Tuntaskan Kasus Pelanggaran HAM Berat, Komisi Kepresidenan perlu Dibentuk
Berita

Tuntaskan Kasus Pelanggaran HAM Berat, Komisi Kepresidenan perlu Dibentuk

Anggotanya diusulkan terdiri dari pegiat HAM yang kredibel dari unsur masyarakat sipil dan pemerintah.

Oleh:
Ady Thea Dian Ahmad
Bacaan 2 Menit
Koordinator KontraS Haris Azhar. Foto: RES
Koordinator KontraS Haris Azhar. Foto: RES

Janji Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) untuk menuntaskan berbagai kasus pelanggaran HAM berat sebagaimana tertulis dalam Nawacita sampai sekarang belum terwujud. Upaya terakhir yang digagas pemerintah melalui Menkopolhukam dan Wantimpres yaitu menyelenggarakan Simposium 1965 di Jakarta.
Koordinator KontraS, Haris Azhar, mengatakan Menkopolhukam, Wiranto, dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat hanya melanjutkan hasil Simposium 1965. Padahal, masih ada beberapa kasus pelanggaran HAM berat selain peristiwa 1965-1966.
Guna menuntaskan bermacam kasus pelanggaran HAM berat secara komprehensif, Haris mengusulkan Presiden Jokowi membentuk Komisi Kepresidenan yang anggotanya terdiri dari pegiat HAM yang kredibel dari kalangan masyarakat sipil dan pemerintah.
Haris mengatakan ada 5 pekerjaan yang dilakukan Komisi Kepresidenan. Pertama, melakukan konsolidasi fakta pelanggaran HAM berat yang pernah disusun oleh pemerintah. Diantaranya hasil tim gabungan pencari fakta (TPGF) Peristiwa Mei 1998, tim independen Aceh dan hasil penyelidikan Komnas HAM.
Kedua, Komisi itu perlu mendorong agar proses hukum untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat berjalan. Ketiga, merancang kebijakan untuk memulihkan para korban dan keluarganya. Keempat, menyusun laporan resmi mengenai kondisi pelanggaran HAM di Indonesia dan dipublikasikan oleh Presiden.
Terakhir, Haris berpendapat Komisi itu harus menyusun rekomendasi sebagai kesimpulan hasil kerja tim. Rekomendasi itu dibacakan langsung oleh Presiden kepada publik dan menjadi acuan kebijakan yang diambil pemerintah dalam menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat.
Komisi itu menurut Haris perlu diberi kewenangan untuk mengakses semua tempat yang diduga terjadi pelanggaran HAM. Kemudian melaporkan kerja-kerja yang telah dilakukan setiap pekan kepada Presiden. Komisi itu bertugas dalam jangka waktu 2 tahun.
Tags:

Berita Terkait