Begini Organisasi Advokat Mandiri versi Asosiasi Advokat Indonesia
Berita

Begini Organisasi Advokat Mandiri versi Asosiasi Advokat Indonesia

Dengan membuat kurikulum dan ujian PKPA yang dapat dipertanggungjawabkan kualitasnya secara keilmuan menurut standar AAI.

Oleh:
CR-20
Bacaan 2 Menit
Asosiasi Advokat Indonesia akan menggelar Rapat Kerja Nasional XVIII di Palembang pada Jumat-Minggu (7-9 Oktober 2016). Foto: Hasyry Agustin
Asosiasi Advokat Indonesia akan menggelar Rapat Kerja Nasional XVIII di Palembang pada Jumat-Minggu (7-9 Oktober 2016). Foto: Hasyry Agustin
Dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) XVIII, yang digelar pada 7-9 Oktober di Palembang, Sumatera Selatan, anggota AAI mengusulkan untuk membuat AAI menjadi organisasi yang mandiri secara parsial dari Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI). Usulan itu dilontarkan sebagai respon anggota AAI pasca dibacakannya laporan kegiatan AAI selama sembilan bulan terakhir oleh Ketua Umum AAI, Muhammad Ismak.

Rakernas tersebut mengusung tema “Kemandirian Asosiasi Advokat Indonesia Dalam Mewujudkan Advokat Yang Berwibawa”. Mengenai unsur “Kemandirian” yang diusung dalam tema, anggota AAI punya penafsiran yang beragam. Sebagian anggota secara tegas mengusulkan untuk keluar dari PERADI.

Hal ini berlandaskan sejarah bahwa AAI sebenarnya merupakan salah satu induk organisasi yang melahirkan PERADI. Fakta lainnya yang diungkap adalah dasar hukum berupa Surat Ketua Mahkamah Agung Nomor 073/KMA/HK.01/IX/2015 (Surat KMA 073) yang secara eksplisit mengatakan menerima sumpah advokat dari organisasi manapun. Atas hal itu, sebagian anggota AAI menyimpulkan bahwa yang dianut dalam organisasi advokat, multi bar.

Namun, Sekretaris Jenderal (Sekjen) AAI, Jandri Onasis Siadari, memiliki pandangan berbeda. Menurutnya, pembahasan AAI keluar atau tetap di PERADI bukanlah isu yang harus dibahas. “AAI di PERADI atau tidak di PERADI buat saya tidak menarik. Ini bukan pokok bahasan kita, karena kita memang organisasi mandiri. Kenapa harus keluar dari PERADI, kita kan founder PERADI,” katanya.

Hal senada juga diutarakan Ismak. Menurutnya, organisasi AAI merupakan organisasi independen sehingga menjalankan roda organisasi dengan mandiri. “AAI memperjuangkan diri kita sendiri, membela kepentingan kita sendiri, kita sedari awal sudah menjadi organisasi yang mandiri,” ujarnya.

Pandangan kedua punggawa AAI tersebut diamini sebagian anggota yang hadir dalam Rakernas. Alasannya karena mandiri secara absolut dari PERADI, berarti melanggar UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang menyatakan bahwa organisasi advokat menganut single bar.

Atas dasar itu, muncul pandangan mandiri secara imparisal dari PERADI. Artinya, AAI akan membuat kurikulum sendiri dan ujian PKPA (Pendidikan Khusus Profesi Advokat) secara mandiri yang dapat dipertanggungjawabkan kualitasnya secara keilmuan menurut standar AAI. (Baca Juga: AAI: Jangan Lahirkan Organisasi Advokat dengan Standar yang Tak Jelas)

Ismak mengatakan, standar pendidikan advokat wajib diperbaiki kualitasnya. Untuk itu, AAI siap menjadi pionir dalam memperbaiki standar kualitas pendidikan profesi advokat. “AAI harus menjadi pionir dalam membuat standar profesi. Tapi kemudian muncul banyak pertanyaan, ‘Mengapa AAI ingin membuat kurikulum pendidikan? Asumsinya apa ingin keluar dari PERADI?’ Kurikulum pendidikan bukan untuk mencari uang, tetapi memperbaiki kualitas advokat dan memperdayakan 132 cabang DPP AAI,” tegasnya.

Bagi sebagian anggota yang tetap menghormati UU Advokat, muncul wacana agar AAI bertemamorfosis menjadi PERADI AAI. Selain menghormati UU Advokat yang menyirat single bar, usulan ini juga menjadi jalan tengah atas lahirnya SKMA 073. Namun, usulan ini dimentahkan sebagian anggota AAI yang hadir di Rakernas.

Namun usulan “PERADI AAI” ini justru disambut riuh sorakan ketidaksetujuan sebagian besar anggota AAI karena menganggap usulan ini terkesan terlalu dipaksakan. Merespon usulan ini, sebagian anggota AAI bahkan berteriak, “AAI ya AAI, PERADI ya PERADI. Bagaimana pula jadi PERADI AAI?” Teriakan ini disambut gelak tawa dari sebagian besar anggota AAI yang lain.

Jandri juga secara jenaka mengajak anggota AAI untuk berpikiran jernih dalam memberikan usulan mengenai kemandirian AAI. Ia berharap, anggota AAI sabar menunggu hasil pembahasan antara pemerintah dan DPR terkait RUU Advokat. Dalam pembahasan bisa jadi hasilnya akan menganut single bar atau multi bar. (Baca Juga: AAI: Organisasi Advokat Harus Samakan Dewan Etik dan Standar Advokat)

“RUU Advokat saat ini masih dalam proses pembahasan, apakah nantinya UU Advokat yang baru akan tetap menganut single bar atau malah justru berubah menjadi multi bar kan kita tidak tahu. Apabila nanti UU Advokat yang baru menganut single bar dan kita sudah menyatakan keluar dari PERADI, apakah hal ini tidak lucu? Atau sebaliknya, jika kita ngotot dengan menyatakan bertahan di PERADI, dan ternyata UU Advokat yang baru menyatakan kita menganut multi bar, apakah hal ini juga tidak lucu?” tuturnya.

Laporan Kegiatan
Adapun laporan kegiatan AAI selama sembilan bulan terakhir yang dibacakan Ismak menyatakan bahwa telah ada beberapa kegiatan yang dilakukan AAI pada periode tersebut. “Di antaranya adalah pengadaan sekretariat di apartemen Bellagio dengan swadaya teman-teman pengurus. AAI juga telah membentuk tujuh cabang baru terbentuk yakni DPP AAI cabang Palangkaraya, Bengkulu, Depok, Kalimantan Tengah, Cibinong, Kabupaten Bekasi,” katanya.

Selain itu, lanjut Ismak, AAI juga telah merampungkan kurikulum pendidikan profesi advokat. Menjalin kerja sama dengan lembaga pemerintahan, antara lain BPHN, Kementerian Pemberdayaan Wanita dan Komnas Perempuan. Bukan hanya itu, AAI juga telah menggelar pendidikan lanjut bagi anggota.

“AAI juga menggelar pendidikan lanjutan bagi anggota-anggotanya, kita sudah menggelar kelas-kelas yang diisi oleh senior-senior AAI, juga akan digelar general stadium. Kelas lanjutan ini akan disesuaikan dengan bidang yang tengah diminati oleh anggota AAI, yang akan digelar di DPP yang hanya bisa menampung 40 orang. Ini juga akan disesuaikan,” tuturnya.

Hal lain yang dilakukan AAI adanya kerja sama kelas pasar modal dan program pendidikan pasar modal. Bahkan, AAI juga menggelar kelas lanjutan mengenai syariah. “AAI juga sudah membuat kartu keanggotaan yang akan diberikan kepada anggota-angotanya,” Kata Ismak.

Salah satu tantangan berat dalam menjalankan roda organisasi, kata Ismak, adaah melakukan konsolidasi dengan cabang-cabang AAI di daerah. “Melakukan konsolidasi dengan 132 cabang adalah yang paling berat, misalnya surat-surat yang dikirimkan ke kantor cabang malah banyak yang dikembalikan. Setidak-tidaknya dari 50 persen surat yang dikirimkan itu dikembalikan dengan alasan alamat sekretariat berpindah, atau cabang sudah tidak aktif tetapi tidak melaporkan alamat yang baru. PR kita adalah menghidupkan kembali cabang-cabang AAI, terutama yang sudah tidak lagi mengadakan Musyawarah Cabang (Muscab) ataupun kegiatan apapun juga,” tutupnya.

Rakernas AAI ke-18 akan kembali dilanjutkan pada hari ini, Sabtu (8/9), dengan agenda Sidang Komisi yang terdiri dari Komisi Organisasi, Komisi Program Kerja, dan Komisi Bidang Rekomendasi. Rakernas AAI XVIII juga akan ditutup pada hari ini dengan menggelar Sidang Pleno beragendakan Laporan dan Pengesahan Hasil Sidang Komisi. AAI juga berencana akan melakukan konferensi pers yang akan membacakan rekomendasi-rekomendasi yang dihasilkan dari Rakernas.
Tags:

Berita Terkait