan teknologi (IT) Rismon Hasiholan Sianipar yang dihadirkan oleh tim penasehat terdakwa menyatakan adanya dugaan rekayasa (tampering) dalam rekaman CCTV.
Ahli informatika dan teknologi (IT) Rismon Hasiholan Sianipar yang dihadirkan oleh tim penasehat terdakwa menyatakan adanya dugaan rekayasa (tampering) dalam rekaman CCTV.
Persidangan kasus pembunuhan berencana dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso hari ini, Kamis (15/9) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Pusat) berjalan ricuh. Kericuhan dipicu lantaran adanya ketidaksepakatan antara kedua belah pihak yakni penasihat hukum Jessica dan penuntut umum terkait pemutaran video CCTV di muka persidangan.

Ahli digital forensik M Nuh Al-Azhar turut dihadirkan pihak penuntut umum dalam sidang ke 21 ini. Tujuannya, untuk memastikan apakah perangkat laptop beserta software yang digunakan ahli digital forensik dari kubu Jessica, Rismon Hasiholan Sianipar, sudah bersertifikat. Namun perdebatan terjadi saat pihak jaksa menolak untuk memutar isi video di laptop Rismon.

Perdebatan pun kembali tersajikan di ruang sidang Kusuma Atmaja I. Nuh menyatakan jika ingin mencari kebenaran dari sebuah video CCTV, haruslah apple to apple, mulai dari software, tools, serta SOP. Pernyataan Rismon yang menyatakan bahwa jari Jessica seperti jari nenek lampir karena berukuran panjang membuat Nuh berang.

Nuh menantang untuk memutar video CCTV dengan menggunakan software yang sama mengingat pihak kuasa hukum mendapatkan video dari rekaman stasiun televisi swasta dan youtube. “Dunia tertawa kalau kita membandingkan dua sumber yang berbeda,” kata Nuh. (Baca Juga: Kejanggalan Bukti CCTV Versi Ahli Digital Forensik Kubu Jessica)

Nuh memastikan bahwa software yang digunakan oleh pihaknya untuk menganalisis isi video CCTV adalah standar internasional yang digunakan di Eropa dan Amerika seperti FBI, CIA dan lain sebagainya. Sementara software yang digunakan oleh Rismon, belum tentu tersertifikasi.

“Banyak software Yang Mulia untuk menganalisis video, tapi kebanyakan dalam dunia digital itu software sampah,” tegas Nuh.

Kuasa Hukum Otto Hasibuan keberatan atas usul dari Nuh. Ia menilai, video yang ada di dalam flashdisk milik Nuh tak bisa dijamin juga ke-otentikannya. Apalagi, proses pemindahan video CCTV dari DVR ke flashdisk tidak di-BAP. Sehingga pihaknya menolak jika video di flashdisk Nuh diputar pada software dan perangkat milik Nuh.

Sepanjang perdebatan itu terjadi, suara ‘huuu’ dan tepuk tangan terdengar silih berganti di ruang sidang. Bahkan kerap terdengar suara penonton bagian belakang yang menyuarakan dukungan atau penolakan terhadap salah satu kubu. Sayang, suasana tak terkontrol tak bisa di-handle karena majelis masih sibuk mencari jalan keluar bagi kedua belah pihak.

Masukan dari majelis adalah video yang ada di dalam flashdisk milik Nuh diputar di perangkap laptop milik Nuh dan Rismon bisa memberikan penjelasan atas video tersebut. Hal ini ditolak oleh kedua belah pihak. Otto merasa pihaknya memiliki kesempatan yang sama untuk menggunakan software milik Rismon dalam mengungkap kebenaran di video CCTV, layaknya yang dilakukan oleh Nuh.

Nuh menolak lantaran cara tersebut tak apple to apple. Ia bahkan menegaskan bahwa video analisisnya tidak dimanipulasi. Akhirnya Nuh sepakat untuk memberikan video tersebut kepada pihak kuasa hukum, namun kali ini ditolak Rismon dengan alasan butuh waktu untuk menganalisis sebuah video. (Baca Juga: Kala Pengacara dan Jaksa Berdebat di Sidang Jessica)

Ketua Majelis Hakim Kisworo kemudian sepakat dengan Nuh. Pihak kuasa hukum diberikan waktu untuk menganalisis video CCTV tersebut, namun bukanlah video dari Nuh melainkan milik jaksa. Lagi-lagi kuasa hukum menolak. Otto berdalih jika demikian perbandingan video tidak dapat dilakukan jika bersumber dari penuntut umum. Otto juga mengkritik video yang sudah dipresentasikan oleh Nuh harusnya milik pengadilan, bukan milik pribadi dan dibawa pulang oleh Nuh.

Sorakan dan tepuk tangan terus terdengar sepanjang perdebatan. Puncak kericuhan muncul tatkala mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Roy Suryo mengacungkan jari ke depan. Dari belakang terdengar suara protes bahwa Roy sebagai penonton tak berhak menunjuk hakim. Hingga akhirnya, setengah berteriak Roy menegaskan bahwa yang dijelaskan oleh Rismon adalah kebohongan.

“Semua yang dia (Rismon) katakan bohong!,” kata Roy setengah berteriak.

Sementara digiring ke luar persidangan, suasana semakin memanas. Umpatan demi umpatan dilayangkan untuk Roy. Hingga akhirnya sidang diskors oleh Kisworo.

Di luar, Roy mengklarifikasi bahwa dirinya tidak menunjuk majelis hakim. Ia hanya memberikan jempol tanda setuju untuk penjelasan yang diberikan oleh Nuh. Ia juga meminta maaf atas sikap dirinya yang kurang bijaksana di dalam ruang sidang.

“Saya minta maaf atas sikap saya tadi, tapi memang karena yang diucapkan oleh ahli (Rismon) keliru. Harusnya kita memberi keterangan sesuai ilmu pengetahuan,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait